Surabaya - Alat absensi elektronik yang menggunakan sidik jari (finger print) anggota DPRD Kota Surabaya yang sempat ditolak kebanyakan anggota dewan, akhirnya dicopot, Senin.
Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Surabaya Rusli Yusuf, Senin, mengaku, pihaknya tidak bisa melakukan absensi elektronik karena alat tersebut rusak, sehingga tidak bisa merespons sidik jarinya.
"Kami beberapa kali mencoba melakukan absensi itu hingga puluhan kali, tetapi tidak bisa masuk," katanya.
Untuk itu, katanya, dengan rusaknya alat tersebut, pihaknya tidak ingin dikatakan jarang masuk kerja atau membolos karena persoalan itu. "Jika hal itu didengar konstituen dampaknya tidak bagus," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Badan Kehormatan DPRD Surabaya Agus Santoso mengatakan absesnsi alat "finger print" saat ini memang sedang bermasalah sehingga kini dilepas untuk diperbaiki.
"Saya memang mendapat laporan dari Rusli soal kerusakan alat itu, setelah saya cek ternyata benar sehingga sekarang dilepas untuk dikembalikan ke tokonya agar secepatnya diperbaiki," katanya.
Setelah selesai diperbaiki, pihaknya akan memasang kembali alat itu di depan ruangan BK. "Absensi tetap akan diberlakukan setelah selesai dalam perbaikan," ujarnya.
Adapun dana yang dipakai untuk memperbaikan alat tersebut, katanya tetap masih memakai dana pribadinya. Hal itu dilakukan sembari menunggu dana tersebut dimasukkan dalam perubahan anggaran keuangan (PAK) yang kini sedang dalam proses pembahasan.
Sebelumnya dua fraksi di DPRD yakni Fraksi Partai Golkar (FPG) dan Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) menolak adanya absensi tersebut. Dua fraksi tersebut menilai absensi tersebut tidak sepantasnya diberlakukan kepada anggota dewan yang statusnya bukan pegawai negeri sipil.
Apalagi masing-masing fraksi dan komisi di DPRD Surabaya telah melakukan absensi secara manual terhadap anggotanya masing-masing setiap hari kerja. Sehingga kedua fraksi tersebut menilai alat tersebut tidak ada gunanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011