Surabaya - Komunitas Batik Jawa Timur di Surabaya (Kibas) menemukan 14 batik Jatim berfilosofi yang dilestarikan turun temurun dari generasi ke generasi. "Setelah Kibas terbentuk pada 2008 atau setahun menjelang penetapan Batik oleh PBB pada 2 Oktober 2009, kami menelusuri batik di Jatim yang berfilosofi," kata Ketua Kibas Lintu Tulistyantoro di Surabaya, Sabtu. Ia mengemukakan hal itu di sela-sela menjadi pembicara dalam diskusi batik di Galeri Seni "House of Sampoerna" (HoS) Surabaya untuk menyemarakkan pameran "Batik Jatim Berfilosofi" di tempat yang sama pada 16 September hingga 9 Oktober. Menurut dosen Universitas Kristen Petra (UKP) Surabaya itu, komunitas yang dipimpinnya itu akan segera menerbitkan buku tentang Batik Jatim Berfilosofi pada akhir tahun 2011. "Paling tidak, buku tentang Batik Jatim Berfilosofi akan terbit pada akhir tahun ini dan dalam buku itu tidak menutup kemungkinan akan ada tambahan untuk 14 Batik Jatim Berfilosofi yang sudah ditemukan," katanya. Ia menjelaskan, 14 Batik Jatim Berfilosofi itu ditemukan dengan mengacu pada artefak yang masih ada, wawancara perajin yang melestarikannya, dan cara berpikir masyarakat, karena ada masyarakat kita yang sangat vulgar. "Batik Berfilosofi itu tidak sekadar ada kaitannya dengan sejarah masa lalu, namun nilai-nilai yang terkandung dalam motif batik merupakan inspirasi menarik bagi generasi muda sekarang," katanya. Di Jatim, Batik Berfilosofi antara lain Rawan (Tulungagung), Wahyu (Tulungagung dan Tuban), Gringsing (Tuban dan Tulungagung), Sidomukti (Tulungagung), dan Satrio Manah (Mojokerto, Tuban, dan Tulungagung). Selain itu, Mahkota (Sidoarjo), Pring Sedapur (Sidoarjo), Kembang Malathe (Madura), Kangkung Setingkes (Banyuwangi), Per Keper (Pamekasan), Tong Centong (Pamekasan), Sabet Rante (Pamekasan), Tasek Melaya (Tanjungbumi, Bangkalan), Jung Drajat (Madura). "Gringsing berasal dari kata 'gering' (bahasa Jawa) yang berarti kurus. Harapannya, pemakai batik gringsing tidak akan gering lagi atau dalam istilah Jawa disebut sedulur papat lima panjer (empat arah dengan lima sebagai pusat). Simbolnya lingkaran atau bulatan dengan titik di tengahnya," katanya. Di hadapan sekitar 60 peserta diskusi dari kalangan praktisi dan pemerhati batik itu, ia menjelaskan batik dengan tema gringsing memiliki filosofi yakni keseimbangan. "Kalau pria bertemu wanita, kalau negatif bertemu positif, maka akan terjadi keseimbangan. Keseimbangan itu kemakmuran, kesuburan," katanya. Untuk tema pernikahan, katanya, mulai dari batik untuk lamaran hingga pasca-pernikahan. "Antara lain batik mahkota dari Sidoarjo yang menandai bahwa pemakainya yang mau menikah merupakan orang yang terpandang," katanya.

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011