Mengambil tema "Understanding Battery for 2W - EV, It's Performance, Safety and Standarization" kegiatan IBS mengulas proses pembuatan, perakitan, uji kelayakan, sampai dengan standarisasi baterai, khususnya untuk kendaraan roda dua di Indonesia.
Para peserta IBS berasal dari kalangan akademisi, industri, praktisi juga pemerintah.
Selain Founder NBRI, Prof. rer.nat Evvy Kartini yang membimbing langsung peserta, kelas IBS juga mengikut sertakan para pemangku kebijakan yang memiliki kapabilitas dan ahli di bidang baterai untuk roda dua, seperti Hyundai Kofico, raksasa produsen kendaraan listrik asal Korea Selatan, yang di wakilkan oleh Ir. Yoga Mugiyo Pratama, ST. IPP dan Sihyeon Kim.
Keduanya memaparkan bagaimana standarisasi baterai di Korea Selatan.
Lalu dari EMS Technology Indonesia, perusahaan yang bergerak dalam penyediaan alat teknik dan konsultasi serta solusi pengujian, menghadirkan Ricky Hendra Wijaya yang memaparkan mengenai baterai testing, juga mendemonstrasikan cara kerja alat testing untuk baterai.
Kemudian dari Badan Stansarisasi Nasional, hadir Sekretaris Komite Teknis 43-02 Kendaraan Jalan Raya Bertenaga Listrik, Fandi Yogiswara yang memaparkan materi sudah sejauh mana perkembangan untuk mengkaji standarisasi baterai roda dua di Indonesia.
Founder NBRI Evvy Kartini dalam keterangan persnya mengatakan kegiatan IBS menjadi salah satu komitmen NBRI untuk melahirkan SDM-SDM andal yang mengerti tentang inovasi baterai.
"Alhamdulillah kami sudah membuat kegiatan lebih dari 100-200 kali, dan sudah menjangkau 34 negara. Belum lama ini kami juga mengadakan 'battery summit' di Jakarta, yang hadir ada 12 negera dan 176 industri hampir 300 peserta dan semua bicara tentang baterai dari hulu ke hilir," papar Prof. Evvy.
Menurutnya berbicara baterai bukan cuma bicara produknya atau bicara materialnya tetapi harus pula bicara SDM-nya.
"Karena kalau kita mau menguasai teknologi kita harus didik SDM yang baik, jadi SDM ini yang seringkali lupa untuk di didik. Karena nanti akan ada teknologi dimana orang ganti oli jadi ganti baterai, artinya dari mulai 'workshop'-nya, bengkelnya harus dilatih, jadi SDM, pekerja-pekerjanya harus kita latih, supaya nanti kalau ada pabrik baterai di Indonesia, pekerja-pekerjanya adalah orang Indonesia bukan orang asing," lanjut Prof. Evvy.
Diakui Prof. Evvy, sebagai pusat unggulan inovasi baterai dan energi terbarukan, NBRI mencoba menjawab persoalan-persoalan yang ada terkait dengan baterai, "electric vehicle", "renewable energy" terkait energi storage.
"Research" yang dilakukan adalah "to solve directly the problem to industry" yang terkadang diperlukan bukan "research" dengan waktu yang lama seperti "research" pada umumnya, tetapi "short solve the problem".
Selain itu, NBRI juga memberikan kesempatan kepada masyarakat yang ingin belajar tentang baterai dan energi terbarukan.
"Begitu banyak anak Indonesia yang pandai dan punya banyak kesempatan, dan kami memberi kesempatan mereka belajar disini. Namanya program internship, tentunya akan kami seleksi. Bahasa Inggris harus kuat karena Co-founder NBRI dari London, Inggris Prof. Alan J Drew," tegasnya.
Mereka akan dididik di NBRI sekitar 3 sampai 6 bulan, tanpa perlu membayar tanpa biaya dan mereka bisa melakukan research, mereka bisa membuat pabrikasi dan sebagainya.
"Jadi kita memberi kesempatan untuk mahasiswa juga, dari berbagai universitas. Bedanya kalau industri pelatihan harus bayar, maka mahasiswa tidak perlu, kita benar-benar dukung, jadi ada subsidi silang," jelasnya.
Di hadapan peserta IBS, Prof. Evvy Kartini memaparkan mengenai baterai litium dan pengetahuan mengenai battery pack yang di gunakan dikendaraan llistrik roda dua.
Kemudian pada hari yang sama, para peserta langsung dihadapkan dengan praktik pembuatan Battery Pack, juga praktik pengujian performa baterai, di laboratorium NBRI.
Peserta sangat antusias dengan materi-materi dan praktik yang didapatkan, karena ini pun merupakan hal yang baru di Indonesia, dimana ada kelas khusus untuk pengetahuan tentang baterai.
Mereka yang hadir umumnya berasal dari Industri seperti, produsen sepeda motor listrik PT. Electra Mobilitas Indonesia (ALVA), dan dari lembaga pengujian hadir Sucofindo, Tuv Nord.
Ada pula dari akademisi seperti Institut Teknologi Semarang dan Universitas Jenderal Soedirman, dan masih banyak lagi.
