Trenggalek - Lahan perkebunan cengkih rakyat di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, terus menyusut hingga ribuan hektare akibat adanya serangan hama bakteri pembuluh kayu cengkih (BPKC) selama kurun 20 tahun terakhir.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan (PKP) setempat, Sabtu, luas lahan kebun cengkih rakyat di daerah tersebut pada era 1990-an sempat mencapai 6.500 hektare lebih.
Namun efek kerusakan yang ditimbulkan serangan BPKC menyebabkan areal pertanian cengkih di daerah pesisir selatan Jawa Timur itu menyusut bertahap hingga kisaran 1.900 hektare.
"Dampak penyakit ini memang luar biasa. Hama atau penyakit cengkih yang lain bahkan sudah tidak diperhitungkan lagi karena selalu saja yang menjadi momok petani adalah BPKC," kata Kepala Dinas PKP Kabupaten Trenggalek, Joko Surono, Sabtu.
Diungkapkan Joko, luas area perkebunan cengkih di daerahnya hingga periode Juni 2012 ini tercatat sekitar 4.600 hektare dan tersebar di daerah dataran tinggi, pegunungan, serta perbukitan.
Luas itu dikhawatirkan akan terus menyusut apabila serangan hama BPKC sulit dicegah sehingga terus meluas dan menulari tanaman cengkih lain di sekitarnya.
"Hama ini sangat ganas, sifatnya mirip penyakit HIV/Aids pada manusia karena sampai saat ini belum ada obatnya. Satu saja ditemukan tanaman yang teridentifikasi terserang hama ini, seluruh tanaman dalam satu petak harus dimusnahkan supaya tidak kian menular," terangnya.
Tingginya intensitas serangan bakteri mematikan yang belum ditemukan obatnya selama dua puluh tahun terakhir ini menyebabkan Kabupaten Trenggalek masuk kategori kawasan endemi hama BPKC.
Hampir semua daerah yang menjadi sentra perkebunan cengkih rakyat seperti di Kecamatan Watulimo, Munjungan, Kampak, Panggul, Dongko, Pule, Suruh serta Bendungan selalu ditemukan kasus serangan hama BPKC.
Joko tidak merinci luasan penyusutan lahan perkebunan cengkih rakyat di masing-masing kecamatan tersebut. Ia hanya mengisyaratkan bahwa masing-masing daerah yang menjadi sentra perkebunan cengkih itu menyumbang intensitas penyusutan cukup besar.
"Hitung saja berapa luasan lahan yang menyusut tiap tahunnya jika sejak era tahun 1990-an hingga 2012 ini terjadi penyusutan hingga 1.900 hektare," ujarnya.
Persoalan paling mendasar sulitnya penanggulangan hama BPKC menurut Joko adalah rendahnya kesadaran petani untuk melakukan "bumi hangus" lahan apabila ditemukan kasus tersebut di salah satu pohon cengkih miliknya.
Alasan ekonomi dan tidak adanya kompensasi pengganti tegakan cengkih yang mesti dimusnahkan diduga menjadi penyebab sulitnya mengisolir penyakit BPKC daru tahun ke tahun. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012