Setiap menjelang akhir tahun, ketika menentukan nilai Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), selalu diwarnai unjuk rasa dari kalangan buruh. Tidak hanya terjadi di kota besar, aksi juga terjadi di beberapa daerah. Tuntutannya satu, yakni meminta angka UMK dengan nilai tinggi. Dari tahun ke tahun, nilainya harus naik. Setidaknya merujuk pada kebutuhan hidup layak (KHL) yang bersumber pada puluhan item sesuai tingkat inflasi yang sedang berjalan. Sebelum menentukan angka final, pembahasan selalu diiringi diskusi panas dan penuh perdebatan. Tujuannya satu, meraih angka UMK yang terbaik. Tentu antara satu daerah dengan daerah lainnya tidak sama. Tidak hanya bagi para buruh, pengusaha-pengusaha juga kebingungan menghadapinya sehingga Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus bersikap bijak menetapkan besaran UMK. Gubernur Jawa Timur Soekarwo rencananya meneken UMK 2013 pada 21 November 2012. Sesuai aturan perundang-undangan, keputusan nilai UMK ditetapkan 40 hari sebelum 1 Januari 2013. Penentuan nilai UMK tahun ini pun tidak semulus tahun-tahun sebelumnya. Dewan Pengupahan Jawa Timur terpaksa menggelar rapat hingga tiga kali demi menentukan nilai yang terbaik. Bahkan, pada rapat pertama yang berlangsung 30-31 Oktober 2012, salah satu unsur dewan pengupahan yakni Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), tidak hadir sehingga rapat terpaksa ditunda. Tidak hanya itu saja, Dewan Pengupahan Jatim harus mengembalikan usulan UMK milik enam daerah setelah diputuskan dalam rapat, awal pekan ini. Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jatim Hary Sugiri mengatakan ada enam aspek yang harus dipenuhi agar usulan UMK masing-masing kabupaten/kota bisa ditetapkan oleh Gubernur. Aspek itu terdiri dari kepatutan besaran usulan UMK, pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL), kenaikan UMK minimal melebihi inflasi, berita acara pembahasan survei KHL, berita acara pembahasan usulan UMK, dan survei KHL yang berdasarkan Permenaker Nomor 12 Tahun 2012. Ketentuannya, jika aspek pertama hingga ketiga tidak dipenuhi, maka usulannya dikembalikan ke Dewan Pengupahan kabupaten/kota masing-masing, sedangkan aspek keempat sampai keenam tidak dipenuhi maka harus dimintai klarifikasi. Dari 38 kabupaten/kota, kembali persoalan berada di kawasan Ring I, meliputi daerah industri, yakni Gresik, Surabaya, Kabupaten/Kota Mojokerto, Sidoarjo, dan Kabupaten/Kota Pasuruan. Seperti pengalaman tahun sebelumnya, Surabaya dan Gresik menentukan nilai UMK sama, yakni Rp1.567.000. Sedangkan penentuan cukup alot terjadi di Kabupaten Mojokerto. Semula, Dewan Pengupahan setempat mengusulkan angka Rp1.408.000. Bahkan, buruh setempat terus melakukan aksi hingga menutup jalur by pass Krian, mengepung kantor bupati, dan aksi-aksi lainnya. Aksi tidak berhenti kendati Dewan Pengupahan sudah mengusulkannya ke provinsi. Sekitar seribu buruh yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) menggelar demonstrasi besar di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa (13/11). "Kami meminta penetapan UMK 2013 di lima daerah industri utama di Jatim seperti, Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, dan Gresik dengan nilai UMK minimal Rp2,2 juta, dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMKS) sebesar 5-30 persen," kata juru bicara aksi, Moestopo. Pada Senin (19/11), para buruh berencana kembali turun ke jalan menggelar aksi sambil menunggu hasil rapat final Dewan Pengupahan Provinsi Jatim. Yang menjadi pertanyaan, mengapa setiap menjelang penetapan selalu ada protes? Padahal yang mengusulkan nilai UMK adalah Dewan Pengupahan di setiap daerahnya yang anggotanya mewakili semua unsur, baik pengusaha, buruh maupun pemerintah daerah. Setidaknya ada beberapa aspek yang menyebabkan UMK satu daerah dengan daerah lain berbeda, yaitu faktor perumahan, transportasi, serta konversi minyak tanah ke gas. Partisipasi dari setiap kalangan jika dioptimalkan bisa mencegah kemungkinan persoalan di kemudian hari. Namun, bagaimana keterwakilan masing-masing kalangan dalam pembahasannya? Dikhawatirkan, perwakilan di Dewan Pengupahan tidak cukup mewakili kepentingan masing-masing kalangan. Kalau tidak, mengapa setiap tahunnya tetap saja ada demo menolak nilai UMK? Yang jelas, keputusan Gubernur Jatim Soekarwo soal besaran UMK 2013 pada 21 November 2012 akan sangat penting dan ditunggu kalangan buruh maupun pengusaha. Pasti nantinya akan muncul sikap pro dan kontra, menerima atau menolak, puas dan tidak puas. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012