Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Jairi Irawan menyoroti kebijakan zonasi untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang bisa membatasi keinginan siswa memilih jurusan tertentu.

"Kalau SMA, sistem zonasi masih masuk akal karena kurikulumnya sama, hanya perlu peningkatan fasilitas dan kualitas guru. Namun, di SMK jurusannya tidak bisa disamakan, karena lulusan SMK harus memiliki skill tertentu sesuai kebutuhan daerah,"  katanya di Surabaya, Jumat.

Menurutnya, sistem zonasi tanpa mempertimbangkan kebutuhan jurusan berdasarkan potensi daerah, justru dinilai sebagai penyebab tingginya angka pengangguran dari lulusan SMK.

Ia menegaskan bahwa jurusan di SMK perlu diklasifikasikan berdasarkan minat siswa dan kebutuhan daerah.

Misalnya, di daerah yang dominan pada sektor pertanian dan perkebunan, jurusan di SMK seharusnya diarahkan ke bidang tersebut.

Begitu pula di daerah yang memiliki potensi pariwisata seperti Banyuwangi, jurusan-jurusan terkait pariwisata dan perhotelan perlu dikembangkan agar lulusan SMK lebih siap memasuki pasar kerja lokal.

"Sekarang ini banyak SMK dengan jurusan yang tidak sesuai kebutuhan, seperti teknik mesin ringan yang terlalu banyak. Akibatnya, lulusan SMK memiliki keterampilan yang sama, tapi kesempatan kerja terbatas, sehingga banyak yang akhirnya menganggur,"  tutur politisi Golkar ini.

Jairi mengingatkan bahwa sebelum memberikan izin operasional pendirian SMK, sebaiknya dilakukan kajian atau asesmen terhadap kebutuhan dunia kerja di wilayah terkait.

Langkah ini diperlukan agar jurusan yang dibuka di SMK sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan mampu mengurangi angka pengangguran.

"Kita juga harus terbuka untuk memperbarui jurusan yang ada. Kalau memang tidak banyak diminati atau tidak sesuai kebutuhan dunia kerja, jurusan tersebut sebaiknya diganti. Pemerintah perlu mendorong SMK untuk berani mengembangkan jurusan yang lebih relevan," kata Jairi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, pada Februari 2024, tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jawa Timur adalah 6,42 persen.

Angka ini merupakan yang tertinggi dibandingkan tingkat pendidikan lainnya, seperti lulusan SMA yang sebesar 4,64 persen.

Secara keseluruhan, TPT di Jawa Timur pada Februari 2024 adalah 3,74 persen, turun 0,59 persen dibandingkan Februari 2023 yang sebesar 4,33 persen. 

Pewarta: Faizal Falakki

Editor : Vicki Febrianto


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024