Kediri (Antara Jatim) - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Kediri, Jawa Timur,
mendesak agar pemerintah menghapus rencana memungut Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) 10 persen untuk gula tebu, sebab membuat penjualan komoditas
ini lesu.
"Dampaknya sangat berat, karena ada nilai 10 persen. Ini yang terkena gula, harga menjadi lebih mahal dan ini nanti dampaknya ke petani," kata Ketua DPC APTRI PG Pesantren Baru Kota Kediri Suprayitno di Kediri, Kamis.
Ia mengatakan, aksi ini dilakukan sebagai upaya memberikan desakan pada pemerintah agar memasukkan komoditas gula sebagai barang yang bersifat strategis, sehingga tidak kena PPN 10 persen. Adanya rencana kebijakan itu membuat penjualan gula relatif menjadi lesu.
Di Jatim, total produksi gula biasanya sekitar 1,1 juta ton sampai 1,2 juta ton. Saat ini, yang sudah diproduksi masih sekitar 50 persen atu sekitar 500-600 ribu ton. Dari jumlah sekitar 500 ribu ton, yang berhasil terjual ke pasar baru sekitar 200 ribu ton.
Ia mengatakan, kondisi tersebut membuat stok barang menjadi menumpuk. Bahkan, selama hampir satu bulan ini tidak ada lelang komoditas gula, sebab ada PPN 10 persen itu. Dengan adanya PPN tersebut, harga gula menjadi lebih mahal.
Saat awal penjualan, harga gula adalah Rp11 ribu per kilogram, sehingga saat PPN disisihkan hanya tinggal Rp10 ribu per kilogram.
"Jika dijual ke siapapun pembelinya, saat jual harus menerbitkan faktur pajak 10 persen. Petani tidak kena, tapi gula mahal. Bahkan, mulai awal giling sudah diberlakukan, tapi pembeli mau membeli gula jika PPN disisihkan," katanya.
Walaupun produksi gula masih menumpuk, Suprayitno mengatakan untuk panen tebu masih terus dilakukan. Proses panen tebu tetap sesuai dengan jadwal dan waktu tebang, guna mencegah terjadinya kerugian pada petani. Panen tebu juga diharapkan tidak molor dari jadwal.
Suprayitno mengatakan APTRI juga mendesak agar pemerintah tidak lagi impor gula. Kebijakan impor gula membuat gula lokal kalah bersaing, sebab pedagang lebih memilih gula impor yang harganya jauh lebih murah ketimbang gula lokal.
"Kami ingin ada moratorium gula impor. Kami tidak ingin janji, tapi harus ada surat resmi. Ini dampaknya bagi petani besar. Harga gula impor murah, kalau di pasar dibanjiri gula impor, produksi lokal tidak laku. Pedagang beli yang lebih murah," ujarnya.
Suprayitno juga menambahkan, ia dengan rekan-rekannya sengaja melakukan aksi mogok dengan memarkir truk pengangkut tebu di tepi jalan. Aksi ini sebagai upaya desakan ke pemerintah agar memperhatikan harapan para petani dan seluruh anggota APTR lainnya.
Di APTRI Kediri, aksi dilakukan di sepanjang jalan menuju ke Pabrik Gula Pesantren Baru, Kota Kediri. Ada puluhan truk yang diparkir di sepanjang jalan menuju pabrik gula tersebut. Kondisi itu menyebabkan arus lalu lintas menjadi agak tersendat.
Dalam aksinya, selain memarkir kendaraan, mereka juga memasang beragam poster yang berisi tuntutan, misalnya "Bapak Jokowi-JK, gula petani murah dan tidak laku", "Hapus PPN gula dan stop gula impor", serta sejumlah poster lainnya. Poster tersebut dipasang di badan truk, sehingga setiap pengguna jalan yang melintas bisa membaca dengan jelas.
