Surabaya - Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya menyita dua kontainer berisi kayu olahan campuran jenis tombeua, eha dan kolaka ilegal yang tidak sesuai izin. "Awalnya kami menerima informasi adanya laporan kayu ilegal yang dokumennya tidak sesuai perizinan. Setelah dicek ternyata benar dan barang bukti kami sita," ujar Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak AKBP Anom Wibowo kepada wartawan di Surabaya, Minggu. Di dalam dua kontainer tersebut berisi sekitar 35 meter kubik atau setara 502 batang kayu. Saat ini dua kontainer yang tersimpan di Depo PT. SRIL di Jalan Kalimas Baru Surabaya tersebut dipasangi garis polisi. Anom mengatakan pihaknya bersama Petugas Kehutanan melakukan penghitungan dan pengukuran terhadap barang kayu olahan tersebut. Hasilnya diketahui bahwa kayu yang dikirim dari Sulawesi Tenggara tersebut tidak sesuai dengan fisiknya. "Volume atau isinya kelebihan dua meter kubik dan dokumen yang menyertai bukan peruntukannya. Di dalam dokumen ditulis kayu bulat, tapi ternyata isinya bukan," kata mantan Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya itu. Kendati demikian polisi belum menentukan tersangka dalam kasus ini. Anom mengaku pihaknya masih perlu melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan mendatangi langsung pemilik kayu yang nilainya ditaksir ratusan juta rupiah tersebut. "Tidak mungkin kami hanya menunggu. Tim khusus sudah berangkat dan mencari tahu tentang kayu ini, baru kemudian kami bisa menetapkannya sebagai tersangka," kata mantan Kepala SPKT Polda Jatim itu. Dalam kasus ini, polisi bakal menindak secara pidana sesuai ketentuan Pasal 50 (3) huruf e, f dan h Undang-Undang RI Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Jo Pasal 58 ayat (1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.8/MENHUT-II/2009 tentang perubahan kedua atas Permenhut Nomor: P/55/MENHUT-II/2006 tentang penatausahaan hasil hutan yang berasal dari hutan negara. Sementara itu, Kasubbag Humas Polres Pelabuhan Tanjung Perak AKP Lily Djafar mengungkapkan, tahapan selanjutnya penyidik juga akan meminta penilaian saksi ahli dari Dinas Kehutanan Provinsi Jatim dan Kab. Kendari, Sulawesi Tenggara. "Kalau terbukti melanggar ketentuan pidana, maka tersangka bisa dijerat hukuman penjara hingga 10 tahun dan denda sebesar Rp5 miliar," tukas dia. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2012