"Mau makan buah pisang Ambon... Bukan berarti harus ke Ambon... Cukup ada di sini... Dekat kita sendiri... Kita tinggal menikmati.... Tanam salak, tumbuh salak... Tanam duren, tumbuh duren... Tanam padi, tumbuh padi... Hai, Indonesiaku... Tanah subur, rakyat makmur... Hai, Indonesiaku... Aku sayang kepadamu...".
Penggalan bait lagu yang dinyanyikan artis cilik (saat itu sekitar tahun 1995) Enno Lerian, berjudul "Semua Ada Disini" seolah menyiratkan bagaimana suburnya tanah Indonesia. Kita mau tanam salak, pasti tumbuh salak. Mau tanam pisang, pasti tumbuh pisang. Dan, lagu itu memang nyata.
Di Jawa Timur pun demikian. Sebagai provinsi yang lahan pertaniannya sangat luas dengan tidak sedikit penduduknya yang bermata pencaharian sebagai petani, sebuah hal yang mustahil dalam jangka pendek (atau bahkan panjang) akan kehabisan komoditas hortikultura.
Nah, itulah salah satu alasan Gubernur Jawa Timur Soekarwo menentang keras dan menolak rencana pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian untuk dijadikannya Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya sebagai salah satu dari empat "pintu masuk" hortikultura impor.
Pemerintah menetapkan "empat pintu" masuk hortikultura impor yakni di Pelabuhan Belawan Sumatera Utara, Pelabuhan Makassar Sulawesi Selatan, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, dan Bandara Soekarno-Hatta Banten.
Alasannya, kondisi di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta sangat berat dan fasilitas terbatas, sehingga sangat tidak mungkin hanya masuk melalui satu pintu saja. Rencana itu pun sudah berkurang dari semula yakni sepuluh "pintu masuk".
Namun, berbagai upaya dilakukan Pakde (sapaan akrab Soekarwo) untuk membatalkannya. Tidak hanya berkoordinasi dan datang langsung menemui pemerintah pusat, Pakde juga mengirim surat ke Presiden, bahkan membuat Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur tentang "haramnya" hortikultura impor masuk bumi Jatim.
Selain impor hortikultura tidak sejalan dengan penetapan Jatim sebagai provinsi agro. Rencana ini juga dinilai bakal mematikan petani sayur di Jatim yang selama ini sudah banyak memberikan kontribusi tidak hanya untuk daerah sendiri, tapi juga ke daerah-daerah lain.
Pakde juga menyayangkan pernyataan PT Pelindo III yang akan membuat regulasi sendiri tentang masuknya holtikultura impor. Dia menegaskan bahwa kewenangan Tanjung Perak ada pada dirinya selaku wakil presiden di daerah sehingga lebih mempunyai kewenangan wilayah.
Langkah ini pun didukung para wakil rakyat di kursi legislatif. Wakil Ketua Komisi B DPRD Jatim Anna Luthfie menentang tegas keputusan pemerintah pusat dan mendukung penuh langkah gubernur. Meski ada jaminan tidak akan bocor, ia mengaku tak yakin dan kebocoran itu dikhawatirkan merusak pertanian hortikultura di Jatim.
"Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Pertanian Azis Hidayat ketika berbincang dengan saya di Surabaya beberapa waktu lalu sempat menyayangkan sikap Pakde yang khawatir impor hortikultura bocor ke pasar Jatim," ucap politisi muda itu.
Aziz Hidayat mengatakan, hal itu hanya membutuhkan pengaturan tingkat konsumsi dan daerah sentra, seperti di Malang. Selain itu juga perlu mengatur volume impor hortikultura yang masuk.
Untuk ancaman kebocoran tersebut, pengawasan dapat dilakukan lewat Balai Karantina. Dia juga menjelaskan sebenarnya balai karantina sendiri hanya untuk melindungi penyakit yang masuk lewat hortikultura.
"Impor akan dilakukan sesuai dengan kuota atau order. Kemudian order itu sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang memesan. Jika ada kelebihan order, tentunya ada sanksi bagi mereka. Yang terpenting bagi kita adalah tidak merugikan petani," ucap Azis.
Hal senada dikatakan Anggota Komisi IV DPR dari Ddapil Jatim, Rofi' Munawar. Impor hortikultura hanya sebagai pelengkap dari produk lokal, bukan sebagai komoditas utama. Apalagi sampai menghancurkan pasar lokal.
Menurut dia, Kementerian Pertanian harus memastikan bersama kementerian perdagangan kalau hortikultura impor tidak masuk ke sentra-sentra produksi dan distribusi lokal.
Dan hasilnya, perlawanan Pakde pun berhasil (sementara). Secara resmi, Menteri Pertanian Suswono mengatakan ada penundaan pelaksanaan terminal impor hortikultura di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya selama tiga bulan.
Awalnya pelaksanaan dilakukan 19 Maret 2012, namun mundur hingga 19 Juni 2012. Kalau ditunda, berarti langkah tersebut akan tetap terealisasi, hanya waktunya saja berbeda.
Menarik ditunggu sikap gubernur tiga bulan ke depan. Tetap ngotot-kah Pakde... ?! (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012