Sriyatun Djupri, ibu rumah tangga dari Kelurahan Jambangan Surabaya yang mempunyai kepedulian tinggi pada kebersihan lingkungan. Saat pertama pindah dari Trenggalek, Sriyatun langsung berhadapan dengan perilaku buruk membuang sampah dan hajat sembarangan ke Kali Surabaya yang sudah membudaya dari warga sekitarnya. Sejak 1973, Sriyatun mulai bergerilya memberikan penyuluhan tentang hidup sehat dan bersih ke warga sekitar. Butuh waktu sampai tahun 1986 hingga akhirnya Sriyatun berhasil memotivasi sekitar 1.000 warga yang tersebar di 14 kecamatan sekitar Jambangan untuk menghapus tabiat buruk mereka. Sriyatun pun berhasil menaikkan taraf perekonomian kadernya dari sampah. Lewat berbagai inovasi pengelolaan dan pengolahan sampah, Sriyatun mengubah limbah menjadi barang bernilai ekonomi tinggi. Pupuk kompos, beragam barang kerajinan dari sampah plastik bernilai ekspor, pakan ikan hingga bahan baku jamu menjadi penambah penghasilan kader lingkungan Sriyatun dari ratusan hingga jutaan rupiah per bulan. "Bagi saya, asal mau mengolah sampah dengan baik, selain akan menjadikan berkah juga akan menghasilkan rupiah," ujar Sriyatun mantap. Lain lagi kisah Soleh Muchsin, juga dari Kota Pahlawan. Sebagai guru yang sekian tahun tidak diangkat jadi pegawai negeri sipil atau sebagai seorang Muslim yang tak setuju dengan adanya lokalisasi pelacuran, dia tidak frustrasi dan melakukan tindakan destruktif. Sebaliknya dia justru membangun madrasah gratis di sebelah lokalisasi pelacuran di kawasan Dupak, Bangunrejo, Surabaya, sebuah kawasan prostitusi yang terkenal dengan Gang Dolly-nya. Ada juga keteladanan dari orang awam biasa dalam hal kepedulian lingkungan. Adalah Saekan, seorang warga lereng Gunung Wilis, Madiun, yang berhasil menggerakkan warga untuk melawan ketandusan di wilayahnya. Kawasan Gunung Wilis adalah sebuah desa tandus di tahun 1970-an saat Saekan datang ke desa itu setelah menikahi gadis setempat. "Pertama kawin saya sampai ngak mandi lima hari karena buat minum aja ngak ada, apalagi buat mandi," ujar Saekan, mengenang. Namun itu masa lalu, ucapnya, sekarang desanya sudah berubah banyak: tak hanya memiliki sumber air, tapi juga masyarakatnya sudah makmur. Tentu saja, ini bukan jalan yang mudah. Karena Saekan harus memulai segalanya dari nol. Untuk kepeduliannya itu, Saekan pun mendapat banyak penghargaan sebagai penyelamat lingkungan. Tahun 2008 ia memperoleh penghargaan Kalpataru dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Itulah sepenggal kisah tiga orang sederhana dan biasa saja, tapi kiprahnya luar biasa. Cukup banyak orang yang biasa-biasa saja seperti mereka, di mana segi pendidikan, ekonomi dan lainnya sangat terbatas, namun mampu berbuat dan berguna bagi masyarakat maupun lingkungannya, tanpa pamrih. Mereka itulah yang bisa disebut Pahlawan Sejati masa kini. Mengenang para pahlawan berarti mengenang jasa-jasa mereka, perjuangan dan pengorbanan mereka yang tanpa pamrih di medan perang. Mereka pun dikenang karena semangat juang mereka untuk membela kehidupan banyak orang. Karena itu dapat dikatakan bahwa para pahlawan selalu dikenang dalam sejarah karena spiritualitas perjuangan, keberanian dan pengorbanan yang telah mereka tunjukkan. Pahlawan berarti pejuang yang gagah perkasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "pahlawan" didefinisikan sebagai orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Mengacu pada definisi KBBI ini, kata pahlawan mengandung makna yang luas. Artinya, kata ini tidak hanya berarti orang-orang yang berani berkorban membela rakyat dan bangsa di medan perang. Dengan ini, pahlawan atau pejuang yang gagah berani dapat disandang pula oleh orang-orang yang berjuang dan berkorban tanpa pamrih demi kepentingan orang banyak, entah dalam bidang apa saja. Jadi, bangsa ini memerlukan manusia seperti Sriyatun, Saekan maupun Soleh Muchsin hingga para pelajar atau generasi muda hingga olahragawan yang berhasil meraih berbagai penghargaan tingkat internasional. Mereka itulah "pahlawan masa kini", bukan "pahlawan kesiangan" seperti para pelajar yang senang tawuran atau balapan liar hingga penyalahggunaan narkoba, atau para pejabat negara mulai birokrat, aparat penegak hukum maupun legislator yang tidak amanah, karena terlibat korupsi.(*)
Pahlawan Masa Kini
Sabtu, 9 November 2013 9:29 WIB