"Seperti udara, kasih yang engkau berikan." Begitu penyanyi Iwan Fals melukiskan kelembutan seorang ibu. Seorang ibu bisa menggantikan peran siapa saja dalam keluarga. Ia bisa menjadi bapak pencari nafkah, menjadi pengasuh yang merawat dan membesarkan anak, menjadi guru, termasuk menjadi koki andal yang menyediakan masakan untuk anak-anaknya. Bahkan, peran ibu tidak bisa tergantikan saat ia mengandung, melahirkan dan menyusui anaknya. Dari sisi agama, banyak ajaran yang menganjurkan kita agar berbakti kepada kedua orang tua, khususnya ibu. Seperti hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, "Ada seorang laki-laki mendatangi Rasulullah dan berkata, 'Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak menerima baktiku?' 'Ibumu,' jawab beliau. 'Kemudian siapa?' lanjutnya. 'Ibumu.' 'Lalu, siapa lagi?' tanyanya lagi. 'Ibumu.' 'Kemudian, siapa lagi?' 'Ayahmu,' jawab beliau." (HR Bukhari dan Muslim). Menghormati ibu seperti yang dianjurkan oleh Nabi itu menekankan agar kita selalu mengingat dan memuliakannya. Bahkan perintah dari Allah agar kita berbakti kepada kedua orang tua, termasuk ibu, juga ada di beberapa firman-Nya. "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (Qs. Al-Israa: 23) Perintah "Jangan sekali-kali mengatakan 'ah' kepada orang tua, termasuk ibu", karena itu adalah bentuk ucapan yang kasar dan menyakiti perasaanya, oleh karenaya kita dianjurkan untuk berturutur kata yang lembut dan bersikap sopan kepada ibu. Tapi bagaimana dengan berita yang dirilis media beberapa waktu lalu? Seorang anak dan menantu begitu tega memperkarakan ibunya yang sudah tua renta di pengadilan hanya karena sebidang tanah. Sudah matikah rasa cinta, empati dan hati nurani sang anak kepada ibunya itu? "Saya sudah capek harus menjalani persidangan ini," demikian kalimat yang sempat terucap oleh Ibu Fatimah, ibu berusia 90 tahun, karena harus menghadapi tuntutan sang anak di pengadilan. Siapa pun orangnya, tidak ada yang membenarkan perilaku anak yang memperkarakan ibunya ke pengadilan, kecuali hati nuraninya sudah mati dan menilai hanya harta yang bisa menyelamatkan dirinya dari kesulitan ekonomi. Si anak lupa bahwa masih ada "tangan" yang lebih berkuasa untuk bisa memberikan pertolongan dan memberikan jalan dalam menghadapi setiap kesulitan. Diakui tidak mudah bagi seorang anak melaksanakan atau menerima "perintah" ibu, karena seringkali sudut pandang seorang ibu dengan anaknya tidak sama. Anak cenderung berontak, karena ingin merealisasikan kemauannya, sementara ibu cenderung ingin anaknya menerima saran atau nasihatnya berdasarkan pengalaman yang pernah ia jalani. Pada peringatan Hari Ibu yang dirayakan setiap 22 Desember ini tidak ada salahnya dijadikan sebagai momentum untuk introspeksi diri. Sudah seberapa besar balas jasa seorang anak terhadap pengorbanan ibunya? "Kado" istimewa apa yang bisa diberikan sebagai ungkapan rasa sayang seorang anak kepada ibunya? Sekalipun sudah bisa ditebak, tidak ada ibu yang ingin menyusahkan anaknya, atau mengaharapkan kado termahal dari anaknya, kecuali hadiah dalam bentuk perhatian di saat ia sudah mulai lemah secara fisik, seperti pendengaran dan penglihatan. Meski sejatinya peringatan Hari Ibu saat ini kurang sejalan dengan makna kegiatan perempuan yang dilakukan pada masa perjuangan dahulu, sehingga pemerintah meresmikannya secara nasional setiap tanggal 22 Desember, tapi kita boleh saja memaknainya dengan cara kita untuk ikut memperingati setiap tanggal 22 Desember. Untuk itu, janganlah disia-siakan kesempatan baik ini, terutama bagi mereka yang masih memiliki ibu, untuk menyenangkan hatinya, jangan pernah menyakitinya. Bukankah "Surga ada di telapak kaki ibu?" Ungkapan tersebut memiliki makna yang sangat dalam. Memang secara harfiah bukan di telapak kaki ibu ada surga, tapi bakti kita dalam kehidupan sehari-hari untuk ibu merupakan lahan untuk tempat kita "berinvestasi" agar kita dapat menuai hasilnya seperti yang dijanjikan Allah, yakni surga. Penyair terkemuka asal Madura D Zawawi Imron dalam puisi berjudul "Ibu" menulis, "Kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan//namamu, ibu, yang kan kusebut paling dahulu//lantaran aku tahu engkau ibu dan aku anakmu//" Selamat Hari Ibu. (*)
Ibu itu Lahan "Investasi"
Sabtu, 20 Desember 2014 16:12 WIB