Sejumlah polisi juga mengawal aksi tersebut. Namun, setelah beberapa lama, massa yang terdiri dari anggota APTRI, petani, serta sopir truk pengangkut tebu itu membubarkan aksinya dan arus lalu lintas di jalur menuju PG Pesantren Baru, Kota Kediri, kembali lancar. (*)
"Dampaknya sangat berat, karena ada nilai 10 persen. Ini yang terkena gula, harga menjadi lebih mahal dan ini nanti dampaknya ke petani," kata Ketua DPC APTRI PG Pesantren Baru Kota Kediri Suprayitno di Kediri, Kamis.
Ia mengatakan, aksi ini dilakukan sebagai upaya memberikan desakan pada pemerintah agar memasukkan komoditas gula sebagai barang yang bersifat strategis, sehingga tidak kena PPN 10 persen. Adanya rencana kebijakan itu membuat penjualan gula relatif menjadi lesu.
Di Jatim, total produksi gula biasanya sekitar 1,1 juta ton sampai 1,2 juta ton. Saat ini, yang sudah diproduksi masih sekitar 50 persen atu sekitar 500-600 ribu ton. Dari jumlah sekitar 500 ribu ton, yang berhasil terjual ke pasar baru sekitar 200 ribu ton.
Ia mengatakan, kondisi tersebut membuat stok barang menjadi menumpuk. Bahkan, selama hampir satu bulan ini tidak ada lelang komoditas gula, sebab ada PPN 10 persen itu. Dengan adanya PPN tersebut, harga gula menjadi lebih mahal.
Saat awal penjualan, harga gula adalah Rp11 ribu per kilogram, sehingga saat PPN disisihkan hanya tinggal Rp10 ribu per kilogram.
"Jika dijual ke siapapun pembelinya, saat jual harus menerbitkan faktur pajak 10 persen. Petani tidak kena, tapi gula mahal. Bahkan, mulai awal giling sudah diberlakukan, tapi pembeli mau membeli gula jika PPN disisihkan," katanya.
Walaupun produksi gula masih menumpuk, Suprayitno mengatakan untuk panen tebu masih terus dilakukan. Proses panen tebu tetap sesuai dengan jadwal dan waktu tebang, guna mencegah terjadinya kerugian pada petani. Panen tebu juga diharapkan tidak molor dari jadwal.
Suprayitno mengatakan APTRI juga mendesak agar pemerintah tidak lagi impor gula. Kebijakan impor gula membuat gula lokal kalah bersaing, sebab pedagang lebih memilih gula impor yang harganya jauh lebih murah ketimbang gula lokal.
"Kami ingin ada moratorium gula impor. Kami tidak ingin janji, tapi harus ada surat resmi. Ini dampaknya bagi petani besar. Harga gula impor murah, kalau di pasar dibanjiri gula impor, produksi lokal tidak laku. Pedagang beli yang lebih murah," ujarnya.
Suprayitno juga menambahkan, ia dengan rekan-rekannya sengaja melakukan aksi mogok dengan memarkir truk pengangkut tebu di tepi jalan. Aksi ini sebagai upaya desakan ke pemerintah agar memperhatikan harapan para petani dan seluruh anggota APTR lainnya.
Di APTRI Kediri, aksi dilakukan di sepanjang jalan menuju ke Pabrik Gula Pesantren Baru, Kota Kediri. Ada puluhan truk yang diparkir di sepanjang jalan menuju pabrik gula tersebut. Kondisi itu menyebabkan arus lalu lintas menjadi agak tersendat.
Dalam aksinya, selain memarkir kendaraan, mereka juga memasang beragam poster yang berisi tuntutan, misalnya "Bapak Jokowi-JK, gula petani murah dan tidak laku", "Hapus PPN gula dan stop gula impor", serta sejumlah poster lainnya. Poster tersebut dipasang di badan truk, sehingga setiap pengguna jalan yang melintas bisa membaca dengan jelas.
Sejumlah polisi juga mengawal aksi tersebut. Namun, setelah beberapa lama, massa yang terdiri dari anggota APTRI, petani, serta sopir truk pengangkut tebu itu membubarkan aksinya dan arus lalu lintas di jalur menuju PG Pesantren Baru, Kota Kediri, kembali lancar. (*)