Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperjuangkan peluang agar Indonesia terbebas dari tuduhan dumping udang di Amerika Serikat (AS) melalui penyiapan sejumlah strategi pembelaan.

"KKP menyiapkan strategi pembelaan, menurut kami masih ada tiga peluang yang bisa diperjuangkan. Pertama mempertegas posisi petitioner, kita akan mempertanyakan apakah pihak petitioner mewakili industri udang Amerika Serikat secara keseluruhan atau hanya mewakili sebagian. Ini harus dipastikan pada saat hearing," ujar Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Budi Sulistiyo dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

Budi menambahkan, kemudian memastikan jenis udang yang dituduhkan dumping itu sebenarnya berbeda jenisnya dengan yang diproduksi oleh Indonesia.

Peluang ketiga adalah mempertegas apakah kerugian domestik industri udang di Amerika Serikat itu sebetulnya bukan karena kegiatan impor dari Indonesia.

"Jadi tiga posisi ini yang akan kita perjuangkan bersama untuk membebaskan tuduhan yang sudah dilayangkan," kata Budi.

Tanggal 25 Oktober 2023, Indonesia menerima petisi yang dikirimkan oleh American Shrimp Processors Associaton (ASPA), asosiasi yang beranggotakan pengolah frozen warmwater shrimp di Amerika Serikat. Indonesia menghadapi tuduhan antidumping dan countervailing duties terhadap ekspor udang beku Indonesia ke pasar AS dari ASPA melalui petisi tersebut.

Tuduhan CVD (countervailing duties) tidak hanya ditujukan kepada Indonesia, tetapi juga Vietnam, Ekuador, dan India, sementara tuduhan AD (antidumping) ditujukan kepada Indonesia dan Ekuador.

Periode investigasi untuk tuduhan dumping adalah data perdagangan 1 Januari 2022 - Desember 2022. Sedangkan untuk tuduhan CVD dengan periode investigasi 1 September 2022 - 31 Agustus 2023. Produk yang diselidiki adalah udang beku hasil budidaya (produk utuh atau tanpa kepala dikupas atau tidak dikupas, dengan ekor atau tanpa ekor, dibuang usus atau tidak, dimasak atau mentah, dan diproses dalam bentuk beku).

Dalam penyelidikan ini, Departemen Perdagangan AS (U.S. Department of Commerce) memilih dua pelaku usaha atau eksportir Indonesia sebagai mandatory responden yakni PT. Bahari Makmur Sejati (BMS) dan PT. First Marine Seafood (FMS).

Hasil keputusan sementara terkait dengan penyelidikan AD dan CVD, pada 25 Maret 2024 Departemen Perdagangan AS menerbitkan hasil keputusan sementara bahwa pemerintah Indonesia tidak terbukti melakukan subsidi.

Terkait dengan penyelidikan AD, pada 23 Mei 2024 Departemen Perdagangan AS menerbitkan hasil keputusan sementara yang menyatakan bahwa margin dumping BMS sebesar persen dan FMS sebesar 6,3 persen. Berdasarkan regulasi AS, FMS dan seluruh eksportir udang beku Indonesia lainnya akan dikenakan tarif bea masuk AD 6,3 persen.

KKP mengkaji peluang-peluang penanganan kasus AD dalam rangka membebaskan tuduhan dumping udang maupun subsidi sebelum pengumuman keputusan final diterbitkan yang diperkirakan pada 5 Desember 2024.

Salah satu upaya melalui menyampaikan keberatan terhadap penggunaan laporan keuangan perusahaan yang bisnisnya berbeda dengan BMS dan FMS sebagai dasar penghitungan dumping margin, dan mengusulkan penggunaan laporan keuangan dari perusahaan yang memiliki bisnis yang serupa dengan BMS dan FMS pada pertemuan dengan Departemen Perdagangan AS pada 20 Agustus 2024.

Sebagai informasi, kontribusi ekspor produk perikanan Indonesia ke AS terhadap total nilai ekspor non migas sebesar 8,2 persen. Kontribusi ekspor udang Indonesia ke AS terhadap ekspor non migas adalah 4,8 persen.

Ekspor udang Indonesia ke pasar AS pada tahun 2023 sebesar 1,1 miliar dolar AS atau 58,1 persen dari total ekspor perikanan Indonesia ke AS, serta sekitar 64,3 persen dari total nilai ekspor udang Indonesia ke dunia.

Pewarta: Aji Cakti

Editor : Vicki Febrianto


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024