Di awal munculnya teknologi seluler, bangsa Indonesia boleh dikatakan tertinggal dalam teknologi yang dalam istilah nasional disebut juga dengan gawai ini.
Masuk ke Tanah Air pada akhir tahun 1990-an atau awal tahun 2000-an, teknologi yang dalam bahasa asing dikenal dengan sebutan "handphone" ini kali pertama dianggap sebagai "barang mahal" serta hanya dimiliki orang-orang tertentu.
Awalnya, dulu kita kenal teknologi pager dan untuk mengirim pesan terlebih dahulu kita diharuskan menelpon "call center" yakni penyedia alat itu, agar pesan dari kita bisa disampaikan kepada pemegang pager.
Begitu ribetnya teknologi ini karena harus menggunakan orang kedua untuk mengirim pesan, kemudian muncullah lagi teknologi baru yang disebut dengan seluler berbasis "Advance Mobile System" atau dalam bahasa umum dikenal dengan handphone AMPS, yang merupakan teknologi lanjutan setelah pager.
Dalam ukuran tahun, teknologi ini sebenarnya sudah dikenal lama di negara-negara Eropa dan sesuai beberapa catatan, teknologi ini dikenal masyarakat Eropa pada sekitar tahun 1970-an, namun baru masuk ke Indonesia sekitar akhir tahun 1990-an.
Namun demikian, keterlambatan menerima kemajuan teknologi bukan dikarenakan bangsa ini tidak bisa, melainkan adanya ketakutan bangsa luar jika teknologi canggih itu masuk ke Tanah Air akan percuma, sebab mereka (bangsa luar) menyadari potensi kekuatan bangsa Indonesia yang sangat cerdas dalam memanfaatkan setiap teknologi yang masuk.
Perlahan-lahan ketakutan itu terbukti dengan terciptanya teknologi 4G atau "Fourth-generation Technology" atau standar generasi keempat telepon seluler setelah 2G dan 3G yang diciptakan pria asal Kediri, Jawa Timur, yakni Prof Khoirul Anwar.
Pria lulusan ITB Bandung Jurusan Teknik Elektro dengan predikat cumlaude itu mampu membuat terobosan dengan menciptakan teknologi 4G yang bermanfaat untuk berbagai perlengkapan elektronik, seperti telepon pintar serta modem USB, bahkan teknologi ini sangat bermanfaat untuk kecepatan internet di seluruh dunia.
Kemudian, beberapa aplikasi yang telah mendunia lainnya seperti "Kaskus" yang diciptakan Andrew Darwis dan Ronald Stephanus yang kini menempuh pendidikan di Amerika Serikat, dan yang terbaru adalah "GO-Jek" yang merupakan aplikasi gratis untuk memodernisasi tukang ojek di Indoneisa yang diciptakan Nadiem Makarim.
Tidak itu saja, aplikasi pendeteksi bencana di kacamata google atau "google glass" merupakan hasil karya anak bangsa yang kini juga mendunia, dan diciptakan masing-masing oleh Daniel Baskoro, Zamahsyari, Bahrunnur, Sabrina Anggraini dan Maulana Rizki Aditama.
Begitu besarnya potensi sumber daya manusia Indonesia sehingga beberapa pakar dunia juga merasa takut akan kebangkitan negeri yang juga bernama Nusantara ini.
Pakar dunia menilai, Indonesia adalah "surganya" dunia, sebab tidak hanya manusianya yang memiliki keunggulan, namun juga didukung dengan kekayaan sumber alam yang melimpah, bahkan satu-satunya negara di dunia yang memiliki "Gunung Emas".
Kini, bangsa Indonesia sudah memasuki usia ke 70 tahun yang merupakan usia tidak muda lagi untuk ukuran manusia, namun bagi bangsa ini ukuran itu tidak berlaku, sebab rasa kebanggaan memiliki negeri ini adalah kekuatan yang terus menyala.
Kebanggaan itu pula yang menjadi pondasi untuk terus berkreasi, karena kemerdekaan bangsa ini bukanlah pemberian, melainkan hasil perjuangan kreatif dari pejuang pendahulu republik ini.
Dirgahayu Negeriku, Aku Bangga Lahir Di sini.. Aku Bajoi ! (Bangga Jadi Orang Indonesia)... (*).
Bangga Jadi Orang Indonesia
Senin, 17 Agustus 2015 16:26 WIB
Namun demikian, keterlambatan menerima kemajuan teknologi bukan dikarenakan bangsa ini tidak bisa, melainkan adanya ketakutan bangsa luar jika teknologi canggih itu masuk ke Tanah Air akan percuma, sebab mereka (bangsa luar) menyadari potensi kekuatan bangsa Indonesia yang sangat cerdas dalam memanfaatkan setiap teknologi yang masuk.