Kawasan Kota Lama Zona Eropa memberikan sentuhan baru pada estetika di Kota Surabaya, Jawa Timur, yang terkenal sebagai kota perdagangan dan jasa, sehingga lekat deretan gedung pencakar langit bernuansa modern.
Namun sejak Kota Lama, termasuk Zona Eropa, diresmikan, setelah melalui proses revitalisasi, panorama di Ibu Kota Jawa Timur bertambah. Gedung bergaya klasik khas sentuhan kolonial menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Seperti di Jalan Rajawali yang merupakan bagian dari Kota Lama, lokasi ini dulu banyak dipadati angkutan kota maupun bus kota, tetapi kini malah menjadi tempat masyarakat berkumpul hingga bertamasya, khususnya saat sore hari.
Paling padat ada di area ruang terbuka di depan Gedung Internatio. Dulu lokasi itu jadi tempat pemberhentian angkutan kota menunggu penumpang.
Setelah direvitalisasi, jalur pemberhentian angkutan kota dihilangkan dan diganti dengan keramik khusus ruang terbuka. Area Gedung Internatio menjadi ramai pengunjung, bahkan sampai ke Taman Jayengrono.
Tempat ini cocok dinikmati saat sore hari, sembari melihat senja dari sisi utara Kota Pahlawan.
Selain untuk tempat berlibur, Kota Lama juga menyediakan sarana edukasi berupa rekam sejarah perkembangan kawasan tersebut dari era klasik sampai modern. Tepat di depan Taman Jayengrono ada replika mobil Jenderal A.W.S Mallaby. Mallaby adalah komandan brigade pasukan Sekutu yang tewas saat pertempuran di Surabaya.
Di seberang Gedung Internatio ada Gedung cerutu yang masih terawat dan tepat di sebelahnya ada Jalan Gelatik yang penuh dengan para penjual kopi. Lokasi itu pun menjadi salah satu favorit pengunjung.
Kota Lama Zona Eropa tidak sebatas "menjual" panorama gedung berarsitektur kolonial, tetapi juga menghadirkan sejumlah wahana wisata yang semakin memanjakan wisatawan, seperti persewaan sepeda "ontel" kuno dan "toerwagen".
Tarif dua wahana ini ramah di kantong. Untuk sepeda "ontel" per jam cukup membayar Rp20 ribu dan beroperasi pada Jumat-Minggu, mulai pukul 12.00-20.00 WIB.
Toerwagen juga punya tarif yang sama, yakni Rp20 ribu per orang dengan durasi berkeliling 30 menit. Pengunjung dibawa menikmati pemandangan sejumlah bangunan lawas, seperti Penjara Kalisosok, De Javasche Bank, Jembatan Merah, Gedung Singa atau De Algemeene, Pos Blok, hingga Gereja Santa Perawan Maria.
Operasional wahana keliling Kota Lama ini dibuka setiap hari, mulai pukul 08.00-21.00 WIB, tetapi pengunjung harus sabar karena antrean penumpang yang panjang. Saat ini baru tiga unit kendaraan yang beroperasi, dua unit berkapasitas 13 orang dan satu lainnya tujuh orang.
Salah seorang pengunjung asal Kabupaten Nganjuk Muhammad Pratama mengatakan bangunan lawas di Kota Lama memberikan kesan berbeda dari Surabaya.
Kunjungannya ke Kota Lama Zona Eropa adalah yang pertama kali.
"Saya asalnya Nganjuk, tapi di sini sudah tiga tahun tinggal. Selama tinggal di sini baru kali ini merasakan suasana beda dari Surabaya, gedung zaman Belanda menarik," ujarnya.
Selain itu, kata dia, keberadaan ruang terbuka yang terhubung langsung ke Taman Jayengrono juga memberikan opsi bermain bagi anak-anak.
"Pengawasannya mudah juga, terbuka lokasinya. Saya ke sini mengajak ponakan yang liburan," kata dia.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya Irvan Wahyudrajat mengatakan kawasan Kota Lama dikembangkan secara bertahap, mengingat luasannya yang mencapai 128 hektare.
Kota Lama terbagi ke dalam beberapa zona, selain Eropa, ada Pecinan, Melayu, dan Arab.
