Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebut bahwa pembangunan seringkali menempatkan perempuan menghadapi kekerasan berlapis, yaitu kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan seksual, dalam rentang waktu yang panjang.

"Komnas Perempuan mendokumentasikan bahwa eksploitasi sumber daya alam (SDA) atas nama pembangunan seringkali menempatkan perempuan menghadapi kekerasan berlapis, yaitu kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan seksual, dalam rentang waktu yang panjang," kata Anggota Komnas Perempuan, Dahlia Madanih di Jakarta, Kamis.

Hal itu dikatakannya menanggapi peringatan Hari Bumi 2025, yang menurut dia, mengingatkan bahwa krisis iklim dan kerusakan lingkungan telah menjadi ancaman nyata bagi kehidupan manusia dan kehidupan perempuan khususnya.

Menurut dia, Catatan Tahunan Komnas Perempuan mencatat setidaknya 58 pengaduan langsung kasus menyangkut konflik SDA, agraria, dan tata ruang, dalam periode 2020 - 2024.

"Komnas Perempuan menerima laporan tentang kriminalisasi terhadap perempuan pembela lingkungan dan HAM, yang suaranya kerap dibungkam demi kepentingan industri ekstraktif dan pembangunan skala besar yang tidak berkeadilan," katanya.

Dahlia Madanih menambahkan kekerasan yang dihadapi perempuan kerap melibatkan aparat keamanan yang seharusnya memberikan perlindungan pada masyarakat.

Komnas Perempuan juga mencatat kebijakan terkait penanganan krisis iklim dan bencana alam juga masih minim mempertimbangkan pengalaman dan suara perempuan.

"Pemerintah harus tegak berdiri melaksanakan konstitusi yang menyatakan bahwa kekayaan alam dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat dan tegas pada pihak-pihak yang mengambil keuntungan secara sepihak, dan tidak mengindahkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam bisnis dan pembangunan, pengelolaan, dan pemanfaatan sumber daya alam," kata Dahlia Madanih.

Pewarta: Anita Permata Dewi

Editor : Taufik


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2025