Pemerintah Kabupaten Trenggalek meraih penghargaan Kabupaten Layak Anak (KLA) kategori nindya dalam peringatan Hari Anak Nasional tahun 2023 yang diselenggarakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di ruang/aula utama Hotel Padma Semarang, Sabtu.

Penghargaan tersebut diserahkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga kepada Wakil Bupati Trenggalek Syah Muhammad Natanegara.

Wabup Trenggalek menyampaikan rasa terima kasihnya kepada seluruh jajaran dan juga seluruh lapisan masyarakat di Kabupaten Trenggalek, karena menurutnya ini tidak hanya capaian pemerintah melainkan capaian dari seluruh masyarakat Kabupaten Trenggalek.

"Terima kasih kepada seluruh jajaran di Pemerintah Kabupaten Trenggalek, pihak-pihak terkait dan tentunya seluruh masyarakat Trenggalek yang telah mendukung upaya pemerintah dalam memberikan pemenuhan hak-hak anak dan perlindungan anak. Tentunya PR (pekerjaan rumah) masih banyak dan kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak," kata Syah Natanegara usai menerima penghargaan.

Wabup Syah menambahkan ke depan Trenggalek bisa masuk kategori utama, karena itu bentuk komitmen dari Bupati Trenggalek untuk mewujudkan kabupaten layak anak, ujarnya.

Senada, Plt. Kepala Dinas Sosial PPPA Kabupaten Trenggalek Ratna Sulistyowati saat mendampingi Wakil Bupati dalam kegiatan ini menambahkan, penghargaan KLA untuk Trenggalek ini bukan kali pertama.

"Penghargaan serupa sudah tujuh kali diterima Trenggalek. Jadi ini kalau tidak salah adalah (penghargaan) yang ke delapan diterima," ucap Ratna.

Menurut perempuan yang berprofesi sebagai dokter itu, upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mewujudkan kabupaten yang layak anak akan sia-sia bila masyarakat secara keseluruhan tidak ikut mengawal.

"Percuma bila perda-perda kita susun namun masyarakat tidak mendukung upaya pemerintah," ungkap perempuan yang menjabat Kepala Bappeda Litbang itu.

Ratna Sulistyowati kemudian membuat analogi penerapan perda kawasan tanpa asap rokok. Menurutnya fakta situasi itu bisa menjadi contoh kecil upaya pemerintah memberikan perlindungan kepada anak, tapi kadang masyarakat itu abai akan hal tersebut.

"Kami sudah membuat Perda Kabupaten Layak Anak. Kemudian komitmen untuk menurunkan jumlah perkawinan usia anak dan masih banyak regulasi yang lainnya. Semua tujuannya memberikan perlindungan kepada anak. Terus ada juga pusat pembelajaran keluarga yang berfungsi memberikan edukasi pola pengasuhan yang benar dan sebagainya," sambungnya.

Menurut dia, satu bukti yang bisa dirasakan saat ini ada banyak penurunan jumlah angka perkawinan usia anak yang cukup signifikan.

Tahun 2021 angka perkawinan anak ini mencapai angka 7,8, sedangkan di tahun 2022 bisa turun menjadi 3,5.

Semua ini menurut Ratna dicapai melalui komitmen bersama bukan hanya dicapai oleh Dinas Sosial PPPA saja. Sudah ada komitmen bersama antara pemerintah daerah, perangkat daerah terkait, tokoh agama, pengadilan agama dan beberapa pihak terkait lainnya. Semuanya sepakat untuk membuat SOP perkawinan usia anak.

Setiap anak yang mau menikah dengan alasan apapun itu wajib dilakukan assesment oleh Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) yang diasuh oleh psikolog dari Dinas Sosial. Kemudian kepala desa boleh mengeluarkan formulir N1 kalau sudah ada rekomendasi dari Puspaga. Upaya ini dirasa cukup sangat efisien mencegah perkawinan anak.

"Kalau dulu masyarakat merasa dihalang halangi dan sekarang tidak. Dengan perlakuan ini para orang tua sudah banyak yang sadar bahwa undang-undang perkawinan anak menetapkan batas usia minimal diperbolehkan dalam perkawinan itu 19 tahun. Mereka sadar untuk dicukupkan dulu usia yang diperbolehkan," kata Ratna.

Pewarta: Destyan H. Sujarwoko

Editor : Fiqih Arfani


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023