Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024 Khofifah Indar Parawansa menyatakan Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) menjadi momentum memperkuat kewaspadaan dan mitigasi untuk meminimalisasi korban jiwa dampak bencana alam.
"Jawa Timur ini ring of fire, selain itu secara topologi juga memiliki kontur geografi yang memiliki potensi longsor, banjir bandang, dan juga bencana hidrometeorologi yang cukup tinggi. Sehingga kesiapsiagaan terhadap bencana sangat penting bagi masyarakat,” kata Khofifah dalam keterangan resmi yang diterima di Surabaya, Jumat.
Khofifah menjelaskan pola kewaspadaan dan mitigasi harus disosialisasikan hingga ke tingkat lingkungan permukiman penduduk secara maksimal.
Kemudian dilanjutkan dengan penguatan pada pola penanganan kejadian kegawatdaruratan, persiapan logistik, dan tata kelola penanggulangan bencana.
"Misalnya, budaya kerja bakti merupakan hal kecil yang tidak bisa diremehkan, ini bisa menjadi langkah memitigasi potensi bencana di lingkungan sekitar, seperti banjir. Ketika itu terdeteksi maka bisa cepat diatasi," ujarnya.
Sementara, Khofifah menyatakan saat mengemban jabatan sebagai Gubernur Jawa Timur Indeks Risiko Bencana bisa ditekan, di tahun 2023 angkanya berada di 101,65 poin dan turun sebesar 7,04 poin dari tahun 2022 yakni sebesar 108,69 poin.
Turunnya Indeks Risiko Bencana dikarenakan adanya fokus dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur memaksimalkan pola penanggulangan bencana dengan tepat dan terukur.
Sebab jika tak maksimal, lanjut dia, maka bencana alam bisa memberikan dampak signifikan pada aspek lain, seperti bertambahnya angka kemiskinan di suatu wilayah.
Oleh karena itu, Khofifah berharap HKB mampu dijadikan oleh masyarakat dan para pemangku kebijakan untuk meningkatkan kepekaan serta kepedulian terhadap risiko bencana.
"Kita tidak menginginkan adanya korban nyawa, semua titik rawan harus membangun tim koordinasi agar semua bisa melakukan mitigasi dan antisipasi terhadap potensi bencana," ujar wanita yang juga Ketua PP Muslimat NU tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
"Jawa Timur ini ring of fire, selain itu secara topologi juga memiliki kontur geografi yang memiliki potensi longsor, banjir bandang, dan juga bencana hidrometeorologi yang cukup tinggi. Sehingga kesiapsiagaan terhadap bencana sangat penting bagi masyarakat,” kata Khofifah dalam keterangan resmi yang diterima di Surabaya, Jumat.
Khofifah menjelaskan pola kewaspadaan dan mitigasi harus disosialisasikan hingga ke tingkat lingkungan permukiman penduduk secara maksimal.
Kemudian dilanjutkan dengan penguatan pada pola penanganan kejadian kegawatdaruratan, persiapan logistik, dan tata kelola penanggulangan bencana.
"Misalnya, budaya kerja bakti merupakan hal kecil yang tidak bisa diremehkan, ini bisa menjadi langkah memitigasi potensi bencana di lingkungan sekitar, seperti banjir. Ketika itu terdeteksi maka bisa cepat diatasi," ujarnya.
Sementara, Khofifah menyatakan saat mengemban jabatan sebagai Gubernur Jawa Timur Indeks Risiko Bencana bisa ditekan, di tahun 2023 angkanya berada di 101,65 poin dan turun sebesar 7,04 poin dari tahun 2022 yakni sebesar 108,69 poin.
Turunnya Indeks Risiko Bencana dikarenakan adanya fokus dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur memaksimalkan pola penanggulangan bencana dengan tepat dan terukur.
Sebab jika tak maksimal, lanjut dia, maka bencana alam bisa memberikan dampak signifikan pada aspek lain, seperti bertambahnya angka kemiskinan di suatu wilayah.
Oleh karena itu, Khofifah berharap HKB mampu dijadikan oleh masyarakat dan para pemangku kebijakan untuk meningkatkan kepekaan serta kepedulian terhadap risiko bencana.
"Kita tidak menginginkan adanya korban nyawa, semua titik rawan harus membangun tim koordinasi agar semua bisa melakukan mitigasi dan antisipasi terhadap potensi bencana," ujar wanita yang juga Ketua PP Muslimat NU tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024