Pemerintah Bangladesh pada Jumat (19/7) memberlakukan jam malam nasional serta mengerahkan pasukan militer saat jumlah korban tewas di tengah aksi protes mahasiswa mencapai 75 orang.

Pembatasan itu mulai berlaku pada Jumat tengah malam dan pasukan militer telah diperintahkan untuk mengendalikan situasi.

Sebelumnya pada Jumat siang, setidaknya 30 orang tewas ketika demonstrasi anti-pemerintah bergolak di negara Asia Selatan tersebut, yang menambah jumlah korban tewas menjadi 75 orang dalam tiga hari terakhir, kata kepolisian kepada Anadolu di Dhaka.

Situasi di Bangladesh masih bergejolak saat pemerintah memutus komunikasi tanpa internet seluler atau broadband.

Menurut aturan resmi, pembatasan jam malam akan berakhir pada 0600GMT, Sabtu, untuk rehat selama dua jam dan kembali diberlakukan hingga 0400GMT, Minggu.

Selanjutnya, aturan tersebut akan diterapkan "sesuai kebutuhan".

Di tengah kerusuhan dalam negeri, Perdana Menteri Sheikh Hasina terpaksa membatalkan perjalanan resmi ke Spanyol pada Sabtu.

Sebagian besar korban tewas dilaporkan di Ibu Kota Dhaka, kata kepolisian kepada koresponden Anadolu di Dhaka, yang menjadi pusat demonstrasi.

Lebih dari 2.000 orang terluka selama terjadi bentrokan di seluruh negeri.

Aksi protes terhadap sistem kuota 56 persen dalam pekerjaan publik di Bangladesh kian memanas pekan ini, seiring dengan penutupan lembaga pendidikan di seluruh wilayah oleh pemerintah.

Akan tetapi, para mahasiswa menolak meninggalkan kampus. 

Sekitar 30 dari 56 persen kuota penempatan pekerjaan publik diperuntukkan bagi putra dan cucu para pihak yang berpartisipasi dalam perang pembebasan Bangladesh pada 1971.

Pemerintah diperkirakan akan mengajukan banding ke Mahkamah Agung pada Minggu untuk mengurangi jumlah kuota menjadi 20 persen.


Sumber: Anadolu


 

Pewarta: Asri Mayang Sari

Editor : Vicki Febrianto


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024