Kejaksaan Negeri Tulungagung telah melimpahkan kasus elpiji oplosan yang dilakukan oknum pelaku usaha pangkalan elpiji di wilayah Kecamatan Sumbergempol, Tulungagung, Jawa Timur.
Kasi Pidana Umum Kejari Tulungagung, Beni Prihatno mengatakan, kasus limpahan dari Polres Tulungagung itu diterima pada akhir Januari 2024, dan saat ini telah siap disidangkan.
"Berkas perkara ini sudah dinyatakan lengkap atau P21 pada 9 Maret, dan sekarang sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tulungagung, dan akan segera disidangkan," katanya.
Beni menjelaskan, pihaknya menerima SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dari Penyidik Polres Tulungagung pada 29 Januari 2024.
Pihaknya lalu menunjuk Jaksa untuk mengikuti perkembangan penyidikan. Dari hasil penyidikan itu lalu dikirimkan ke JPU untuk diteliti.
Setelah selesai diteliti, JPU menyatakan berkas tersebut sudah memenuhi syarat formil dan materiil.
"Dinyatakan P21 (lengkap) pada 13 Maret 2024," katanya.
Kasus pengoplosan gas elpiji bersubsidi menjadi Nonsubsidi ini dilakukan oleh tersangka GR (37) warga Desa Jabalsari Kecamatan Sumbergempol.
Setelah berkas dinyatakan lengkap, selanjutnya dilakukan pelimpahan tahap dua (pelimpahan tersangka dan barang bukti) dari Penyidik Polres pada Kejaksaan Negeri Tulungagung pada 21 Maret 2024.
"Tersangka saat ini ditahan di rumah tahanan," kata Beni.
Sedangkan barang bukti sebanyak 199 tabung elpiji melon kapasitas tiga kilogram yang masih ada isinya, 15 tabung gas kosong tiga kilogram kilogram dan 10 tabung elpiji nonsubsidi berwarna merah muda diamankan di kantor Kejaksaan Negeri Tulungagung.
Dijelaskan, bahwa dalam menjalankan aksinya, tersangka GR mengoplos elpiji bersubsidi kapasitas tiga kilogram menjadi gas elpiji nonsubsidi ukuran 12 kilogram.
Pengoplosan dilakukan di tempat usaha miliknya di Desa Jabalsari, Kecamatan Sumbergempol.
Gas yang sudah dioplos itu lalu dijual oleh GR dengan harga nonsubsidi yang lebih mahal dibanding gas elpiji subsidi.
Untuk memperoleh gas elpiji subsidi itu, GR membeli dari para penjual gas melon. "Dari pemeriksaan awal dia sudah melakukan aksinya baru beberapa bulan," jelasnya.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat dengan pasal 55 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang diubah dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dinyatakan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Kasi Pidana Umum Kejari Tulungagung, Beni Prihatno mengatakan, kasus limpahan dari Polres Tulungagung itu diterima pada akhir Januari 2024, dan saat ini telah siap disidangkan.
"Berkas perkara ini sudah dinyatakan lengkap atau P21 pada 9 Maret, dan sekarang sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tulungagung, dan akan segera disidangkan," katanya.
Beni menjelaskan, pihaknya menerima SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dari Penyidik Polres Tulungagung pada 29 Januari 2024.
Pihaknya lalu menunjuk Jaksa untuk mengikuti perkembangan penyidikan. Dari hasil penyidikan itu lalu dikirimkan ke JPU untuk diteliti.
Setelah selesai diteliti, JPU menyatakan berkas tersebut sudah memenuhi syarat formil dan materiil.
"Dinyatakan P21 (lengkap) pada 13 Maret 2024," katanya.
Kasus pengoplosan gas elpiji bersubsidi menjadi Nonsubsidi ini dilakukan oleh tersangka GR (37) warga Desa Jabalsari Kecamatan Sumbergempol.
Setelah berkas dinyatakan lengkap, selanjutnya dilakukan pelimpahan tahap dua (pelimpahan tersangka dan barang bukti) dari Penyidik Polres pada Kejaksaan Negeri Tulungagung pada 21 Maret 2024.
"Tersangka saat ini ditahan di rumah tahanan," kata Beni.
Sedangkan barang bukti sebanyak 199 tabung elpiji melon kapasitas tiga kilogram yang masih ada isinya, 15 tabung gas kosong tiga kilogram kilogram dan 10 tabung elpiji nonsubsidi berwarna merah muda diamankan di kantor Kejaksaan Negeri Tulungagung.
Dijelaskan, bahwa dalam menjalankan aksinya, tersangka GR mengoplos elpiji bersubsidi kapasitas tiga kilogram menjadi gas elpiji nonsubsidi ukuran 12 kilogram.
Pengoplosan dilakukan di tempat usaha miliknya di Desa Jabalsari, Kecamatan Sumbergempol.
Gas yang sudah dioplos itu lalu dijual oleh GR dengan harga nonsubsidi yang lebih mahal dibanding gas elpiji subsidi.
Untuk memperoleh gas elpiji subsidi itu, GR membeli dari para penjual gas melon. "Dari pemeriksaan awal dia sudah melakukan aksinya baru beberapa bulan," jelasnya.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat dengan pasal 55 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang diubah dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dinyatakan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah, dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024