Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menetapkan Langgar Gipo yang berlokasi di Jalan Kalimas Udik, Kelurahan Nyamplungan, Kecamatan Pabean Cantikan sebagai salah satu destinasi wisata religi.
"Insya Allah pelajar SD dan SMP yang memang menjadi kewenangan pemerintah kota diajak ke Langgar Gipo yang menjadi wisata religi," kata Eri seusai peresmian penyelesaian renovasi Langgar Gipo di Kalimas Udik, Surabaya, Sabtu.
Bangunan itu telah ditetapkan statusnya sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/63/436.1.2/2021 yang terbit pada 22 Februari 2021.
Langgar Gipo juga masuk ke dalam kawasan Kota Lama yang saat ini sedang getol dikembangkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Oleh karena itu, dia sudah mempersiapkan langkah mempromosikan tempat itu kepada masyarakat, yakni melalui kegiatan berkendaraan sepeda motor keliling Kota Surabaya.
Kegiatan tersebut juga melibatkan anak-anak muda Kota Surabaya penghobi sepeda motor.
Eri menyatakan eksistensi Langgar Gipo harus dipertahankan lantaran memiliki rekam sejarah di era perjuangan.
"Kota ini boleh maju tetapi generasi mudanya tidak melupakan sejarah, Langgar Gipo ini cagar budaya juga," ujarnya.
Selain itu, Wali kota menyatakan saat ini proses renovasi langgar tersebut sudah rampung keseluruhan dan dilanjutkan dengan menambah beberapa ornamen petunjuk bagi para wisatawan di lantai 2 bangunan yang difungsikan sebagai museum.
"Kami tambah satu layar monitor di sini yang menampilkan sejarah Langgar Gipo, beberapa koleksi bersejarah nanti diletakkan di sini oleh pihak keluarga Hasan Gipo," ucapnya.
Sementara, Ketua Yayasan Insan Keturunan Sagipoddin (IKSA) Abdul Wachid Zein menjelaskan Langgar Gipo saat sudah menginjak usia 304 tahun.
Dahulu, langgar yang didirikan oleh keluarga Sagipoddin atau H Abdul Latief Sagipodin (Gipo) digunakan untuk sebagai tempat berkumpul atau singgah para jamaah haji asal Jawa Timur sebelum berangkat ke Tanah Suci menggunakan kapal laut.
"Sebelum berangkat haji orang-orang itu singgah di sini, semuanya dirawat oleh Mbah Gipo. Jadi orang-orang itu tidak mengeluarkan uang sepeserpun," ujarnya.
Kemudian, pada era perjuangan Langgar Gipo menjadi tempat penggemblengan para pejuang Tanah Air sebelum berangkat ke medan pertempuran.
Dia berharap Langgar Gipo tidak sekadar wisata religi maupun tempat ibadah, tetapi mampu menjadi sarana edukasi sejarah dan persatuan antar anak bangsa.
"Jadi anak-anak cucu kita mengetahui bahwa Langgar Gipo adalah langgar perjuangan yang menyatukan," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
"Insya Allah pelajar SD dan SMP yang memang menjadi kewenangan pemerintah kota diajak ke Langgar Gipo yang menjadi wisata religi," kata Eri seusai peresmian penyelesaian renovasi Langgar Gipo di Kalimas Udik, Surabaya, Sabtu.
Bangunan itu telah ditetapkan statusnya sebagai cagar budaya melalui Surat Keputusan Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/63/436.1.2/2021 yang terbit pada 22 Februari 2021.
Langgar Gipo juga masuk ke dalam kawasan Kota Lama yang saat ini sedang getol dikembangkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Oleh karena itu, dia sudah mempersiapkan langkah mempromosikan tempat itu kepada masyarakat, yakni melalui kegiatan berkendaraan sepeda motor keliling Kota Surabaya.
Kegiatan tersebut juga melibatkan anak-anak muda Kota Surabaya penghobi sepeda motor.
Eri menyatakan eksistensi Langgar Gipo harus dipertahankan lantaran memiliki rekam sejarah di era perjuangan.
"Kota ini boleh maju tetapi generasi mudanya tidak melupakan sejarah, Langgar Gipo ini cagar budaya juga," ujarnya.
Selain itu, Wali kota menyatakan saat ini proses renovasi langgar tersebut sudah rampung keseluruhan dan dilanjutkan dengan menambah beberapa ornamen petunjuk bagi para wisatawan di lantai 2 bangunan yang difungsikan sebagai museum.
"Kami tambah satu layar monitor di sini yang menampilkan sejarah Langgar Gipo, beberapa koleksi bersejarah nanti diletakkan di sini oleh pihak keluarga Hasan Gipo," ucapnya.
Sementara, Ketua Yayasan Insan Keturunan Sagipoddin (IKSA) Abdul Wachid Zein menjelaskan Langgar Gipo saat sudah menginjak usia 304 tahun.
Dahulu, langgar yang didirikan oleh keluarga Sagipoddin atau H Abdul Latief Sagipodin (Gipo) digunakan untuk sebagai tempat berkumpul atau singgah para jamaah haji asal Jawa Timur sebelum berangkat ke Tanah Suci menggunakan kapal laut.
"Sebelum berangkat haji orang-orang itu singgah di sini, semuanya dirawat oleh Mbah Gipo. Jadi orang-orang itu tidak mengeluarkan uang sepeserpun," ujarnya.
Kemudian, pada era perjuangan Langgar Gipo menjadi tempat penggemblengan para pejuang Tanah Air sebelum berangkat ke medan pertempuran.
Dia berharap Langgar Gipo tidak sekadar wisata religi maupun tempat ibadah, tetapi mampu menjadi sarana edukasi sejarah dan persatuan antar anak bangsa.
"Jadi anak-anak cucu kita mengetahui bahwa Langgar Gipo adalah langgar perjuangan yang menyatukan," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024