Pamekasan - Program rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) di SMA Negeri I Pamekasan, Madura, hingga kini masih berlanjut, meski efektivitas program itu kini sedang dikaji ulang. Kepala SMA Negeri I Pamekasan, Basyair, Sabtu, menjelaskan, pihaknya telah menerima pendaftaraan siswa baru atas nama RSBI, karena sampai saat ini belum ada instruksi penutupan program tersebut. "Sejauh belum ada instruksi untuk menutup RSBI ini, kami tetap harus membuka pendaftaran atas nama RSBI," kata menjelaskan. Pada tahun pelajaran 2012-2013 ini, jumlah siswa yang akan direkrut untuk kelas khusus RSBI sebanyak delapan kelas dengan jumlah masing-masing kelas sebanyak 30 orang. Basyair menjelaskan, rekrutmen siswa RSBI itu telah dilakukan beberapa waktu lalu dengan melakukan tes ujian masuk yang diselenggarakan oleh pihak sekolah. "Pola rekrutmen RSBI sama dengan kelas reguler pada biasanya hanya dilakukan lebih awal," kata Basyair. Ia menjelaskan, jumlah siswa RSBI yang direkrut pihak sekolah pada tahun pelajaran baru kali ini sama dengan jumlah siswa pada tahun pelajaran 2011-2012. Para praktisi pendidikan di kota ini menilai, sebenarnya keberadaan RSBI, tidak terlalu membanggakan. Sebab dengan adanya program itu, disatu sisi justru menimbulkan kasta sosial baru. Dalam kacamata keilmuan, keberadaan sekolah khusus berstandar internasional tersebut, memang terkesan sangat bagus, karena siswa yang bisa masuk ke sekolah itu hanya yang memiliki kemampuan akademis yang bisa dipertanggungjawabkan. "Tapi dari sisi sosial, keberadaan RSBI seolah menempatkan pada posisi lebih tinggi dibanding sekolah berstandar nasional," kata pemerhati pendidikan di Pamekasan, Iskandar. Pria yang juga anggota komisi D DPRD Pamekasan ini lebih lanjut menyatakan, selain strata sosial, keberadaan RSBI juga bisa mengancam akan kurangnya rasa nasionalisme siswa. Alasan dia, karena yang ditekankan dalam kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan yang menetapkan sebagai sekolah berstandar internasional itu hanya pada pelajaran saja. Sedangkan masalah agama dan etika moral cendrung kurang diperhatikan. Ia mengkhawatirkan, kondisi itu hanya bisa menciptakan siswa pintar dalam dunia akademik, tapi kurang bagus secara moral agama. "Yang memprihatinkan kan sampai saat ini belum jelas juga arah RSBI ini mau dikemanakan," katanya. Oleh sebab itu, ia meminta agar instansi terkait hendaknya mempertimbangkan kembali tentang program RSBI yang telah diterapkan tersebut. "Saya justru lebih setuju dengan sekolah berstandar nasional (SSN). Kalaupun sekolah ingin memilih bibit-bibit siswa berprestasi yang memiliki kemampuan lebih, sebaiknya dipilih dalam kelas unggulan," katanya menambahkan. Berdasarkan data yang dirilis Dinas Pendidikan Pemprov Jatim belum lama ini menyebutkan, jumlah sekolah SD RSBI di Jatim ada sebanyak 23 sekolah, SMP 66 sekolah, SMA 63 sekolah dan SMK sebanyak 38 sekolah. Namun dari ratusan sekolah yang ditetapkan menjadi rintisan berstandar internasional itu, tak satupun statusnya berubah menjadi SBI (sekolah berstandar internasional). (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012