Pamekasan - Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Pamekasan, Madura, Nur Faizal menyatakan, perlu adanya upaya rekonsiliasi kultural untuk mengatasi konflik Sampang. "Sebab konflik Sampang itu tidak murni hanya persoalan keagamaan saja, akan tetapi juga konflik personal," kata Nur Faizal kepada ANTARA di Pamekasan, Minggu. Ia menjelaskan, yang dimaksud dengan rekonsiliasi kultural, adalah upaya rekonsiliasi yang perlu dilakukan dengan pendekaran budaya. Proses pendekatan ini, kata dia, memang membutuhkan waktu yang sangat lama, perlu kesabaran dan pentingnya peran serta semua pihak. "Rekonsiliasi kultural itu tentu harus didasarkan pada hasil analisa sosial murni," katanya menambahkan. Nur Faizal juga menilai konflik bernuansa Sara di Sampang, Madura pada Agustus lalu itu, akibat kurangnya perhatian pemerintah, dalam menuntaskan bibit-bibit permusuhan yang pernah terjadi sebelumnya. Sehinggi, bibit konflik yang ada akhirnya berkembang, ditambah lagi dengan upaya pihak-pihak lain yang berupaya memperkeruh suasana demi kepentingan politik tertentu. "Makanya, kami menganggap perlu mengembalikan pada kultur ke-Madura-aan yang lebih manusiawi," kata mantan antivis GMNI Pamekasan ini menambahkan. Faizal juga menilai, saat ini konflik bernuansa Sara antara kelompok Islam Syiah dan Sunni Sampang tersebut, sudah ada pihak-pihak yang berupaya memnfaatkan dengan mencari keuntungan, dengan menjual isu kemanusiaan ke negara-negara lain. "Jika konflik ini tidak segera diredam, maka saya khawatir nantinya justru akan lebih parah lagi," katanya menambahkan. Kasus penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok orang di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben dan Desa Bluuran, Kecamatan Karangpenang, Sampang itu terjadi pada tanggal 26 Agustus 2012. Kerusuhan berawal saat 20 anak dari pemukiman Syiah di Desa Karang Gayam Madura yang bersekolah di Bangil Pasuruan, hendak kembali ke pesantren mereka di Pasuruan usai merayakan Idul Fitri di tempat tinggal mereka. Murid-murid itu dihadang oleh kelompok massa yang menggunakan 30 sepeda motor. Siswa Syiah yang sudah naik angkutan umum disuruh turun, sedangkan yang mengendarai kendaraan dipaksa pulang ke rumah mereka masing-masing. Kelompok Syiah yang kemudian melawan aksi itu justru membuat massa makin beringas sehingga bentrokan tidak terhindarkan. Polisi telah memeriksa 25 orang yang diduga terlibat dalam aksi kekerasan tersebut, beberapa orang di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka. Salah satunya saudara pimpinan Syiah, Roisul Hukama. Sementara, akibat penyerangan ini, sebanyak 63 KK atau 282 warga Syiah kini terpaksa hidup di lokasi pengungsian di gedung olahraga (GOR) Wijaya Kusuma Sampang. Mereka itu terdiri dari 73 orang laki-laki, 71 orang perempuan, 52 anak laki-laki, 46 anak perempuan, 17 orang balita laki-laki dan sebanyak 19 orang balita perempuan. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012