Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) melibatkan sejumlah pakar untuk mengevaluasi dan menganalisa Undang-Undang Pertahanan Negara dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertema "Analisis dan Evaluasi Hukum Pertahanan Negara" yang digelar di Universitas Jember (Unej), Jawa Timur, Kamis.
"Diperlukan sebuah sistem komprehensif yang dipersiapkan sedini mungkin untuk menjaga pertahanan negara," kata Kepala BPHN Widodo Ekatjahjana saat memberikan sambutan dalam kegiatan tersebut di Jember.
Menurutnya pertahanan negara merupakan suatu hal yang krusial, khususnya dalam menjaga keutuhan wilayah, menegakkan kedaulatan, dan menyelamatkan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan.
"Untuk itu, dibutuhkan sistem yang bersifat semesta, melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya termasuk hukum, sehingga perlu dipersiapkan sejak dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut," tuturnya.
Ia mengatakan tugas besar tersebut dihadapkan pada ancaman yang terus berkembang karena terletak di kawasan Asia Pasifik, Indonesia harus senantiasa bersiap menghadapi tantangan keamanan yang kompleks dan dinamis, dengan faktor risiko yang dapat menimbulkan konflik antarnegara.
"Di luar ancaman yang bersifat tradisional, juga menghadapi tantangan yang berasal dari perkembangan teknologi. Perang Rusia dengan Ukraina misalnya, menunjukkan bagaimana teknologi dimanfaatkan untuk melancarkan serangan-serangan siber," katanya.
Widodo menjelaskan bahwa hal tersebut yang mendasari BPHN untuk membentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang melakukan analisis dan evaluasi hukum pertahanan negara dengan melibatkan sejumlah pakar akademisi, mahasiswa, perwakilan kemenkumham, Polri, pemerintah daerah, serta organisasi masyarakat sipil.
Sementara Wakil Rektor Bidang Akademik Unej Slamin mengatakan dewasa ini isu terkait keamanan siber dapat dikategorikan sebagai permasalahan pertahanan negara.
"Bulan lalu, Pusat Data Nasional (PDN) diretas sehingga beberapa situs web lembaga pemerintahan tidak bisa diakses. Tak selalu identik dengan militer saja, peretasan seperti ini juga termasuk ancaman negara," ujarnya.
Masukan pemikiran yang diberikan oleh para narasumber dan pemangku kepentingan diharapkan dapat menjadi bahan dan masukan bagi Pokja dalam melakukan analisis dan evaluasi serta menyusun rekomendasi terhadap peraturan perundang-undangan terkait pertahanan negara.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
"Diperlukan sebuah sistem komprehensif yang dipersiapkan sedini mungkin untuk menjaga pertahanan negara," kata Kepala BPHN Widodo Ekatjahjana saat memberikan sambutan dalam kegiatan tersebut di Jember.
Menurutnya pertahanan negara merupakan suatu hal yang krusial, khususnya dalam menjaga keutuhan wilayah, menegakkan kedaulatan, dan menyelamatkan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan.
"Untuk itu, dibutuhkan sistem yang bersifat semesta, melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya termasuk hukum, sehingga perlu dipersiapkan sejak dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut," tuturnya.
Ia mengatakan tugas besar tersebut dihadapkan pada ancaman yang terus berkembang karena terletak di kawasan Asia Pasifik, Indonesia harus senantiasa bersiap menghadapi tantangan keamanan yang kompleks dan dinamis, dengan faktor risiko yang dapat menimbulkan konflik antarnegara.
"Di luar ancaman yang bersifat tradisional, juga menghadapi tantangan yang berasal dari perkembangan teknologi. Perang Rusia dengan Ukraina misalnya, menunjukkan bagaimana teknologi dimanfaatkan untuk melancarkan serangan-serangan siber," katanya.
Widodo menjelaskan bahwa hal tersebut yang mendasari BPHN untuk membentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang melakukan analisis dan evaluasi hukum pertahanan negara dengan melibatkan sejumlah pakar akademisi, mahasiswa, perwakilan kemenkumham, Polri, pemerintah daerah, serta organisasi masyarakat sipil.
Sementara Wakil Rektor Bidang Akademik Unej Slamin mengatakan dewasa ini isu terkait keamanan siber dapat dikategorikan sebagai permasalahan pertahanan negara.
"Bulan lalu, Pusat Data Nasional (PDN) diretas sehingga beberapa situs web lembaga pemerintahan tidak bisa diakses. Tak selalu identik dengan militer saja, peretasan seperti ini juga termasuk ancaman negara," ujarnya.
Masukan pemikiran yang diberikan oleh para narasumber dan pemangku kepentingan diharapkan dapat menjadi bahan dan masukan bagi Pokja dalam melakukan analisis dan evaluasi serta menyusun rekomendasi terhadap peraturan perundang-undangan terkait pertahanan negara.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024