Surabaya - Tim Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI mempersilakan Laboratorium BSL-3 (Bio Safety Level 3) yang digunakan meneliti virus flu burung agar jalan terus, meski ada temuan BPK terkait hal itu. "Silakan BSL-3 Unair jalan terus, meski ada temuan BPK soal laboratorium itu, karena Unair hanya menyiapkan peneliti, sedangkan pengadaan sarana dan alat ditangani Kemenkes," kata Ketua BAKN DPR Sumaryati Aryoso di Surabaya, Kamis. Ia mengemukakan hal itu dalam pertemuan enam anggota BAKN DPR RI yang dipimpinnya dengan Rektor Unair Prof H Fasich Apt yang didampingi Wakil Rektor I Prof Dr H Achmad Syahrani Apt MS, Wakil Rektor II Dr H Moh Nasih SE MT.Ak, Wakil Rektor III Prof dr Soetjipto MS PhD, dan sejumlah direktur. Dalam kesempatan itu, politisi Partai Gerindra itu didampingi lima anggota BAKN DPR RI, yakni Yahya Sacawiria (FPD), Kamarudin Syam (FPG), Sohibul Imam (PKS), AW Tholib (PPP) dan Nur Yasin (PKB). Tim BAKN DPR RI juga didampingi auditor utama VI (bidang pendidikan/kesehatan) BPK RI Saffaruddin Mosii dan staf. Menurut Sumaryati Aryoso yang juga mantan Kepala BKKBN itu, pihak manajemen Unair hanya kurang teliti dalam aspek administrasi BSL-3, namun secara yuridis tidak ada masalah, karena masalah yuridis bukan di Unair, melainkan di Kemenkes. "Secara administrasi, Unair hanya tinggal menerima, tapi mestinya ada perjanjian dengan Kemenkes, karena kalau hanya dibantu peralatan tidak ada masalah, namun bantuan gedung itu bermasalah, sebab lahan yang dipakai itu milik kementerian lain (Kemendikbud)," katanya. Pandangan senada dikemukakan politisi Partai Demokrat Yahya Sacawiria. "Masalah administrasi itu bukan berarti pihak Unair bersalah, sebab hanya masalah ketidakpahaman dalam pengadaan barang dan jasa," katanya. Menurut anggota Komisi I DPR RI itu, hal serupa juga terjadi pada universitas lain, karena tim teknis pengadaan barang dan jasa di kampus itu hanya tugas tambahan, sedangkan tugas utama mereka adalah mengajar (dosen). "Karena itu, saya setuju bila BPKP di setiap provinsi itu membantu penuh kalangan universitas. Unair memang sudah punya kerja sama dengan BPKP, namun hal itu hanya mirip konsultan, padahal tim teknis pengadaan di kalangan akademisi itu butuh pendampingan dan pemantauan," katanya. Selain itu, katanya, Kemendikbud hendaknya juga sering mengadakan "Bimtek" (bimbingan teknis) untuk tim pengadaan barang dan jasa di kalangan perguruan tinggi. "Kalau ada Bimtek dan pendampingan BPKP, tentu kasus BSL-3 tidak ada," katanya. Setelah berdialog dengan pihak manajemen Unair itu, tim BAKN DPR RI meninjau langsung Laboratorium BSL-3 di sisi timur Rumah Sakit Penyakit Tropis di lingkungan Kampus C Unair, bahkan Ketua BAKN Sumaryati Aryoso sempat memakai baju antiradiasi untuk melihat peralatan laboratorium itu. "Terus terang, kami sendiri tidak tahu kalau dimasukkan Tim Teknis Flu Burung di Kemenkes, sebab kami baru mengerti justru saat dipanggil BPK dan diberi fotokopi SK Tim Teknis Kemenkes itu dari rekan kami sendiri di Bio Farma," kata ketua riset vaksin Flu Burung BSL-3, Dr drh CA Nidom MS. Bahkan, kata ahli biologi molekuler Universitas Airlangga Surabaya itu, pihaknya juga heran saat mengetahui ada tanda tangan dirinya, Wakil Rektor II Unair, dan Direktur SDM Unair. "Itu manipulasi," katanya. Dalam kesempatan itu, para anggota BAKN DPR RI mengaku senang dengan tindak lanjut yang dilakukan Unair dengan 23 rekomendasi BPK untuk menyelesaikan 13 temuan BPK, karena 87 persen sudah dinyatakan "clear" oleh BPK, namun Unair ke depan harus lebih tegas dalam memberikan sanksi pada rekanan. "Bukan saya memuji, Unair sudah bagus, karena temuan BPK merupakan paling sedikit dan tindak lanjut atas 23 rekomendasi BPK juga sudah mencapai 87 persen (20 rekomendasi) dan tinggal tiga rekomendai (13 persen) yang masih ditelaah BPK. Ke depan, kalau ada rekanan terlambat ya langsung didenda," kata anggota BAKN dari PKS, Sohibul Imam. (*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012