Bondowoso - Penggemar motor Honda CB se-Jawa Timur serta dari sejumlah daerah lain di Indonesia yang berkumpul di Stadion Magenda Bondowoso, Sabtu dihibur oleh kesenian Singo Ulung dan Pojhian. Kesenian khas Bondowoso yang memukau para pemilik motor tua karena ada beberapa atraksi menegangkan itu dimainkan oleh seniman anggota grup Gema Buana dari Kecamatan Prajekan, Bondowoso, Jatim. Salah satu permainan yang menegangkan saat para seniman menampilkan seni Pojhian yang bermakna pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Saat itu, seorang pemain memanjat bambu setinggi belasan meter tanpa menggunakan alat pengaman. Pemain itu memanjat bambu dengan cekatan dan saat berada di pucuk langsung menggoyang-goyangkan bambu tersebut. Pemain itu duduk di pucuk bambu dengan melepas tangan. Kemudian melakukan atraksi bergelantungan menggunakan kaki sebagai pegangan dan kepala di bawah. Dengan posisi kepala di bawah itu, pemain tersebut kemudian turun meluncur dari bambu. Sebelumnya, kelompok kesenian pimpinan Sugeng tersebut melakukan ritual dengan dipimpin seorang pawang. Pawang bernama Sutikno itu membaca doa berbahasa Arab sebagaimana doa yang dipanjatkan umat Muslim lainnya, namun dicampur dengan bahasa Madura dan Jawa. Untuk memulai, para pemain lainnya berkumpul kemudian berjalan menuju lokasi atraksi dengan menggunakan musik mulut atau akapela tradisional. Musik mulut yang sulit dicari artinya itu diyakini para pemain Pojhian sebagai menirukan suara alam. Saat itu mereka juga melakukan gerakan tarian sederhana. Sementara itu saat menampilkan atraksi Singo Ulung dengan permainan tiga singa putih, para penggemar Honda CB juga banyak yang terlihat menikmati, termasuk mengabadikan permainan tersebut. Singa mainan yang digerakkan oleh dua orang itu melakukan atraksi melompati api. Ketika permainan usai, para penggemar CB itu berebut berfoto dengan singa-singa mainan tersebut. Pawang Pojhian Sutikno mengatakan bahwa kesenian yang berasal dari Desa Katesan, Kecamatan Sukosari, itu juga tidak lepas dari ajaran Islam. Hal itu dibuktikan dengan bacaan-bacaan doa yang sama dengan yang biasa dibacakan umat Islam. Bahkan, tiang bambu yang satu itu diyakini sebagai perlambang tentang hakikat manusia untuk menuju Allah. Karena itu, ritual tersebut diyakini sebagai upaya untuk memohon pertolongan kepada Tuhan Yang Mahasa Esa. "Bambu itu merupakan lambang dari alif yang lurus. Intinya adalah kita memohon kepada Allah. Kalau menggunakan bahasa Madura dan Jawa, karena di Bondowoso ini kan memang masyarakatnya campuran," katanya.

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2011