Surabaya (Antara Jatim) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggelar rapat kerja teknis (Rakernis) di Surabaya, Senin untuk membahas penanganan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan di Indonesia.
Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan MR Karliansyah di sela Rakernis mengartakan, ada beberapa hal yang menjadi topik untuk didiskusikan di kegiatan itu antara lain penanganan masalah limbah merkuri, pencemaran sungai dan pencemaran udara.
Untuk limbah merkuri, Karliansyah menjelaskan pihaknya bersama kepolisian telah menyepakati mulai 1 November ada operasi di semua daerah untuk memutus mata rantai distribusi merkuri.
"Kalau sudah jalan dan tidak ada operasi di lapangan seperti penambangan, maka kami bisa masuk di proses pemulihan," kata dia.
Proses pemulihan itu, kata dia, dibagi menjadi dua. Pertama daerah-daerah tambang langsung ratakan. Sementara untuk daerah pengolahan tidak bisa langsung diratakan karena harus ditarik dulu logam beratnya terlebih dahulu.
Dia mengatakan KLHK telah bekerja sama dengan Badan Pengajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan tenaga Nuklir Nasional (BATAN), di beberapa pertambangan ada bakteri lokal yang bisa menyuburkan tanah dan menarik logam berat. Jika logam berat sudah ditarik dan daerah netral baru direhabilitasi.
Ditanya terkait proses pemulihan, Karliansyah menjelaskan semua tergantung kerusakan. Di Gunung Botak, Maluku hanya butuh waktu dua minggu. Dia menegaskan, KLHK berupaya tak hanya memulihkan, tapi memberikan nilai dan manfaat untuk masyarakat.
"Ada dua pendekatan yang digunakan. Pertama Presiden Joko Widodo memberi arahan tidak menutup tambang rakyat, tapi menghentikan pemanfaatan merkuri. Sebenarnya masih bisa menggunakan sianida. Lagi proses di Lebak Banten, sistem bertahap tanpa merkuri," kata dia.
Kedua, diupayakan ada pendekatan sosial. Karliansyah mengungkapkan, ada sebagian masyarakat di daerah yang berminat untuk kayu putih. Untuk perusahaan jika masih memaksa melakukan penambangan, KLHK bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan meminta normalisasinya seperti apa.
Sementara terkait pemantauan kualitas udara di daerah. Karliansyah mengemukakan, di rangkaian acara akan disepakati spekifikasi dari alat pemantau udara di setiap daerah. Dulu, lanjutnya masing-masing daerah yang mempunyai uang membangun tapi tidak bisa langsung bekerja karena harus menstransfer data lalu diolah di pusat sehingga dua kali kerja.
"Kalau seperti Kalimantan Utara mereka membangun seperti spek dari pusat sehingga bisa langsung masuk ke jaringan. Kami akan membangun di 45 kota sampai tahun 2019. Saat ini ada 23 kota. Di kota di Pulau Kalimantan yang sering kebakaran hutan sudah aman," ujarnya.
Kedua, pada kesempatan ini format yang dibangun Pemkot Palembang yang mewajibkan semua angkutan memakai bahan bakar gas (BBG) bisa diadopsi di kota lain. "Dengan gas itu sangat signifikan, misal membangun jalur sepeda, jalan kaki. Kalau hanya satu kilometer lebih baik jalan kaki. Kalau lebih dari lima kilometer bisa naik kendaraan umum," tuturnya.(*)