Bromo Masih Jadi Magnet Wisata Alam
Selasa, 6 Januari 2015 4:02 WIB
Oleh Atman Ahdiat
Cerita mengenai pesona Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Jawa Timur yang selama ini hanya disaksikan melalui layar televisi maupun media cetak, membuat Yulsi Herawati (36), warga Bekasi, Jawa Barat, merasa penasaran.
Karena itu ia nekat memboyong kedua putrinya yang masih SD untuk berlibur sambil berpetualang ke salah satu tujuan wisata andalan Jawa Timur yang terletak di empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang itu pada akhir Desember lalu.
Keinginan untuk berwisata ke alam terbuka tersebut semakin kuat setelah kedua anaknya, Asyilla (11) dan Clarissa (7) juga merengek-rengek minta liburan ke Bromo setelah melihat keindahan Bukit Telettubbies dalam sebuah tayangan televisi.
Dimanakan Bukit Teletubbies karena memang mirip dengan bukit-bukit hijau seperti dalam cerita anak-anak di televisi yang sangat digemari anak-anak.
Setelah berselancar mencari informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan Bromo melalui berbagai situs wisata, wanita yang sehari-hari berprofesi sebagai guru SMK di Bekasi itu pun memutuskan untuk berangkat dengan mobil pribadi dengan alasan bisa menikmati perjalanan.
Karena sang suami yang seorang pengusaha tidak bisa mendampingi, wanita asal Payakumbuh, Sumatera Barat, itu pun mengajak saudara agar bisa bergantian menyetir karena perjalanan yang harus ditempuh dari Bekasi sampai ke Bromo serta kota-kota lainnya di Pulau Jawa tidak kurang dari dari 2.000 Km.
Segala sesuatunya pun disiapkan secara matang, mulai dari perlengkapan baju untuk mengusir udara dingin, sepatu khusus untuk naik gunung, penutup kepala, sarung tangan, jas hujan, senter dan obat-obatan.
Setelah menempuh perjalanan selama lebih dari 20 jam dari Bekasi melewati rute jalur selatan Pulau Jawa, Yulsi dan rombongan yang terdiri atas tujuh orang, tiga di antaranya anak-anak, akhirnya sampai siang hari di Bromo dan langsung istirahat di hotel yang sudah dipesan jauh-jauh hari.
Petualangan sebenarnya baru akan dimulai dini hari, yaitu ketika mereka dibangunkan oleh pemandu wisata atau pemilik hotel pada pukul 03.00 WIB, saat mereka harus berangkat menuju Bukit Penanjakan. Bukit Penanjakan adalah tujuan pertama dari rangkaian tur keliling Bromo karena di sanalah tempat paling ideal untuk menyaksikan matahari terbit dari ufuk timur.
Konsep wisata ke Gunung Bromo sama sekali berbeda dengan yang dibayangkan oleh masyarakat awam, dimana pendaki harus bersusah payah mendaki gunung terjal dan berbatu dengan berjalan kaki untuk mencapai puncak.
Di Bromo, pengunjung akan diantar ke Bukit Penanjakan setinggi 2.700 meter di atas permukaan laut dengan jip hardtop, melalui jalan kecil yang sudah beraspal. Demikian pula saat menikmati objek lain di kawasan taman nasional Bromo, seperti Pasir Berbisik, Padang Savannah dan Bukit Telettubbies.
Yulsi dan rombongan pun terkejut ketika mendapati bahwa meski jam baru menunjukkan pukul 03.00 dini hari, ternyata di sepanjang jalan yang sempit di depan hotel sudah berderet sekitar 700 mobil jenis hardtop yang akan mengantar ribuan wisatawan yang akan berangkat ke Bukit Penanjakan. Jika satu mobil jip tersebut berisi rata-rata lima penumpang saja, berarti terdapat sekitar 3.500 pengunjung yang akan menuju puncak untuk menyaksikan keindahan matahari terbit.
"Seharusnya kita berangkat pukul 02.00 supaya tidak terjebak macet menuju Bukit Penanjakan. Maklum, sekarang kan musim libur sehingga banyak sekali pengunjung," kata Purnomo (25), sopir jip yang sekaligus berperan sebagai pemandu wisata.
