Tulungagung - Masyarakat Kabupaten Tulungagung, Jumat, menggelar ritual "jamasan" (memandikan) tombak "Kyai Upas", salah satu pusaka Kerajaan Mataram Islam yang diyakini menjadi cikal-bakal sejarah lahirnya daerah di pesisir selatan Jawa Timur tersebut. ANTARA di Tulungagung melaporkan, prosesi memandikan tombak pusaka warisan Raden Mas Tumenggung Pringgodiningrat tersebut berlangsung sederhana namun khidmad. Tidak banyak tokoh masyarakat atau pejabat forum pimpinan daerah yang hadir dalam ritual jamasan tersebut, termasuk Bupati Tulungagung, Heru Tjahjono maupun Wakilnya M. Athiyah. Namun hal itu sama sekali tidak mengurangi kesakralan tradisi jamasan tombak pusaka Kyai Upas yang dilakukan di belakang pendopo Kanjengan, Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Kedungwaru tersebut. Seratusan warga dari berbagai daerah memadati sekitar lokasi pemandian. Puluhan abdi dalem berpakaian adat Jawa turut mengamankan jalannya prosesi. "Jamasan ini merupakan ritual tahunan yang selalu kami gelar setiap bulan Suro (penanggalan Jawa). Kebetulan karena ini juga menjadi budaya khas daerah dan berpotensi menarik wisatwan, acara ini kami selenggarakan bekerjasama dengan pemerintah daerah," ujar salah seorang keluarga besar kanjengan, RM Indronoto. Tidak ada lagi ritual perebutan air sisa jamasan tombak pusaka Kyai Upas sebagaimana ritual tahun-tahun sebelumnya. Indronoto mengatakan, bagian ritual tersebut kini ditiadakan karena air bekas cucian tombak pusaka mengandung zat beracun yang biasa membahayakan manusia. "Air bekas jamasan dibuang, namun sisa air jamasan yang tidak digunakan untuk mencuci 'warongko' dan mata tombak Kyai Upas boleh diambil warga karena tidak mengandung zat berbahaya," terangnya. Dalem Kanjengan sendiri merupakan tempat tinggal mendiang Raden Mas Pringgo Kusumo, Bupati Tulungagung kesepuluh. Berdasarkan babad sejarah Tulungagung, sebelum bertempat tinggal di Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso di sekitar lingkungan alun-alun Kota Tulungagung, Bupati Tulungagung menjalankan pemerintahanya dari Pendopo Kanjengan tersebut. Dalam legenda dan kepercayaan masyarakat adat di Tulungagung dikisahkan, bilah Kanjeng Kyai Upas berasal dari lidah seekor ular naga sementara gagang tombak berasal dari badan seekor ular naga yang bernama Baru Klinthing. Pusaka Tombak Kanjeng Kyai Upas ini berasal dari zaman Mataram Islam yang dibawa oleh Raden Mas Tumenggung Pringgodiningrat, putra dari Pangeran Noyokusumo di Pekalongan yang menjadi menantu Sultan Hamengku Buwono II, ketika beliau menjadi Bupati Ngrowo yang sekarang dikenal dengan Tulungagung. Pusaka Kiai Upas merupakan pusaka milik Ki Ageng Mangir, menantu Raja Mataram yang menolak tunduk dengan kekuasaan (Mataram). Pemberontakan Mangir berhasil dipadamkan setelah Ki Ageng Mangir terbunuh. Tombak Kiai Upas sendiri dikuasai oleh Mataram. Oleh panitia kisah tombak kiai upas ini diceritakan ulang dalam setiap prosesi jamasan. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012