Belum lama, warga di Jatim dikejutkan dengan berita meninggalnya 14 warga Jombang yang tertimbun tanah longsor, akhir Januari 2014. Ironisnya, daerah itu tidak masuk dalam daerah rawan bencana. Kejadian itu tentunya memprihatinkan dan membuat banyak orang bertanya, bagaimana bencana itu bisa terjadi?. Tak berselang lama, muncul kabar jika status Gunung Kelud (1.730 mdpl) juga naik dari semula aktif normal ke waspada pada Minggu (2/2). Fenomena ini tentunya membuat seluruh pihak harus bersiap, mengantisipasi jika status gunung itu naik terus. Pada 2007, gunung itu pernah meletus, walaupun secara "efusif" atau tertahan. Semua orang tidak ingin membayangkan bagaimana jika gunung yang terletak di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, itu meletus. Perubahan telah terjadi, dari sebelumnya terdapat danau, menjadi sebuah gunung. Bagaimana jika nantinya meletus, lontaran sampai sejauh apa serta dampaknya seperti apa?. Kenaikan status gunung berapi sebenarnya bukan hanya terjadi di Gunung Kelud. Di Jatim, ada empat gunung api yang saat ini statusnya waspada, seperti Gunung Raung, Gunung Ijen, Gunung Bromo dan Gunung Semeru. Gejolak alam tidak ada satupun yang bisa memahami. Saat ini memang sudah ada alat untuk mendeteksi berbagai macam gejolak alam, misalnya mengetahui kegempaan di gunung dengan seismograf. Tadabur. Kalimat itu bisa diartikan dengan memahami, merenungkan makna yang kita jadikan sebagai pelajaran. Salah satu cara tadabur adalah kembali melihat perilaku kita, apakah kita sudah adil dan waspada. Berbuat adil pada alam, lingkungan. Misalnya, pada musibah bencana alam tanah longsor di Jombang. Sejumlah tetangga menyebut, jika para korban sebelumnya sudah pernah diingatkan agar pindah dari rumah ataupun mengungsi, tapi abai. Kita memang tidak bisa dan tidak patut menyalahkan mereka. Semua karena alam, dan semua sudah terjadi. Begitu juga dengan ancaman bahaya lainnya, seperti letusan gunung, banjir. Tapi, kita memang bisa mengambil sebuah pengalaman, tadabur dari kejadian itu. Mengantisipasi hal yang demikian (musibah tanah longsor), kita tidak perlu menantang alam tapi bisa menghindari. Caranya, berpikir ulang untuk mengambil risiko jika tinggal di daerah rawan bencana. Kita bisa tinggal di tempat yang lebih aman, mengungsi jika memang kondisinya sudah tidak layak lagi ditinggali. Tidak perlu untuk bertahan dalam lingkungan yang justru membuat nyawa terancam. Yang tak kalah penting adalah kita harus memperbaiki hubungan dengan alam. Prinsip yang diteguhkan adalah berusaha membangun dan memelihara demi hubungan yang keberlanjutan. Jika hubungan yang ada adalah hubungan penguasaan dan ekploitasi, pastinya bisa mencelakakan manusia sendiri. Tsunami, banjir bandang, cuaca ekstrim adalah contoh-contoh yang telah terbukti mencelakakan banyak orang. (*)
Tadabur Alam Siaga Bencana
Minggu, 9 Februari 2014 23:08 WIB