Masih Jadi Magnet
Kawasan Bromo dengan segala keindahan dan keunikannya masih tetap menjadi magnet bagi mereka yang menyukai wisata alam terbuka. Tidak mengherankan jika setiap musim liburan, kawasan yang terletak sekitar 85 Km dari Surabaya atau sekitar 60 Km dari Malang tersebut selalu ramai dikunjungi.
Seperti yang terlihat pada akhir Desember lalu, ribuan orang tampak berdesak-desakan di Bukit Penanjakan saat menanti terbitnya matahari yang menyembul dari Gunung Semeru. Pengunjung dari berbagai usia, mulai dari bayi yang masih dalam gendongan, sampai orang tua duduk di kursi roda, rela bersusah payah menaiki bukit, hanya demi untuk menyambut kedatangan sang surya.
Bagi mereka yang baru pertama kali ke Bromo, akan terkesima ketika mengalami perubahan suasana, yaitu ketika sinar matahari yang memendarkan cahaya keemasan di balik Gunung Semeru dan kemudian menerangi seluruh kawasan. Dari kejauhan, terhampar pemandangan yang mengagumkan, ibarat lukisan di atas kanvas, yaitu Gunung Batok yang berdiri megah dengan latar belakang kawah Gunung Bromo yang mengepulkan asap putih.
Pemandangan yang tersaji dari Bukit Penanjakan itulah yang menjadi ikon wisata Bromo dan banyak beredar di berbagai brosur-brosur wisata yang menawarkan paket wisata. Bromo tidak hanya menjadi tujuan wisata andalan Jawa Timur, tapi juga Indonesia karena keindahan dan keunikan budaya masyarakat setempat yang sudah mendunia.
Sayangnya keindahan alam Bromo tidak disertai dengan kesadaran pengunjung dalam menjaga kebersihan. Ketika mahatari mulai terang benderang dan pengunjung mulai meninggalkan Bukit Penanjakan, yang tersisa adalah tumpukan kertas koran bekas yang sebelumnya digunakan sebagai alas duduk.
"Susah memang untuk mengajak pengunjung disiplin dalam menjaga kelestarian lingkungan. Mereka hanya mau menikmati keindahan alam, tapi tidak menghargai kebersihan, membuang sampang sembarangan," gerutu Purnomo, pemandu wisata yang berasal dari Malang itu.
Usai menyaksikan pesona matahari terbit di Penanjakan, ratusan jip hardtop itu pun kemudian berbalik arah menuju lokasi lainnya, yaitu kawah Gunung Bromo yang masih aktif. Seperti saat menuju Penanjakan, kemacetan pun kembali terjadi karena jalanan yang sempit dan hanya cukup untuk satu mobil.
Purnomo, mantan guru yang banting profesi menjadi pemandu wisata itu dengan gesit mengemudikan kendaraannya menuju kawah Bromo melalui lautan pasir. Pria berperakan kecil tersebut tampak sudah sangat hapal dengan kondisi jalan berpasir, tapi tetap berhati-hati khawatir mobil melewati kondisi jalan yang lunak.
Sesampai di dekat kawah Gunung Bromo, suasana ternyata justru lebih ramai karena ribuan orang sudah antre, baik untuk naik maupun menuruni anak tangga. Pengunjung yang tidak sabar ingin cepat-cepat sampai di puncak, bisa menyewa kuda dari arena parkir kendaraan sebelum kemudian naik anak tangga yang berjumlah lebih dari 200 dan cukup menguras tenaga.
Selain padang savanna Bukit Telettubbies, tempat menarik lain yang tidak boleh dilewatkan adalah Pasir Berbisik, yaitu padang pasir luas yang mengeluarkan uap berwarna putih serta deru angin yang bertiup membawa butiran-butiran pasir yang seolah menyerukan keindahan alam yang dimiliki Bromo.
Nama Pasir Berbisik memang berkaitan dengan judul film yang disutradarai Garin Nugroho dengan bintang utama Dian Sastro itu. (*)
(Foto: almarhum Musyawir)