Oleh Abdul Hakim Surabaya (Antara Jatim) - Suara canda tawa anak-anak sekolah dasar meramaikan suasana sore itu. Ruang perpustakaan Balai Budaya Kota Surabaya dijejali anak-anak. Mereka terlihat asyik bermain "game online" melalui fasilitas internet yang disediakan pihak perpustakaan. Anak-anak itu tampak riang menikmati kebebasan. Maklum, di perpustakaan itu memberikan fasilias berupa perangkat komputer yang bisa digunakan untuk bermain internet atau "game online" secara gratis kepada para pengunjung. Pada saat masuk perpustakaan, mereka kebanyakan melupakan tujuan utama jika berkunjung ke perpustakaan yakni membaca buku. Namun pengunjung yang didominasi anak-anak sekolah dasar (SD), setiap harinya lebih menyukai "game online. "Hampir setiap hari saya ke sini. Biasanya setelah selesai sekolah," kata salah satu siswa kelas IV SDN Bubutan, Doni. Doni mengaku senang dengan fasilitas yang ada di perpustakaan. Namun, Doni lebih suka main game dari pada membaca buku bacaan maupun buku pelajaran. "Kalau di sini sering main game. Tapi kalau pas rame, ya, baca buku komik," katanya. Hal sama juga diungkapkan Ifan, salah seorang siswa kelas V SDN Kaliasin. Ia lebih banyak menggunakan waktunya untuk bermain game dari pada membaca buku. "Kadang-kadang, ya, baca buku komik. Kalau buku pelajaran tidak pernah," katanya. Salah seorang petugas di Perpustakaan Balai Budaya, Fatchur Amien memaklumi karena perpustakaan itu baru dibuka pada 1 Februari 2013. "Masih sepi pembaca. Kebanyakan yang baca kalangan anak-anak SD," katanya. Hingga saat ini, pihaknya masih memberikan kebebasan kepada anak-anak SD untuk main "game online" sebagai upaya menarik kunjungan ke perpustakaan itu. "Maksudnya biar anak-anak rajin datang ke sini," katanya. Biasanya, lanjut dia, anak-anak tersebut membuka situs "game online"yang belum diblokir oleh Dinas Informatika dan Komunkasi (Infokom) Pemkot Surabaya. "Perpustakaan ini link internetnya ikut Diskominfo, ada sejumlah link website yang sudah ditutup seperti facebook, yahoo massengger dan lainnya mulai pagi hingga jam 16.00 WIB. Biasanya pengunjung anak-anak SD ke perpustakaan di atas jam 16.00," katanya. Meski demikian, lanjut dia, pihaknya tetap mengontrol anak-anak tersebut agar tidak terus-menerus main game, melainkan tetap diarahkan untuk gantian dengan membaca buku. "Mereka saya suruh baca buku meski cuma sebentar. Namanya juga anak-anak, kadang-kadang susah diatur," katanya. Fatkhur juga mengatakan bahwa ada sejumlah sekolah di sekitar kawasan Balai Budaya yang secara khusus mendatangi perpustakaan. Salah satunya SDN Kaliasin, yang gurunya sering mengajak siswa-siswi didiknya untuk belajar di perpustakaan. Hal sama juga diungkapkan petugas perpustakaan lainnya, Reni. Ia mengatakan tingkat kunjungan rata-rata di perpustakaan Balai Budaya mencapai rata-rata mencapai 60-100 orang per hari. "Biasanya ramai kalau hari Sabtu dan Minggu yang mencapai 200-300 pengunjung," katanya. Untuk memancing agar tingkat kunjungan tinggi, lanjut dia, pihaknya membuat sejumlah kegiatan salah satunya bedah buku. "Ini sebagai terobosan, tapi kita juga diuntungkan dengan adanya kegiatan seni atau pameran di Balai Pemuda," katanya. Humas Badan Arisp dan Perpustakaan Kota Surabaya Evi Suryani menambahkan bahwa pihaknya terus melakukan upaya agar perpustakaan seperti menyediakan fasilitas permainan anak yang mendidik seperti "smart kids". "Ini bekerja sama dengan pihak lain untuk kegiatan itu. Anak-anak cukup antusias. Kami berharap ini bisa meningkatkan kunjungan warga ke perpustakaan," katanya. Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya Arini Pakistyaningsih, mengatakan, pihaknya mengakui bahwa minat baca warga Surabaya masih rendah. Hal ini jika dilihat dari tingkat pengunjung di sejumlah perpustakaan yang masih didominasi para siswa-siswi SD. "Budaya lisan masih cenderung mendominasi jika dibandingkan budaya membaca. Masyarakat masih senang ngomong atau ngerumpi dari pada membaca referensi," katanya. Menurut dia, pengunjung untuk kalangan remaja atau dewasa di perpustakaan hingga kini masih minim. "Itu perlu membudayakan membaca sejak dini. Kalau anak di atas umur 10 tahun sudah malas membaca, kecuali mereka dibesarkan dari keluarga intelek," katanya. Untuk itu, lanjut dia, sasaran dari Badan Arsip dan Perpustakaan untuk membentuk kesadaran dalam membaca di kalangan masyarakat umum yakni dimulai dari anak-anak SD. "Makanya di perpustakaan kita beri kegiatan atau permainan menarik bagi anak-anak agar mereka betah di perpustakaan," katanya. Namun demikian, lanjut dia, pihaknya tetap berusaha memberikan batasan kepada anak-anak agar tidak terus menerus bermain "game online" melalui komputer yang disediakan di perpustakaan. "Kita tetap batasi mereka. Ada petugas yang mengawasinya mereka. Kita minta petugas mengarahkan anak-anak untuk membaca buku," katanya. Upaya lainnya yang dilakukan adalah membangun atau merehabilitasi perpustakaan baik balai RW, taman-taman atau tempat umum lainnya. Hingga saat ini sudah ada sekitar 486 perpustakaan di Surabaya. "Tahun ini, kita targetkan 85 perpustakaan akan dibangun di sejumlah lokasi di Surabaya," ujarnya. Hingga saat ini sudah mulai ada kenaikan tingkat minat baca warga Surabaya. Dari survei yang dilakukan Badan Arsip dan Perpustakaan pada 2011 masih sekitar 26 persen warga Surabaya suka membaca, namun pada 2012 sudah naik menjadi 38 persen. "Untuk tahun ini belum ada survei. Tapi kami akan terus berupaya agar minat baca warga Surabaya tinggi," katanya. Kurikulum Wajib Baca Upaya lain yang dilakukan Badan Arsip dan Perpustakaan untuk meningkatkan minat baca warga Surabaya yakni dengan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Surabaya untuk memasukkan kurikulum wajib baca di sekolah-sekolah. "Kami berharap dengan masuknya kurikulum ini, perpustakaan di sekolah sekolah SD akan hidup," kata Arini Pakistyaningsih. Hingga saat ini sudah ada sekitar 263 perpustakaan sekolah SD yang menjadi binaannya. "Sejauh ini, progresnya sudah bagus," ujarnya. Menurut dia, apa yang dilakukan Badan Arsip dan Perpustakaan adalah menggiatkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum wajib membaca di perpustakaan di kalangan para siswa-siswi. "Baik koleksi buku dan pelayanananya di perpustakaan sekolah harus ditingkatkan," katanya. Selain itu, kata dia, petugas perpustakaan harus bisa mengadakan buku-buku yang menarik, kegiatan yang menyenangkan sehingga anak-anak menjadi tertarik membaca buku. "Ada beberapa sekolah yang pernah saya tes siswanya. Saat itu, ada anak SD yang saya minta baca buku apa saja selama 10 menit. Setelah itu saya tanya initisarinya, ternyata mereka bisa menjelaskan inti dari buku itu dengan baik," katanya. Kalau wajib belajar di sekolah sudah tercipta adanya kegiatan yang menyenangkan bagi mereka, maka tentunya di kemudian hari akan membawa hasil yang bermanfaat. Apalagi peran petugas perpustakaan memiliki trik-trik seperti mengajak anak-anak menyanayi dulu, goyang kepala, goyang badan dan mendongeng. "Kami minta petugas kalau bercerita harus membawa buku. Biar anak-anak terpancing besok ada cerita apa lagi, ada buku baru lagi. Pokoknya kita tetap berusaha menjemput bola," katanya. (*)
Menumbuhkan Minat Baca Warga Surabaya
Sabtu, 11 Mei 2013 9:14 WIB