Hampir tiga pekan status Gunung Raung meningkat dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III) sejak 29 Juni 2015 dan letusan-letusan kecil terjadi setiap saat, namun dampak yang luar biasa baru dirasakan selama sepekan terakhir, khususnya di sektor penerbangan.
Kementerian Perhubungan sempat menutup lima bandara pada 10 Juli 2015 akibat sebaran abu vulkanik gunung yang memiliki ketinggian 3.332 mdpl yakni Bandara Internasional Lombok, Bandara Selaparang Lombok, Bandara Notohadinegoro Jember, Bandara Blimbingsari Banyuwangi, dan Bandara Ngurah Rai Bali.
Bahkan pada H-1 Lebaran, Bandara Juanda Surabaya dan Abdurrahman Saleh Malang juga ditutup hingga menyebabkan ratusan jadwal penerbangan ditunda dan ribuan penumpang harus menunda mudik untuk pulang ke kampung halamannya.
Saat Lebaran, aktivitas gunung yang berada di perbatasan Jember, Bondowoso, dan Banyuwangi tersebut perlahan-lahan menurun dan aktivitas penerbangan di Bandara Juanda sudah dibuka, meskipun tiga bandara masih ditutup hingga Jumat (17/7) yakni Bandara Blimbingsari Banyuwangi, Bandara Notohadinegoro Jember, dan Bandara Abdulrachman Saleh Malang.
Momentum Hari Raya Idul Fitri memang tidak bisa terlepas dengan tradisi mudik, sehingga berbagai cara apapun akan ditempuh pemudik untuk bisa sampai ke kampung halaman tercinta.
Pemudik yang menuju Jember pun terpaksa harus menggunakan moda transportasi darat yang memakan waktu sekitar 4-5 jam dari Surabaya karena aktivitas penerbangan di Bandara Notohadinegoro Jember ditutup sejak Senin (13/7) akibat abu vulkanik Gunung Raung. Atau, bahkan ada pemudik yang terpaksa mendarat di Semarang, lalu menempuh perjalanan darat hingga 11-12 jam ke Bondowoso.
Tidak hanya itu, hujan abu erupsi gunung yang memiliki kaldera cukup luas itu juga mengharuskan pemudik yang menggunakan kendaraan roda dua harus menggunakan masker dan berhati-hati selama perjalanan karena guyuran abu vulkanik cukup deras pada malam hari.
Dan, alhamdulillah Hari Raya Idul Fitri 1436 Hijriah yang dinanti Muslim akhirnya tiba dan nuansa kegembiraan dengan penuh gegap gempita bisa dirasakan, meskipun hujan abu vulkanik Raung masih mengguyur sebagian wilayah di Jember.
Bahkan, sebagian umat muslim yang menjalankan ibadah shalat Id terpaksa menggunakan masker karena hujan abu sangat tipis masih mengguyur wilayah setempat, namun turunnya debu vulkanik tidak mengurangi kekhusyukan mereka menunaikan ibadah shalat Id di tempat terbuka.
Setelah shalat usai, merayakan Hari Kemenangan juga tidak terlepas dengan tradisi silaturahmi ke sanak saudara, teman, tetangga, dan kerabat jauh hanya untuk sekadar berjabat tangan bermaaf-maafan.
Lagi-lagi, debu vulkanik yang masih bertebaran tak menyurutkan umat Islam untuk bertandang ke rumah sanak saudara dan rasa suka cita kegembiraan seakan menghapus rasa kecemasan akan erupsi gunung yang berketinggian 3.332 mdpl yang terjadi terus menerus.
Di Hari Raya Idul Fitri, saat itulah kesempatan kita untuk menjalin silaturahmi pada kerabat yang telah lama terpisah dan silaturahmi memberikan semangat yang luar biasa untuk mempererat persaudaraan karena semangat itu membuat mereka rela menempuh ribuan kilometer dan ratusan jam perjalanan hanya untuk berjabat tangan guna memohon maaf lahir batin.
Silaturahmi bukan saja memberikan kesempatan bagi kita untuk dapat sekadar melepas rindu, tetapi juga cara kita untuk melakukan ibadah dan mempererat tali persaudaraan, meskipun di tengah kondisi Gunung Raung yang "batuk-batuk" untuk menyemburkan abu vulkanik yang mengganggu aktivitas warga.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin, semoga 1 Syawal menjadi momentum untuk kembali fitri dan semoga Gunung Raung tidak kembali "meraung-raung", agar silaturahmi menjalin tali persaudaraan sesama Muslim dapat berjalan lancar. Amin... (*)