Legislator Pamekasan Minta Pemkab Selesaikan Kasus Hotel
Selasa, 2 September 2014 20:58 WIB
Pamekasan (Antara Jatim) - Anggota DPRD dari Partai Amanat Nasional (PAN) Pamekasan, Jawa Timur, Hosnan Achmadi, minta pemkab setempat segera menyesaikan masalah kasus pembangunan hotel di Desa Ambat, Kecamatan Tlanakan, yang dihentikan pembangunannya dengan alasan karena dikhawatirkan akan menjadi tempat maksiat.
"Selama kasus hotel Ambat Tlanakan itu belum beroperasi dan tetap disegel seperti saat ini, maka jangan harap akan ada investor masuk ke Pamekasan," kata Hosnan Achmadi di Pamekasan, Selasa.
Menurut Hosnan, gara-gara kebijakan pemkab yang menghentikan pembangunan hotel berbintang di Pamekasan ini, maka hingga kini tidak ada investor yang mau berinvestasi di Pamekasan dengan berbagai pertimbangan.
Dari sisi administrasi, katanya, pemilik hotel itu memang keliru, karena tanpa mengurus izin terlebih dahulu. Namun, disisi lain, pemkab juga tidak mau membantu investor memberikan kemudahan dan menciptakan rasa aman. Sehingga hotel itu kemudian disegal dan sampai saat ini belum bisa beroperasi.
"Padahal nilai pembengunan hotel itu mencapai miliaran rupiah," kata Hosnan.
Politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) Pamekasan ini lebih lanjut menjelaskan, selama hotel berbintang yang beralamat di Jalan Raya Desa Ambat, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan itu belum beroperasi dan segelnya tetap belum dibuka oleh Pemkab Pamekasan, maka hotel itu menurutnya akan menjadi "monumen" gagalnya investasi di Pamekasan.
Selain lokasinya strategis, yakni terletak di jalan provinsi di jalur pantai selatan Pamekasan, juga kasus penyegelan hotel akan menjadi sejarah buruk tentang investasi di Pamekasan.
"Akan ada anggapan bagi kalangan investor, bahwa di Kabupaten Pamekasan ini tidak akan ada jaminan keamanan dalam berinvestasi, dan seolah-oleh pemerintah daerah tidak butuh pada investor," katanya.
Padahal, katanya, daerah yang maju apabila banyak investor yang bersedia menanamkan modalnya. Ia mencontohkan seperti di Kota Batu dan Kabupaten Malang, serta sejumlah daerah yang maju lainnya, baik di Jawa Timur ataupun di luar Jawa.
Selain jaminan keamanan berinvestasi, serta kemudahan bagi investor dalam mengurus izin, yang juga sering menjadi pertimbangan ada gema penerapan syariat Islam.
Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini lebih lanjut menjelaskan, penerapan syariat Islam melalui program Gerakan Pembangunan Masyarakat Islami (Gerbang Salam) kini telah menjadi opini di sebagian investor bahwa Gerbang Salam antikemajuan.
"Selain memang karena dari sisi izin belum mengantongi, kan yang menjadi alasan kuat mengapa ada gerakan ulama menutup hotel itu, karena kan dikhawatirkan hotel tersebut akan menjadi sarang berbuat maksial," katanya.
"Jika hal ini terus menjadi landasan, maka jangan harap akan banyak investor yang akan bersedia menanamkan modalnya di Pamekasan ini," imbuh Hosnan.
Oleh karenanya, sambung Hosnan, pihaknya mendorong Pemkab Pamekasan hendaknya segera menyelesaikan persoalan pembangunan hotel berbintang di Desa Ambat, Kecamatan Tlanakan itu, sebelum mengajak para invesntor berinvestasi di Pamekasan. Sebab, jika persoalan hotel belum selesai, maka jangan berharap akan ada investor luar Madura yang mau berinvestasi di Pamekasan.
Kasus lain yang juga menjadi cacatan merah bagi kalangan investor untuk berinvestasi di Pamekasan menurutnya adalah kasus pembakaran alat-alat bor dalam proyek ekplorasi migas di Kecamatan Pelangaan beberapa tahun lalu.
Pengegelan hotel berbintang milik PT Limousin dilakukan Pemkab Pamekasan atas desakan sejumlah ulama dengan alasan karena dikhawatirkan menjadi ajang maksial pada tanggal 27 April 2011 dan hingga saat ini tetap belum dibuka, meski pemilik hotel telah menyatakan bersedia akan melakukan pengelolaan sesuai dengan syariat Islam. (*)