Surabaya (Antaranews Jatim) - Kota Surabaya dipercaya oleh Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) menjadi tuan rumah Konvensi Arsitektur Indonesia yang digelar pada 22-25 Februari 2018.
"Alasan memilih Kota Surabaya sebagai tempat kegiatan ini karena tata kelola kota yang ada di Surabaya sangat komprehensif dan paling dimengerti oleh banyak orang," kata Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Nasional Ahmad Djuhara saat menggelar pertemuan di Balai Andhika Hotel Majapahit, Surabaya, Kamis.
Menurut dia, Surabaya layak dijadikan contoh bagi kota-kota yang ada di seluruh Indonesia dan dunia dalam urusan tata kelola kota. Alasannya, kata dia, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang mengeyam sarjana arsitek mampu menata Kota Surabaya dengan baik.
"Beliau, tidak hanya berhasil membangun kota yang cantik rupanya atau sosok bangunannya tetapi orientasinya lebih kepada manusianya," katanya.
Lebih lanjut, Ahmad menyampaikan bahwa pihaknya menjaga penuh profesionalitas arsitek di Indonesia. Dengan diterbitkannya UUD arsitek yang baru Nomor 6 Tahun 2017, ia berharap profesi arsitek di Indonesia memiliki legalitas dari semua proses profesi dan produk arsitektur.
"Indonesia sudah terbuka per 1 Januari 2016 di negara ASEAN. Oleh karenanya, tanah Indonesia harus dijaga oleh seluruh arsitek Indonesia, tidak hanya di Surabaya tapi di seluruh kabupaten/kota di Indonesia," ujarnya.
Berbicara Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mana semua negara bersaing untuk mendapatkan pengakuan sekaligus menunjukkan kemampuannya, Ahmad menegaskan bahwa saat ini posisi profesi arsitek Indonesia dimata ASEAN sudah setara.
Artinya, lanjut dia, arsitek Indonesia tidak hanya bertahan tapi juga bisa bersaing keluar. "Kami tidak lagi berbicara jago kandang atau hanya menjalankan proyek pemerintah di Indonesia tetapi kami akan keluar dan siap bersaing dengan 9 negara ASEAN yang ada saat ini," ujarnya.
Sementara perwakilan Komisi V DPR, Sigit menambahkan, ini adalah saat yang tepat bagi IAI untuk melakukan konsolidasi sebagai lembaga profesi yang mampu diandalkan.
Menurut Sigit, di dalam UUD arsitek terdapat pengakuan dalam pasal 34 Nomor 6 Tahun 2017 sebagaimana dikatakan, IAI membentuk dewan yang sifatnya mandiri dan independen. "Itu yang kami inginkan dari dulu, anggota dewan arsitek," ujarnya.
Oleh karena itu, Sigit berharap anggota dewan arsitek dapat segera terbentuk di bawah payung UUD, sehingga ke depan, anggota profesi arsitek dapat dikatakan mandiri dan independen dengan tidak dikendalikan pemilik proyek.
"Mereka kan ikatan profesi pendidikan, jadi tidak perlu lagi mendapat bantuan dari dana APBN, atau bahkan diatur user untuk membangun kawasan yang sebenarnya rawan bencana alam dan longsor," katanya. (*)