Ketua DPR RI Puan Maharani menilai kasus pemerkosaan oleh seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) berinisial PAP (31) terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung (RSHS), Jawa Barat, sebagai kejahatan kemanusiaan yang tak dapat ditoleransi.
“Dunia kedokteran adalah ruang suci untuk menyembuhkan, bukan tempat untuk merusak martabat manusia. Tindakan pelaku adalah bentuk kejahatan yang tidak bisa ditoleransi dalam bentuk apa pun,” kata Puan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dia menilai kasus tersebut tidak hanya mencoreng nama baik institusi pendidikan dan layanan kesehatan, melainkan juga pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, moral, dan kepercayaan publik yang seharusnya dijaga ketat oleh setiap tenaga medis.
"Ini adalah bentuk pengkhianatan serius terhadap etika kemanusiaan dan nilai moral yang seharusnya menjadi fondasi dunia kedokteran," ucapnya.
Mengingat banyak regulasi yang dilanggar, dia pun berharap aparat penegak hukum dapat memberikan sanksi maksimal kepada PAP yang menjadi tersangka kasus tersebut.
Dia juga meminta agar penegakan hukum dilakukan secara adil dan transparan, tanpa perlakuan istimewa hanya karena tersangka berasal dari lingkungan akademik atau profesi tertentu.
“Kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan dan pendidikan sangat bergantung pada bagaimana kasus ini ditangani secara serius dan berkeadilan,” tuturnya.
Di samping itu, dia meminta polisi mengusut tuntas kasus kekerasan seksual di RSHS Bandung sebab polisi menyatakan masih ada dua orang korban kekerasan seksual oleh PAP lainnya yang disebut sebagai pasien.
“Harus ditelusuri secara mendalam kemungkinan korban-korban lain, dan kemungkinan ada tidaknya pihak lain yang terlibat. Kasus ini harus diusut tuntas untuk memastikan keadilan bagi para korban,” katanya.
Atas kasus yang sangat memukul dunia medis di tanah air itu, Puan meminta adanya evaluasi sistem pengawasan program pendidikan kedokteran, baik itu dari kampus, rumah sakit, dan lembaga lain dalam program pendidikan kedokteran, termasuk PPDS.
Di sisi lain, dia menekankan agar penanganan kasus tersebut harus berpihak pada korban sehingga perlindungan serta pendampingan sosial, psikologis, dan hukum terhadap korban maupun keluarganya harus menjadi prioritas utama.
Dia memandang kasus tersebut menjadi peringatan serius bagi dunia pendidikan di tanah air, termasuk pendidikan kedokteran.
Untuk itu, dia meminta semua pemangku kepentingan (stakeholders) terkait agar segera melakukan pembenahan secara sistemik.
“Sudah saatnya kita membangun sistem pendidikan dan layanan kesehatan yang tidak hanya menekankan profesionalisme teknis, tetapi juga menjunjung tinggi integritas, empati, dan rasa aman bagi semua golongan,” katanya.
Dalam menjalankan fungsi pengawasan, Puan memastikan DPR RI berkomitmen untuk mengawal penanganan kasus tersebut hingga tuntas.
Dia juga meminta Kementerian Kesehatan dan lingkungan pendidikan untuk mengevaluasi sistem pelaporan kekerasan seksual di lingkungan akademik dan rumah sakit pendidikan.
“Kita tidak akan membiarkan kekerasan seksual menjadi bayangan gelap dalam dunia pendidikan dan pelayanan publik. Negara harus hadir membela korban, menegakkan hukum, dan menjamin ruang aman bagi seluruh warga negara, terutama untuk perempuan dan anak-anak,” kata dia.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Jawa Barat menahan seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) berinisial PAP (31) atas dugaan kekerasan seksual terhadap anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Polisi juga mengungkapkan adanya indikasi kelainan perilaku seksual pada pelaku, yang menjadi tersangka kasus pemerkosaan terhadap keluarga pasien. Temuan itu berdasarkan pemeriksaan awal terhadap dokter PPDS berinisial PAP.
Editor : Abdullah Rifai
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2025