Legislator Kota Surabaya, Jawa Timur menilai kesenian tradisional berupa ludruk di kota itu perlu ada regenerasi agar tetap eksis di tengah kepungan seni modern saat ini.
"Ludruk merupakan kesenian yang berakar pada kearifan budaya lokal. Di masa pemerintahan kolonial, ludruk menjadi sarana perjuangan aspirasi rakyat lewat parikan-parikan dan lakon yang dipentaskan," kata Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Anas Karno di Surabaya, Selasa.
Anas mengatakan di masa lampau ludruk merupakan seni tradisional yang banyak diminati masyarakat. Pementasan ludruk dengan berbagai lakon, menarik pengunjung untuk menyaksikan. Lakon yang terkenal, yaitu Sarip Tambak Oso, yang menceritakan perjuangan pemuda melawan lurah, karena menjadi tangan kanan pemerintah kolonial Belanda.
Seiring dengan berjalannya waktu, dengan kehidupan masyarakat yang kian modern, pementasan ludruk semakin jarang dilakukan, bahkan hampir punah.
Untuk itu, Anas mendorong agar kesenian ludruk di Surabaya tidak punah. Ia mengapresiasi regenerasi yang dilakukan kelompok-kelompok ludruk di Surabaya agar tetap eksis.
"Dengan pementasan yang menampilkan anak-anak muda dan gaya anak muda, bisa menarik minat generasi muda untuk melihat pementasan ludruk," ucapnya.
Anas berharap dukungan penuh berbagai pihak untuk melestarikan dan mengembangkan kesenian ludruk di Surabaya. "Kalau nantinya kawasan THR (taman hiburan rakyat) selesai di revitalisasi, saya berharap ludruk bisa pentas reguler di lokasi tersebut," katanya.
Baca juga: Menteri-legislator-kepala daerah maju pilpres tak wajib mundur
Salah satu seniman ludruk, Noniati mengatakan pementasan ludruk di Surabaya saat ini mengandalkan dari ajakan Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disbudporapar) Kota Surabaya.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada Disbudporapar, karena akhir-akhir ini grup ludruk mengisi bergiliran acara sedekah bumi di Surabaya Barat. Tapi, menunggu gilirannya lama, setahun sekali, paling banyak dua kali," ujarnya.
Sampai di era penghujung tahun 90-an, ludruk, lanjut dia, masih pentas secara reguler hampir tiap hari di gedung kesenian THR Surabaya. Bahkan, Kelompok Ludruk Irama Budaya, melakukan pementasan di gedung permanen di kawasan Pulo Wonokromo.
"Kelompok-kelompok ludruk di Surabaya saat ini kondisinya cukup memprihatinkan. Sehingga, butuh kepedulian pihak-pihak terkait. Kalau mengandalkan tanggapan jarang," ujar istri almarhum seniman ludruk, Cak Lupus itu.
Noni menambahkan kelompok ludruk di Surabaya yang mempunyai tanda daftar kesenian (TDK) banyak yang tercatat di Disbudporapar Surabaya. Namun, banyak juga yang mati suri.
"Mereka kekurangan anggota, bahkan tidak punya anggota, sehingga harus mencomot sana sini saat pentas. Boleh dibilang kolaborasi dengan grup lain," ujarnya.
Meski di tengah himpitan arus modernisasi, kata dia, kelompok ludruk di Surabaya tidak patah semangat agar tetap eksis, salah satu caranya dengan melakukan regenerasi.
"Karena pemain ludruk senior sudah semakin berkurang. Karenanya kami meregenerasi. Di Arboyo pemain ludruk sampai pengrawitnya, ada yang anak SD, SMP, SMA dan mahasiswa. Demikian juga di Ludruk Putra Taman Hira, itu mayoritas pemainnya masih muda," kata Noni.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
"Ludruk merupakan kesenian yang berakar pada kearifan budaya lokal. Di masa pemerintahan kolonial, ludruk menjadi sarana perjuangan aspirasi rakyat lewat parikan-parikan dan lakon yang dipentaskan," kata Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya Anas Karno di Surabaya, Selasa.
Anas mengatakan di masa lampau ludruk merupakan seni tradisional yang banyak diminati masyarakat. Pementasan ludruk dengan berbagai lakon, menarik pengunjung untuk menyaksikan. Lakon yang terkenal, yaitu Sarip Tambak Oso, yang menceritakan perjuangan pemuda melawan lurah, karena menjadi tangan kanan pemerintah kolonial Belanda.
Seiring dengan berjalannya waktu, dengan kehidupan masyarakat yang kian modern, pementasan ludruk semakin jarang dilakukan, bahkan hampir punah.
Untuk itu, Anas mendorong agar kesenian ludruk di Surabaya tidak punah. Ia mengapresiasi regenerasi yang dilakukan kelompok-kelompok ludruk di Surabaya agar tetap eksis.
"Dengan pementasan yang menampilkan anak-anak muda dan gaya anak muda, bisa menarik minat generasi muda untuk melihat pementasan ludruk," ucapnya.
Anas berharap dukungan penuh berbagai pihak untuk melestarikan dan mengembangkan kesenian ludruk di Surabaya. "Kalau nantinya kawasan THR (taman hiburan rakyat) selesai di revitalisasi, saya berharap ludruk bisa pentas reguler di lokasi tersebut," katanya.
Baca juga: Menteri-legislator-kepala daerah maju pilpres tak wajib mundur
Salah satu seniman ludruk, Noniati mengatakan pementasan ludruk di Surabaya saat ini mengandalkan dari ajakan Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disbudporapar) Kota Surabaya.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada Disbudporapar, karena akhir-akhir ini grup ludruk mengisi bergiliran acara sedekah bumi di Surabaya Barat. Tapi, menunggu gilirannya lama, setahun sekali, paling banyak dua kali," ujarnya.
Sampai di era penghujung tahun 90-an, ludruk, lanjut dia, masih pentas secara reguler hampir tiap hari di gedung kesenian THR Surabaya. Bahkan, Kelompok Ludruk Irama Budaya, melakukan pementasan di gedung permanen di kawasan Pulo Wonokromo.
"Kelompok-kelompok ludruk di Surabaya saat ini kondisinya cukup memprihatinkan. Sehingga, butuh kepedulian pihak-pihak terkait. Kalau mengandalkan tanggapan jarang," ujar istri almarhum seniman ludruk, Cak Lupus itu.
Noni menambahkan kelompok ludruk di Surabaya yang mempunyai tanda daftar kesenian (TDK) banyak yang tercatat di Disbudporapar Surabaya. Namun, banyak juga yang mati suri.
"Mereka kekurangan anggota, bahkan tidak punya anggota, sehingga harus mencomot sana sini saat pentas. Boleh dibilang kolaborasi dengan grup lain," ujarnya.
Meski di tengah himpitan arus modernisasi, kata dia, kelompok ludruk di Surabaya tidak patah semangat agar tetap eksis, salah satu caranya dengan melakukan regenerasi.
"Karena pemain ludruk senior sudah semakin berkurang. Karenanya kami meregenerasi. Di Arboyo pemain ludruk sampai pengrawitnya, ada yang anak SD, SMP, SMA dan mahasiswa. Demikian juga di Ludruk Putra Taman Hira, itu mayoritas pemainnya masih muda," kata Noni.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023