Surabaya (Antara Jatim) - Dosen ITS Surabaya Josef Prijotomo menjadi salah seorang penerima Tanda Kehormatan Satyalencana Kebudayaan 2015 dari Direktorat Kebudayaan Kemdikbud karena turut melestarikan kebudayaan Indonesia melalui pendidikan Arsitektur Nusantara.
"Awal Agustus lalu, saya menerima sebuah pesan dari orang yang tidak saya kenal. Pesan yang mengatasnamakan Kemdikbud itu menyatakan bahwa saya terpilih sebagai calon penerima anugerah kebudayaan. Dalam pesan tersebut, saya diajak untuk wawancara," kata Prof. Dr. Ir. Josef Prijotomo, M.Arch di Surabaya, Sabtu.
Ia menjelaskan bahwa wawancara tersebut menjadi media pengenalan dirinya kepada publik, apalagi hasil wawancara itu akan dibacakan dalam penerimaan penghargaan yang rencananya diserahkan di Jakarta pada tanggal 21 September mendatang.
"Saya tidak menyangka akan menerima tanda kehormatan tersebut sebab saya merasa hanya melakukan tugas sebagai dosen. Saya tidak pernah merasa mengejar prestasi itu," ungkap Guru Besar Jurusan Arsitektur ITS itu.
Ia mulai menyukai Arsitektur Nusantara ketika diminta mengajar mata kuliah itu pada tahun 1980. Awalnya, dia tidak menyukai Arsitektur Nusantara sebab pengetahuan terkait dengan itu sangat minim.
Namun, karena ditugasi mengajar materi tersebut, pria berkumis itu terdorong untuk menggali lebih banyak lagi tentang Arsitektur Nusantara.
"Saat itulah saya menemukan banyak hal yang membuat saya tercengang," katanya.
Menurut dia, tidak banyak orang yang menyukai Arsitektur Nusantara, bahkan ada yang mengatakan bahwa Arsitektur Nusantara bersifat mistis dan klenik. Akan tetapi, setelah dirinya banyak menyelidiki Arsitektur Nusantara, hal itu tidaklah demikian.
"Kebanyakan dosen dan mahasiswa lebih suka mengadopsi konsep Arsitektur Eropa, padahal Arsitektur Nusantara tidak kalah dengan bangunan berkonsep 'green and sustainable'. Tidak banyak orang yang mengerti akan hal itu," katanya.
Bagi Josef, sangat penting rasanya untuk menumbuhkan kecintaan terhadap budaya sendiri. Budaya tidak hanya tercermin dari pakaian dan tari-tarian, tetapi juga dapat dilihat dari konsep bangunan dan arsitekturnya.
"Biasakanlah mengenakan ciri dan budaya sendiri. Jangan sampai orang lain datang merebutnya," katanya. (*)
Dosen ITS Terima Satyalencana Kebudayaan 2015
Sabtu, 19 September 2015 14:54 WIB
Saya tidak menyangka akan menerima tanda kehormatan tersebut sebab saya merasa hanya melakukan tugas sebagai dosen. Saya tidak pernah merasa mengejar prestasi itu