Marhaban Yaa Ramadhan... Setiap tahun, Bulan Suci Umat Islam itu menghampiri Muslim di berbagai belahan dunia hingga tak jarang ada sejumlah oknum pasar (perdagangan) yang seolah memanfaatkan momentum itu demi kepentingan perut mereka sendiri. Mereka tampak tak peduli, yang penting baginya adalah bagaimana cara mendapatkan untung dan --sekali lagi-- untung. Mereka juga bisa dipastikan mengabaikan nasib rakyat kecil yang makin hari, terutama menjelang Ramadhan seperti sekarang, semakin harus membanting tulang guna mencukupi segala kebutuhan pokok, meskipun harga beragam komoditas kian selangit. Sebut saja, kenaikan harga beberapa komoditas pada kelompok "volatile foods" di Jawa Timur, seperti daging ayam ras, telur ayam ras, dan tomat sayur. Kini, harga komoditas telur ayam ras mencapai Rp17.296 per kilogram atau naik delapan persen dibandingkan dengan harga normal. Harga daging ayam ras meningkat menjadi Rp27.000 per kilogram dibandingkan dengan harga normal yang mencapai Rp26.000 per kilogram. Untuk komoditas kelompok "administered price" juga tampak kenaikan harga jelang Ramadhan-Lebaran 1435 Hijriah, di antaranya tarif angkutan udara dan tarif kereta api. Meski sejumlah komoditas utama mengalami kenaikan, sampai sekarang pemerintah masih menilai perubahan harga itu wajar-wajar saja. Hal terpenting dari rumus kewajaran tersebut adalah kenaikan harga tidak lebih dari 10 persen. Mengenai puncak kenaikan harga, kondisi itu diprediksi terjadi pada "H-7" Ramadhan. Faktor penyebabnya, juga tak berbeda dengan Ramadhan tahun lalu yakni adanya kenaikan konsumsi untuk persiapan puasa di tingkat konsumen/masyarakat di Jatim. Walau demikian, saat ini muncul banyak harapan dari berbagai kalangan semoga kenaikan harganya masih terjangkau atau setidaknya kurang dari 10 persen sesuai rumus kewajaran. Jika lebih dari 10 persen maka hal itu sangat memberatkan konsumen. Untuk mengantisipasi kenaikan harga bahan pokok yang signifikan di Jatim, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim telah melakukan koordinasi dengan berbagai pelaku industri pangan. Salah satu upayanya dengan meningkatkan produksi antara 30 hingga 50 persen. Selain itu, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jatim --yang singkatan "TPID" sempat menjadi celetukan khalayak ramai saat menyaksikan Debat Calon Presiden (Capres) Sesi II pada hari Minggu (15/6)-- juga tidak tinggal diam dengan berbagai upayanya menekan angka inflasi menjelang Ramadhan-Lebaran. Realitas itu lantas mengakibatkan pamor TPID menjadi kian terkenal di masyarakat penjuru Nusantara. Mereka juga seakan penasaran dan mencari tahu apa itu TPID. Apalagi, saat perdebatan yang dipertontonkan di salah satu stasiun televisi swasta nasional itu dengan jelasnya menayangkan capres nomor urut 1, Prabowo1 sempat tidak paham dengan singkatan "TPID". Tepatnya ketika ditanya peran tim itu oleh capres nomor urut 2, Joko Widodo. Walau begitu, mau dikenal publik atau tidak, TPID tetap bertugas di jalurnya. Bahkan, menjelang Ramadhan ini, mereka siap melaksanakan operasi pasar (OP) se-Jawa Timur sebelum Lebaran 2014 (1435 Hijriah) guna menekan laju pergerakan harga kebutuhan bahan pokok menjelang momentum tersebut. Kegiatan yang diyakini masih menjadi senjata ampuh penstabil kenaikan harga aneka komoditas tersebut akan dilaksanakan di 38 kabupaten/kota se-Jatim pada H-7 Ramadhan hingga H-3 Lebaran. OP dinilai mampu mengurangi kian tingginya permintaan pasar perdagangan di Jatim terhadap berbagai kebutuhan bahan pokok menjelang Ramadhan hingga Lebaran mendatang. Solusi menjaga daya beli masyarakat saat Ramadhan-Lebaran 1435 Hijriah itu akan dilakukan TPID melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim dan Bulog Divisi Regional V Jatim, melalui OP untuk beras, gula pasir, tepung terigu, minyak goreng, dan komoditas pokok lainnya. (*)
Ramadhan, Debat Capres, dan Pamor TPID
Minggu, 22 Juni 2014 13:08 WIB