Pakar Politik Universitas Brawijaya (UB), Andhyka Muttaqin menilai bahwa dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Malang 2024 tidak ada bakal calon yang dominan tanpa keikutsertaan incumbent (petahana).

"Kalau Pak Sutiaji (mantan Wali Kota Malang periode 2018-2023) mencalonkan kembali, dia bisa dikatakan sebagai calon yang dominan," kata Andhyka dalam bincang santai bersama media (Bonsai) di kampus UB di Malang, Jawa Timur, Kamis malam.

Andhyka yang juga Ketua Tim Peneliti Perilaku Pemilih di Era Digital UB itu mengakui dalam survei, Abah Anton (Moch Anton) memang menonjol, namun saat ini masih ada perdebatan soal status hukumnya setelah terseret kasus korupsi saat ia menjabat Wali Kota Malang periode 2013-2018.

Menurut Andhyka, dengan tidak adanya calon yang dominan, semua pasangan bakal calon mempunyai potensi untuk memenangkan Pilkada Kota Malang 2024.



Hanya saja, lanjutnya, bagaimana tim pemenangan masing-masing bakal calon memilih strategi yang tepat untuk meraih suara pemilih. Oleh karena itu, mengenal dan mengetahui karakteristik pemilih sangat penting dalam menentukan strategi untuk meraih suara mereka.

Pada kesempatan itu, Andhyka memaparkan tujuh karakteristik pemilih di Kota Malang, yakni pemilih tradisional vs pemilih rasional. Pemilih tradisional ditandai dengan loyalitas pada parpol, sedangkan pemilih rasional akan memilih calon karena pertimbangan program, visi, dan misi.

Selain itu, ada pemilih patronase, yakni pengaruh tokoh agama, baik dari kalangan NU maupun Muhammadiyah. Pemilih keempat adalah yang mempertimbangkan imbalan atau politik uang.

Kemudian, pemilih muda. Pemilih muda ini sangat kritis terhadap calon karena pengaruh sosialisasi dari kampus. Mereka akan memilih calon yang dinilai mampu mengakomodasi kepentingan mereka.



Andhyka mengatakan ada pemilih swing voter. Mereka juga kritis terhadap calon dan sangat memperhatikan aspek isu lokal serta kebijakan yang ditawarkan para calon kepala daerah.

Sementara itu, Ketua Bidang Kerja Sama Badan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UB, Novy Setia Yunas mengatakan ada empat subkultur masyarakat di Jatim.

Keempat subkultur tersebut adalah Matraman (Nganjuk-Ngawi). Subkultur ini loyal pada partai nasionalis dan pendekatannya secara budaya.

Selain itu, ada subkultur Arek (Jombang, Mojokertpo, Surabaya, Malang) yang ditandai dengan swing voter yang tinggi, subkultur Tapal Kuda (Pasuruan-Banyuwangi), yakni ketaatan kepada ulama yang tinggi, dan Madura yang karakteristiknya sama dengan daerah Tapal Kuda.



Yunas mengemukakan perkembangan teknologi informasi bergerak sangat cepat dan dinamis, sehingga mengubah landskap sosial politik masyarakat.

Perkembangan tersebut pada akhirnya memberikan kenyataan bahwa terdapat fenomena-fenomena politik yang baru dalam Pemilihan Umum tahun 2024.

Model kampanye yang mengandalkan aspek kreatif berciri khas anak muda dan pendekatan berbasis teknologi informasi serta media sosial, katanya, tentu menjadi pola baru yang akan diadopsi para kontestan di tingkat lokal.

Menurut ia, fenomena ini berkaca pada fenomena yang ada di tingkat nasional beberapa waktu lalu, dimana mayoritas kandidat menggunakan pendekatan atau model kampanye berbasis teknologi informasi serta media sosial, dan menggunakan desain kampanye yang menarik, kreatif dan inovatif.



Pilkada Kota Malang diikuti tiga pasangan bakal calon, yakni Moch Anton-Dimyati Ayatullah, Wahyu Hidayat-Ali Muthohirin serta Heri Cahyono-Ganis Rumpoko.

Wahyu dan Ali didukung oleh 14 partai politik, di antaranya Gerindra, PSI, Nasdem, PKS, Golkar, serta sembilan partai nonparlemen.

Sementara Anton Dimyati didukung PKB, Demokrat, PAN, dan Partai Ummat. Sedangkan Heri Cahyono-Ganis Rumpoko diusung PDI Perjuangan.

Pewarta: Endang Sukarelawati

Editor : Abdullah Rifai


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024