Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya mengupayakan agar metode pembayaran nontunai dalam bentuk uang elektronik atau QRIS di kawasan parkir tepi jalan umum bisa berjalan.
Kepala UPT Parkir Dishub Kota Surabaya Jeane Taroreh mengatakan metode pembayaran nontunai untuk mencegah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi parkir.
"Kami dari Dishub sudah melakukan program pemerintah kota beberapa kali mulai awal September, Oktober, November, kami sudah siapkan segala sesuatunya," kata Jeane di Surabaya, Senin.
Dishub setempat, pada Senin, 8 Januari 2023 mulai melaksanakan sosialisasi penggunaan uang elektronik untuk membayar parkir di parkir tepi jalan.
Sosialisasi tersebut agar mempermudah penerapan tarif parkir dengan sistem digital, baik itu bagi juru parkir maupun masyarakat umum.
"Parkir tepi jalan umum di data eksisting kami 1.370-an titik, harapannya bisa dilaksanakan dengan digitalisasi," ujarnya.
Dishub Kota Surabaya juga menyosialisasikan mekanisme bagi hasil antara Dishub dan para juru parkir (jukir).
"Untuk yang QRIS kami menerapkan bagi hasil 60-40 persen. Jadi yang 40 persen itu dibagi, yakni lima persen untuk katar (kepala pelataran) dan 35 persen jukir," ujarnya.
Kendati demikian, sosialisasi tersebut tak sepenuhnya berjalan lancar, sebab ada penolakan dari para juru parkir yang merasa persentase pembagian itu minim.
Padahal, kata Jeane, persentase bagi hasil sebesar 35 persen lebih besar ketimbang sebelumnya yang berada di angka 20 persen.
"Jukir menolak pembayaran dengan QRIS ini karena dengan bagi hasil 35 persen setelah naik dari 20 persen itu merasa kurang," kata dia.
Tak hanya itu, Jeane menyatakan para juru parkir juga menginginkan Dishub setempat menjembatani pertemuan dengan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, guna membahas solusi kebijakan itu.
"Permintaan dari paguyuban bisa difasilitasi ketemu dengan pimpinan tertinggi Pemkot Surabaya," ucap Jeane.
Sementara itu, Jeane menjelaskan Pemkot Surabaya sudah mempersiapkan skema parkir lainnya, yakni konsep berlangganan.
Khusus parkir berlangganan diterapkan di titik-titik atau objek tertentu yang sebelumnya dilakukan pendataan dan belum tersentuh juru parkir.
"Jadi kami koordinasinya dengan manajemen dan tidak bersentuhan langsung dengan jukir. Parkir berlangganan pembayaran retribusi parkirnya langsung pemilik gedung yang bayar," ucapnya.
Penentuan pembayaran parkir berlangganan menyesuaikan beberapa aspek yang dikalkulasikan dalam hitungan per satu bulan.
"Parkir berlanggan kami hitung kapasitasnya, turn over per hari berapa, terus dikalikan satu bulan. Jadi itu parkir berlangganan dan pembayaran dengan virtual account," kata Jeane.
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menargetkan pembayaran parkir secara digital bisa berjalan Februari 2024. Pun dengan sistem berlangganan.
Karena itu, dia meminta Dishub setempat agar berkoordinasi dengan para juru parkir dan membentuk komitmen soal penerapan, termasuk pembagian pendapatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024
Kepala UPT Parkir Dishub Kota Surabaya Jeane Taroreh mengatakan metode pembayaran nontunai untuk mencegah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari retribusi parkir.
"Kami dari Dishub sudah melakukan program pemerintah kota beberapa kali mulai awal September, Oktober, November, kami sudah siapkan segala sesuatunya," kata Jeane di Surabaya, Senin.
Dishub setempat, pada Senin, 8 Januari 2023 mulai melaksanakan sosialisasi penggunaan uang elektronik untuk membayar parkir di parkir tepi jalan.
Sosialisasi tersebut agar mempermudah penerapan tarif parkir dengan sistem digital, baik itu bagi juru parkir maupun masyarakat umum.
"Parkir tepi jalan umum di data eksisting kami 1.370-an titik, harapannya bisa dilaksanakan dengan digitalisasi," ujarnya.
Dishub Kota Surabaya juga menyosialisasikan mekanisme bagi hasil antara Dishub dan para juru parkir (jukir).
"Untuk yang QRIS kami menerapkan bagi hasil 60-40 persen. Jadi yang 40 persen itu dibagi, yakni lima persen untuk katar (kepala pelataran) dan 35 persen jukir," ujarnya.
Kendati demikian, sosialisasi tersebut tak sepenuhnya berjalan lancar, sebab ada penolakan dari para juru parkir yang merasa persentase pembagian itu minim.
Padahal, kata Jeane, persentase bagi hasil sebesar 35 persen lebih besar ketimbang sebelumnya yang berada di angka 20 persen.
"Jukir menolak pembayaran dengan QRIS ini karena dengan bagi hasil 35 persen setelah naik dari 20 persen itu merasa kurang," kata dia.
Tak hanya itu, Jeane menyatakan para juru parkir juga menginginkan Dishub setempat menjembatani pertemuan dengan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, guna membahas solusi kebijakan itu.
"Permintaan dari paguyuban bisa difasilitasi ketemu dengan pimpinan tertinggi Pemkot Surabaya," ucap Jeane.
Sementara itu, Jeane menjelaskan Pemkot Surabaya sudah mempersiapkan skema parkir lainnya, yakni konsep berlangganan.
Khusus parkir berlangganan diterapkan di titik-titik atau objek tertentu yang sebelumnya dilakukan pendataan dan belum tersentuh juru parkir.
"Jadi kami koordinasinya dengan manajemen dan tidak bersentuhan langsung dengan jukir. Parkir berlangganan pembayaran retribusi parkirnya langsung pemilik gedung yang bayar," ucapnya.
Penentuan pembayaran parkir berlangganan menyesuaikan beberapa aspek yang dikalkulasikan dalam hitungan per satu bulan.
"Parkir berlanggan kami hitung kapasitasnya, turn over per hari berapa, terus dikalikan satu bulan. Jadi itu parkir berlangganan dan pembayaran dengan virtual account," kata Jeane.
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menargetkan pembayaran parkir secara digital bisa berjalan Februari 2024. Pun dengan sistem berlangganan.
Karena itu, dia meminta Dishub setempat agar berkoordinasi dengan para juru parkir dan membentuk komitmen soal penerapan, termasuk pembagian pendapatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2024