KPK: Pemerasan Terhadap TKI Sistematis Libatkan BNP2TKI
Rabu, 6 Agustus 2014 19:14 WIB
Oleh Desca Lidya Natalia
Jakarta (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi menilai bahwa pemerasan yang dilakukan terhadap tenaga kerja Indonesia dari luar negeri saat tiba di bandar udara terjadi secara sistematis, terstruktur dan masif, melibatkan oknum BNP2TKI.
"Sistematis itu artinya peristiwa pemerasan terjadi sejak 2004 hanya berubah nama dan pengelola, sebenarnya hanya ganti 'casing' saja. Artinya secara sistemik tata kelolanya bermasalah, sedangkan terstruktur maksudnya orang yang seharusnya pensiun dipekerjakan kembali oleh BNP2TKI dan masif adalah perbuatan pemerasan itu terjadi di banyak tempat, bukan hanya di Soekarno Hatta," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu.
Adnan menyampaikan hal itu seusai bertemu dengan lembaga swadaya masyarakat Migrant Care yang dipimpin koordinatornya Anis Hidayah bersama dengan sejumlah TKI yang mengalami pemerasaan saat tiba di tanah air.
"Menurut Migrant Care, masif itu dilakukan bukan hanya oleh BNP2TKI (Badan Nasional Penempetan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia), bahkan katanya ada anggota DPR RI yang punya PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) dan perusahaan travel," tambah Adnan.
Anis Hidayah mengakui bahwa terdapat 6 anggota DPR yang memiliki PJTKI.
"Ada 6 anggota DPR, kami tidak akan menyampaikan di sini tapi kami sudah ungkapkan kepada KPK di komisi berapa, dan perusahaannya apa, itu adalah abuse of power dengan pola sistematis, terstruktur dan masif, jadi bukan hanya menghambat reformasi regulasi tapi juga perlindungan TKI," kata Anis.
Anis pun mengungkapkan ada 10 modus dan 10 titik rawan pemerasan yang terjadi kepada TKI.
"Mulai dari pemaksaan porter barang, regulasi penukaran uang, tarif angkutan yang tidak wajar, pemaksaan pengiriman barang lewat kargo, kemudian pemaksaan tinggal lebih lama di bandara, pembelian voucher atau sim card baru, pembelian asuransi yang saya kira lebih terorganisir dan paling besar selama kepulangan karena setiap TKI yang baru datang dipaksa memberikan kuasa untuk diurus asuransinya padahal tidak pernah ada kabar, kemudian klinik kesehatan dan juga pemerasan bagi yang bermasalah," jelas Anis. (*)