"Kami mengembangkan Kota lama tidak berhenti sampai saat ini saja, tetapi terus disiapkan untuk lima tahun ke depan," kata Irvan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Namun sejak Kota Lama, termasuk Zona Eropa, diresmikan, setelah melalui proses revitalisasi, panorama di Ibu Kota Jawa Timur bertambah. Gedung bergaya klasik khas sentuhan kolonial menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Seperti di Jalan Rajawali yang merupakan bagian dari Kota Lama, lokasi ini dulu banyak dipadati angkutan kota maupun bus kota, tetapi kini malah menjadi tempat masyarakat berkumpul hingga bertamasya, khususnya saat sore hari.
Paling padat ada di area ruang terbuka di depan Gedung Internatio. Dulu lokasi itu jadi tempat pemberhentian angkutan kota menunggu penumpang.
Setelah direvitalisasi, jalur pemberhentian angkutan kota dihilangkan dan diganti dengan keramik khusus ruang terbuka. Area Gedung Internatio menjadi ramai pengunjung, bahkan sampai ke Taman Jayengrono.
Tempat ini cocok dinikmati saat sore hari, sembari melihat senja dari sisi utara Kota Pahlawan.
Selain untuk tempat berlibur, Kota Lama juga menyediakan sarana edukasi berupa rekam sejarah perkembangan kawasan tersebut dari era klasik sampai modern. Tepat di depan Taman Jayengrono ada replika mobil Jenderal A.W.S Mallaby. Mallaby adalah komandan brigade pasukan Sekutu yang tewas saat pertempuran di Surabaya.
Di seberang Gedung Internatio ada Gedung cerutu yang masih terawat dan tepat di sebelahnya ada Jalan Gelatik yang penuh dengan para penjual kopi. Lokasi itu pun menjadi salah satu favorit pengunjung.
Kota Lama Zona Eropa tidak sebatas "menjual" panorama gedung berarsitektur kolonial, tetapi juga menghadirkan sejumlah wahana wisata yang semakin memanjakan wisatawan, seperti persewaan sepeda "ontel" kuno dan "toerwagen".
Tarif dua wahana ini ramah di kantong. Untuk sepeda "ontel" per jam cukup membayar Rp20 ribu dan beroperasi pada Jumat-Minggu, mulai pukul 12.00-20.00 WIB.
Toerwagen juga punya tarif yang sama, yakni Rp20 ribu per orang dengan durasi berkeliling 30 menit. Pengunjung dibawa menikmati pemandangan sejumlah bangunan lawas, seperti Penjara Kalisosok, De Javasche Bank, Jembatan Merah, Gedung Singa atau De Algemeene, Pos Blok, hingga Gereja Santa Perawan Maria.
Operasional wahana keliling Kota Lama ini dibuka setiap hari, mulai pukul 08.00-21.00 WIB, tetapi pengunjung harus sabar karena antrean penumpang yang panjang. Saat ini baru tiga unit kendaraan yang beroperasi, dua unit berkapasitas 13 orang dan satu lainnya tujuh orang.
Salah seorang pengunjung asal Kabupaten Nganjuk Muhammad Pratama mengatakan bangunan lawas di Kota Lama memberikan kesan berbeda dari Surabaya.
Kunjungannya ke Kota Lama Zona Eropa adalah yang pertama kali.
"Saya asalnya Nganjuk, tapi di sini sudah tiga tahun tinggal. Selama tinggal di sini baru kali ini merasakan suasana beda dari Surabaya, gedung zaman Belanda menarik," ujarnya.
Selain itu, kata dia, keberadaan ruang terbuka yang terhubung langsung ke Taman Jayengrono juga memberikan opsi bermain bagi anak-anak.
"Pengawasannya mudah juga, terbuka lokasinya. Saya ke sini mengajak ponakan yang liburan," kata dia.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya Irvan Wahyudrajat mengatakan kawasan Kota Lama dikembangkan secara bertahap, mengingat luasannya yang mencapai 128 hektare.
Kota Lama terbagi ke dalam beberapa zona, selain Eropa, ada Pecinan, Melayu, dan Arab.
"Kami mengembangkan Kota lama tidak berhenti sampai saat ini saja, tetapi terus disiapkan untuk lima tahun ke depan," kata Irvan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024