Bondowoso - Lahir dan besar di lingkungan yang dinilainya kurang menjunjung tinggi nilai-nilai agama membuat Supriyadi tergugah untuk mengubah keadaan. Pria kelahiran 1977 yang hobi bermain bola ini menemukan cara mengubah lingkungannya lewat olahraga rakyat tersebut mulai 2010. Ia kemudian membentuk sekolah sepak bola mulai usia 12 tahun hingga 19 tahun. "Alhamdulillah, lewat sepak bola ini anak-anak di sini tertarik untuk berkumpul. Di luar latihan bola, kami ajak anak-anak untuk mengaji dan belajar agama," katanya. Ia mengaku tidak mudah anak-anak binaannya itu untuk mengubah perilaku buruk, seperti berkata kotor, melawan orang tua, bermain game tanpa mengenal waktu, merokok dan tidak mengenal shalat. Kebiasaan buruk anak-anak di sebuah gang di Kota Bondowoso, Jatim, ini, kata Supriyadi, agaknya menurun dari kebiasaan orang tua mereka yang berkebiasaan buruk, terutama minuman keras. "Saat ini ada 13 anak setingkat SMP dan SMA yang istikamah latihan sekaligus ikut pembinaan agama. Awalnya lebih banyak, tapi ada yang kemudian mundur, terutama yang masih SD. Yang mundur ini saya anggap sebagai ujian untuk mengajak lingkungan di sini menjadi lebih baik," katanya. Supriyadi mengaku bersyukur karena orang tua dari anak-anak binaannya, khususnya yang 13 orang itu sekarang merasa senang dengan perubahan perilaku anak-anaknya. Mereka tidak pernah lagi melawan orang tua dan terutama adalah menjaga kewajiban shalat lima waktu. "Kalau dulu mereka semaunya saja, merokok dan lainnya. Untungnya mereka belum minum-minum seperti orang-orang tua di lingkungan ini," kata Supriyadi yang selama belasan tahun bekerja di pabrik tekstil di Cimahi, Jabar, ini. Dia mengungkapkan bahwa ke-13 anak didiknya ini sudah memiliki kedekatan batin yang kuat dengan dirinya, termasuk dengan sejumlah ustadz yang membina mereka. Apalagi dari mereka umumnya yatim atau piatu. Selain yang 13 orang, pria lulusan SMA Negeri 1 Bondowoso ini juga menerima anak-anak dari luar kampungnya untuk berlatih sepak bola yang jumlahnya hingga 100 orang. Sebagian dari mereka juga rutin ikut pengajian yang digelarnya setiap Kamis malam. Ia tidak sendirian dalam membina anak-anak agar berperilaku baik. Ia dibantu sejumlah temannya yang memiliki semangat sama untuk mengembangkan syiar Islam. Mereka kemudian mengisi pengajian secara bergantian. "Alhamdulillah teman-teman saya banyak yang mendukung. Kalau saya sendiri dalam urusan agama kan baru belajar juga," kata mantan aktivis serikat buruh di Cimahi ini. Ayah dua anak yang di rumahnya membuka toko pakaian olahraga ini mengaku tidak mudah melayani anak-anak didiknya karena umumnya mereka berasal dari keluarga tidak mampu. Apalagi sekolah sepak bola yang dibidaninya tidak memiliki lapangan sendiri sehingga mengandalkan lapangan sewa. Karena itu ia harus menyisihkan keuntungan usahanya untuk menyubsidi kegiatan anak-anak asuhnya. Beruntung juga sejumlah koleganya seringkali membantu, terutama ketika anak-anak didiknya harus bertanding ke luar kota. Baru-baru ini, anak asuhnya menoreh prestasi juara tiga turnamen sepak bola se-Bali. Timnya merupakan undangan khusus dari panitia. Karena prestasi itu, tim Garuda Muda ini diundang untuk berlaga di kompetisi yang lebih bergengsi di Bali, namun Supriyadi tidak menyanggupi karena bersamaan dengan puasa. Pikiran Supriyadi saat ini adalah bagaimana kelanjutan pembinaan yang 13 orang anak itu karena dari mereka ada yang sudah kelas tiga SMA. "Sebagian dari mereka kan mengandalkan bantuan kami juga biaya sekolahnya. Kami harus mencarikan kerja setelah lulus. Kami coba berbagai usaha, termasuk di perikanan agar bisa menampung mereka," katanya. Kepdulian Surpiyadi hingga ke urusan sekolah ini tidak lepas dari pengalamannya sebagai anak dari keluarga tidak mampu yang harus mencari-cari pekerjaan hingga jauh. Selepas SMA, ia pernah merantau ke Surabaya dan Semarang sebelum kemudian ke Jawa Barat. Saat bekerja di perusahaan tekstil itu, Supriyadi sempat menjadi ketua serikat buruh selama delapan tahun yang membawahi sekitar 1.000 anggota. Pengalaman menggawangi berbagai permasalahan buruh itulah yang membuat Supriyadi kuat membina anak-anak di kampungnya. "Tapi kami masih punya PR yang belum selesai untuk membina anak-anak SMP ke bawah di kampung ini yang sekarang lepas lagi. Mudah-mudahan mereka kembali lagi. Dengan adanya kegiatan pertandingan ke luar kota, mereka rupanya tertarik lagi ikut kami," katanya. Erfan Nuryadi, rekan Supriyadi yang ikut memberikan pembinaan mental kepada anak-anak itu mengaku salut dengan kegigihan Supriyadi. "Mas Supriyadi sangat teguh dalam membina anak-anak ini. Makanya kami dukung karena tantangannya banyak, termasuk dalam hal keuangan," katanya. Ia menceritakan bahwa selain pembinaan di kampung, anak-anak Garuda Muda itu juga dibawa ke tempat lain untuk melakukan kegiatan semacam "out bond" di Pasir Putih, Situbondo, yang dipadu dengan kegiatan menggunakan perangkat teknologi. "Saat di Pasir Putih, anak-anak pada nangis ketika digugah perasaan dan hatinya lewat tayangan-tayangan video," kata Supriyadi menimpali. (*)

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012