Bank OCBC NISP menghadirkan dua saksi dalam sidang lanjutan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Sidoarjo terkait kredit macet senilai Rp232 miliar yang tak kunjung dibayar oleh debitur PT Hair Star Indonesia (HSI).
Masing-masing adalah Business Head Corporate Banking OCBC NISP Cabang Surabaya Johannes Roy dan Legal Officer Bank OCBC Dani.
Di hadapan majelis hakim yang dipimpin Moh Fatkan keduanya menyebut PT HSI melanggar klausul "negative covenant" berupa larangan kepada debitur untuk melakukan perubahan susunan pemegang saham dan pengurus sebagaimana diatur dalam perjanjian kredit.
"Perubahan susunan pengurus dan pemegang saham di PT HSI yang terjadi pada Mei 2021 tidak pernah mendapat persetujuan tertulis dari Bank. Padahal, dalam perjanjian kredit antara Bank OCBC NISP dan PT HSI, jelas diatur tidak boleh dilakukan perubahan susunan pemegang saham, direksi dan komisaris tanpa persetujuan tertulis dari Bank OCBC NISP," kata Saksi Roy saat persidangan di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Rabu.
Dalam persidangan tersebut terungkap, untuk memperoleh kredit dari Bank OCBC NISP, PT HSI memberikan jaminan berupa penempatan kas 15 persen dari limit pinjaman yang disediakan oleh bank, yakni 2.775.000 dolar Amerika Serika (AS), beserta Fidusia Piutang senilai 7,4 juta dolar AS.
Menurut saksi Roy, jaminan tersebut, berdasarkan nilai kredit masih belum cukup. "Sehingga kami menilai dari sisi karakter pemegang saham, yakni Susilo Wonowidjojo. Beliau punya kapasitas karena merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia," ujarnya.
Bank OCBC NISP sebagai kreditur mengetahui adanya perubahan susunan kepengurusan PT HSI saat ditetapkan dalam status penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, yang akhirnya ditetapkan pailit pada September 2021.
Dengan adanya pernyataan pailit terhadap PT HSI menyebabkan kerugian berupa kredit macet di Bank OCBC NISP senilai Rp232 miliar.
Dalam gugatan perdatanya, Bank OCBC NISP meminta majelis hakim menghukum para tergugat dengan harta kekayaan pribadinya berupa kerugian materiil sebesar 16,50 juta dolar AS dan immateriil senilai Rp1 triliun.
Total terdapat 11 tergugat dan dua turut tergugat dalam perkara kredit macet PT HSI senilai Rp232 miliar di Bank OCBC NISP tersebut.
Salah satu tergugat adalah konglomerat Susilo Wonowidjojo, yang tercatat sebagai pemegang saham pengendali melalui PT Hari Mahardika Utama (HMU) sebelum PT HSI dipailitkan.
Para tergugat lainnya adalah PT HSI, PT HMU, PT Surya Multi Flora, Hadi Kristanto Niti Santoso, Linda Nitisantoso, Lianawati Setyo, Norman Sartono, Heroik Jakub, Tjandra Hartono, Daniel Widjaja dan Sundoro Niti Santoso, yang masing-masing dinilai saling memiliki hubungan afiliasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
Masing-masing adalah Business Head Corporate Banking OCBC NISP Cabang Surabaya Johannes Roy dan Legal Officer Bank OCBC Dani.
Di hadapan majelis hakim yang dipimpin Moh Fatkan keduanya menyebut PT HSI melanggar klausul "negative covenant" berupa larangan kepada debitur untuk melakukan perubahan susunan pemegang saham dan pengurus sebagaimana diatur dalam perjanjian kredit.
"Perubahan susunan pengurus dan pemegang saham di PT HSI yang terjadi pada Mei 2021 tidak pernah mendapat persetujuan tertulis dari Bank. Padahal, dalam perjanjian kredit antara Bank OCBC NISP dan PT HSI, jelas diatur tidak boleh dilakukan perubahan susunan pemegang saham, direksi dan komisaris tanpa persetujuan tertulis dari Bank OCBC NISP," kata Saksi Roy saat persidangan di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Rabu.
Dalam persidangan tersebut terungkap, untuk memperoleh kredit dari Bank OCBC NISP, PT HSI memberikan jaminan berupa penempatan kas 15 persen dari limit pinjaman yang disediakan oleh bank, yakni 2.775.000 dolar Amerika Serika (AS), beserta Fidusia Piutang senilai 7,4 juta dolar AS.
Menurut saksi Roy, jaminan tersebut, berdasarkan nilai kredit masih belum cukup. "Sehingga kami menilai dari sisi karakter pemegang saham, yakni Susilo Wonowidjojo. Beliau punya kapasitas karena merupakan salah satu orang terkaya di Indonesia," ujarnya.
Bank OCBC NISP sebagai kreditur mengetahui adanya perubahan susunan kepengurusan PT HSI saat ditetapkan dalam status penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, yang akhirnya ditetapkan pailit pada September 2021.
Dengan adanya pernyataan pailit terhadap PT HSI menyebabkan kerugian berupa kredit macet di Bank OCBC NISP senilai Rp232 miliar.
Dalam gugatan perdatanya, Bank OCBC NISP meminta majelis hakim menghukum para tergugat dengan harta kekayaan pribadinya berupa kerugian materiil sebesar 16,50 juta dolar AS dan immateriil senilai Rp1 triliun.
Total terdapat 11 tergugat dan dua turut tergugat dalam perkara kredit macet PT HSI senilai Rp232 miliar di Bank OCBC NISP tersebut.
Salah satu tergugat adalah konglomerat Susilo Wonowidjojo, yang tercatat sebagai pemegang saham pengendali melalui PT Hari Mahardika Utama (HMU) sebelum PT HSI dipailitkan.
Para tergugat lainnya adalah PT HSI, PT HMU, PT Surya Multi Flora, Hadi Kristanto Niti Santoso, Linda Nitisantoso, Lianawati Setyo, Norman Sartono, Heroik Jakub, Tjandra Hartono, Daniel Widjaja dan Sundoro Niti Santoso, yang masing-masing dinilai saling memiliki hubungan afiliasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023