Arifin Haryadi akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) mengaku mengikuti IBS 2023 memungkinkan belajar banyak tentang konsep komponen baterai, bagaimana cara menyusun baterai dan hal lainnya, dari material maining hingga ke hulu langsung dari para pakarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
Para peserta IBS berasal dari kalangan akademisi, industri, praktisi juga pemerintah.
Selain Founder NBRI, Prof. rer.nat Evvy Kartini yang membimbing langsung peserta, kelas IBS juga mengikut sertakan para pemangku kebijakan yang memiliki kapabilitas dan ahli di bidang baterai untuk roda dua, seperti Hyundai Kofico, raksasa produsen kendaraan listrik asal Korea Selatan, yang di wakilkan oleh Ir. Yoga Mugiyo Pratama, ST. IPP dan Sihyeon Kim.
Keduanya memaparkan bagaimana standarisasi baterai di Korea Selatan.
Lalu dari EMS Technology Indonesia, perusahaan yang bergerak dalam penyediaan alat teknik dan konsultasi serta solusi pengujian, menghadirkan Ricky Hendra Wijaya yang memaparkan mengenai baterai testing, juga mendemonstrasikan cara kerja alat testing untuk baterai.
Kemudian dari Badan Stansarisasi Nasional, hadir Sekretaris Komite Teknis 43-02 Kendaraan Jalan Raya Bertenaga Listrik, Fandi Yogiswara yang memaparkan materi sudah sejauh mana perkembangan untuk mengkaji standarisasi baterai roda dua di Indonesia.
Founder NBRI Evvy Kartini dalam keterangan persnya mengatakan kegiatan IBS menjadi salah satu komitmen NBRI untuk melahirkan SDM-SDM andal yang mengerti tentang inovasi baterai.
"Alhamdulillah kami sudah membuat kegiatan lebih dari 100-200 kali, dan sudah menjangkau 34 negara. Belum lama ini kami juga mengadakan 'battery summit' di Jakarta, yang hadir ada 12 negera dan 176 industri hampir 300 peserta dan semua bicara tentang baterai dari hulu ke hilir," papar Prof. Evvy.
Menurutnya berbicara baterai bukan cuma bicara produknya atau bicara materialnya tetapi harus pula bicara SDM-nya.
"Karena kalau kita mau menguasai teknologi kita harus didik SDM yang baik, jadi SDM ini yang seringkali lupa untuk di didik. Karena nanti akan ada teknologi dimana orang ganti oli jadi ganti baterai, artinya dari mulai 'workshop'-nya, bengkelnya harus dilatih, jadi SDM, pekerja-pekerjanya harus kita latih, supaya nanti kalau ada pabrik baterai di Indonesia, pekerja-pekerjanya adalah orang Indonesia bukan orang asing," lanjut Prof. Evvy.
Diakui Prof. Evvy, sebagai pusat unggulan inovasi baterai dan energi terbarukan, NBRI mencoba menjawab persoalan-persoalan yang ada terkait dengan baterai, "electric vehicle", "renewable energy" terkait energi storage.
"Research" yang dilakukan adalah "to solve directly the problem to industry" yang terkadang diperlukan bukan "research" dengan waktu yang lama seperti "research" pada umumnya, tetapi "short solve the problem".
Selain itu, NBRI juga memberikan kesempatan kepada masyarakat yang ingin belajar tentang baterai dan energi terbarukan.
"Begitu banyak anak Indonesia yang pandai dan punya banyak kesempatan, dan kami memberi kesempatan mereka belajar disini. Namanya program internship, tentunya akan kami seleksi. Bahasa Inggris harus kuat karena Co-founder NBRI dari London, Inggris Prof. Alan J Drew," tegasnya.
Mereka akan dididik di NBRI sekitar 3 sampai 6 bulan, tanpa perlu membayar tanpa biaya dan mereka bisa melakukan research, mereka bisa membuat pabrikasi dan sebagainya.
"Jadi kita memberi kesempatan untuk mahasiswa juga, dari berbagai universitas. Bedanya kalau industri pelatihan harus bayar, maka mahasiswa tidak perlu, kita benar-benar dukung, jadi ada subsidi silang," jelasnya.
Di hadapan peserta IBS, Prof. Evvy Kartini memaparkan mengenai baterai litium dan pengetahuan mengenai battery pack yang di gunakan dikendaraan llistrik roda dua.
Kemudian pada hari yang sama, para peserta langsung dihadapkan dengan praktik pembuatan Battery Pack, juga praktik pengujian performa baterai, di laboratorium NBRI.
Peserta sangat antusias dengan materi-materi dan praktik yang didapatkan, karena ini pun merupakan hal yang baru di Indonesia, dimana ada kelas khusus untuk pengetahuan tentang baterai.
Mereka yang hadir umumnya berasal dari Industri seperti, produsen sepeda motor listrik PT. Electra Mobilitas Indonesia (ALVA), dan dari lembaga pengujian hadir Sucofindo, Tuv Nord.
Ada pula dari akademisi seperti Institut Teknologi Semarang dan Universitas Jenderal Soedirman, dan masih banyak lagi.
Arifin Haryadi akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) mengaku mengikuti IBS 2023 memungkinkan belajar banyak tentang konsep komponen baterai, bagaimana cara menyusun baterai dan hal lainnya, dari material maining hingga ke hulu langsung dari para pakarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023