Surabaya (Antara Jatim) - Komisi D Bidang Kesra DPRD Kota Surabaya menilai Peraturun Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2014 yang mewajibkan angkot berbadan hukum memberatkan para sopir angkutan kota (angkot).
"Para sopir angkot pada saat pengurusan balik nama atau uji kir harus berbadan hukum. Sedangkan untuk mengurus berbadan hukum itu kan tidak murah. Nah hal inilah yang memberatkan para sopir angkot tersebut," kata Ketua Komisi D DPRD Surabaya Agustin Poliana di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, untuk mengurus badan hukum diperlukan dana yang cukup besar, sekitar Rp2-3 juta. Selain itu, para pemilik angkot tidak mengurus seorang diri, harus berkelompok dengan pemilik angkot lainnya.
Agustin Poliana menambahkan bahwa untuk mencari rezeki demi menghidupi keluarga saja, saat ini mereka sudah kesulitan, apalagi harus mengurus badan hukum untuk angkotnya. Persaingan angkutan semakin ketat, dengan adanya Gojek ini juga mempengaruhi pendapatan para sopir angkot.
"Harapan kami di Komisi D agar aturan itu bisa ditelaah lagi sebelum dilaksanakan. Harapan kami Pemerintah Kota Surabaya tidak memberlakukan dulu. Sebab kalau berbadan hukum itu kan harus berkelompok. Padahal angkot ini kan milik pribadi sopir-sopir itu," katanya.
Dia berjanji secepatnya akan berkirim surat ke Pimpinan DPRD Surabaya terkait aspirasi para sopir angkot ini, agar disampaikan ke Wali Kota Surabaya dan Gubernur Jawa Timur.
"Kalau PP itu dianggap memberatkan masyarakat, maka harus ditinjau ulang pelaksanaannya. Minimal ditunda pelaksanaannya atau PP itu direvisi," katanya.
Sebelumnya ratusan sopir angkot yang mengatasnamakan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Surabaya mendatangi gedung DPRD Surabaya di Jalan Yos Sudarso, Kamis siang. Kedatangan mereka sempat membuat kawasan di sekitar macet seperti ruas jalan seperti Jalan Pemuda, Jalan Gubernur Suryo, dan Panglima Sudirman.
Ketua KSPSI Kota Surabaya Menurut Dendy Priyatno mengatakan seluruh sopolir armada Angkutan Kota Surabaya melakukan aksi turun jalan untuk menolak Peraturan Pemerintah yang tidak memihak kepada kepentingan rakyat bawah.
"PP 74 Tahun 2014 bukan harga mati. Hanya mateni (membunuh) Pemilik Angkutan Kota," ujarnya.
Dia meminta agar PP 74 Tahun 2014 dicabut. Dengan ketentuan itu, setiap angkot yang mau bayar pajak, kir, dan balik nama harus dalam satu wadah koperasi berbadan hukum.
Ketua Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI) Surabaya Ahmad Subekti menambahkan, dua bulan sebelumnya pihak Pemprov Jatim sempat menjanjikan akan mempermudah balik nama, perpanjangan izin dan lain sebagainya.
"Namun kenyataannya mereka ingkar janji. Sekdaprov Jatim malah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 14 yang isinya melarang perpanjangan Kir atas nama pribadi, harus berbadan hukum," ujarnya.
Pada kesempatan itu, para pengurus KSPSI ini menyatakan bahwa pihaknya akan menunggu solusi terbaik dari Pemkot Surabaya maupun Pemprov Jatim. (*)
DPRD Surabaya : PP 74/2014 Memberatkan Sopir Angkot
Kamis, 19 November 2015 20:08 WIB
Para sopir angkot pada saat pengurusan balik nama atau uji kir harus berbadan hukum. Sedangkan untuk mengurus berbadan hukum itu kan tidak murah. Nah hal inilah yang memberatkan para sopir angkot tersebut