Bondowoso - Para pengrajin kuningan di Kabupaten Bondowoso, mengeluhkan mahalnya bahan baku untuk membuat kerajinan tersebut, hingga terancam gulung tikar Amir Flanzah, salah seorang pengrajin kuningan dari Desa Cindogo, Kecamatan Tapen, Kabupaten Bondowoso, Senin mengemukakan saat ini harga bahan baku sudah mulai naik dari semula Rp8.000 per kilogram menjadi Rp35.000 per kilogram sampai Rp37.000 per kilogram. "Kenaikan ini sudah terjadi sejak tiga tahun yang lalu, harga bahan baku terus naik," katanya ditemui di rumahnya. Ia mengaku, kenaikan ini adalah pukulan yang sangat berat bagi usahanya. Sebelum ada kenaikan, ia bisa mempekerjakan karyawan hingga 20 orang, tapi, setelah kenaikan tersebut saat ini ia hanya mempekerjakan 10 karyawan saja. Selain mahalnya harga bahan baku untuk membuat kerajinan ini, terjangan krisis moneter juga sudah berimbas pada usahanya. Namun, saat itu ia dengan para pengrajin lainnya masih bertahan. Mereka sudah tidak mampu bertahan, sejak ada kenaikan harga bahan baku yang sangat tinggi. Bahkan, saat ini dari sekitar 80 pengrajin yang terpusat di daerah itu, hanya tinggal 10 saja. Mereka tidak sanggup bertahan dengan gempuran krisis serta minimnya perhatian dari pemerintah. Sebenarnya, kata dia, usaha ini prospeknya sangat baik. Ia bahkan bisa menjual usahnya ini ke luar negeri, seperti Italia, dan sejumlah negara di Eropa lainnya. Namun, karena gempuran dari Bom Bali I pada 2002 lalu, ia sudah tidak bisa menjual ke luar negeri. "Mereka adalah para turis yang datang melihat kerajinan kami dan dibawa ke negaranya. Mereka langsung pesan. Tapi, setelah ada kejadian bom Bali, kami sudah tidak pernah berhubungan lagi," ucapnya. Ia mengatakan, saat ini hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan dalam negeri saja. Ia mengirimkan barang dagangannya ke beberapa daerah di Indonesia, seperti Jawa, Kalimantan, dan sejumlah daerah lainnya. Harga yang diberikan, kata dia, bervariasi, antara Rp100 ribu sampai jutaan. Ia pernah menjual kerajinan kuningan dengan harga Rp15 juta, tapi, hanya pesanan. "Kalau omzet kotornya antara Rp50-60 juta. Itu pun tergantung pesanan," ucapnya. Lina, istri dari Amir mengatakan, proses pembuatan kerajinan itu tidak terlalu lama, baik yang kecil maupun yang besar rata-rata memerlukan waktu sekitar satu bulan, yaitu mulai dari pembuatan desain, pengecoran timah, kuningan, pembuatan ukiran, hingga pengecatan. "Model yang paling diminati bentuk guci. Namun, kami juga buat kerajinan lainnya, seperti asbak, burung, dan bentuk lainnya," ucapnya. Khusairi, pengrajin lainnya berharap, pemerintah lebih memperhatikan para pengusaha kecil dan menengah seperti dirinya. Terlebih lagi, kerajinan ini adalah usaha yang turun temuruh di daerah ini, dan ikut serta mengenalkan kabupaten ini sebagai daerah kerajinan kuningan. Ia juga berharap, pemerintah lebih memudahkan untuk pengajuan bantuan kredit UMKM. Selama ini, proses pengajuan lebih lama dan rumit daripada mengajukan pada bank. "Kami selama ini kesulitan untuk akses pasar. Kami hanya mengandalkan ikut pameran. Kami berharap, dinas bisa menjembatani kami, agar produk lebih berkembang. Terlebih lagi, di kabupaten ini banyak didatangi wisatawan yang berkunjung ke Kawah Ijen," katanya berharap.

Pewarta:

Editor : FAROCHA


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011