Komunitas Tanoker Ledokombo mengajak lembaga pendidikan untuk melestarikan permainan tradisional egrang dan berharap masuk kurikulum merdeka pada worskhop bertema "Menemukenali Strategi Pelestarian Permainan Tradisi Egrang dalam Perspektif Lokal" di salah satu hotel di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu.
"Usaha untuk melestarikan permainan tradisi egrang itu menjadi penting dan merupakan tanggung jawab bersama. Jangan sampai kegagalan pendahulu dalam mentransfer pengetahuan pada generasinya terulang," kata pendiri Tanoker Jember Farha Ciciek saat memberi sambutan di kegiatan tersebut.
Menurutnya, permainan egrang termasuk permainan rakyat yang kelestariannya tergantung bagaimana pengetahuan itu ditransfer secara lisan dan dicontohkan dari generasi ke generasi dan sejak akhir tahun 1970-an popularitas permainan itu semakin menurun di kalangan anak-anak Indonesia.
"Anak-anak di komunitas Tanoker Ledokombo juga memodifikasi permainan itu, menggabungkannya dengan tari dan perkusi membentuk beberapa komposisi dengan koreografi modern," tuturnya.
Bagi anak-anak Ledokombo, kata dia, permainan egrang bukan hanya untuk berjalan dan berlari tapi menjadi gerakan-gerakan artistik yang harmonis, bahkan menjadi sarana membangun persahabatan, memelihara kesehatan, menajamkan kesadaran, menyalurkan bakat seni serta mengembangkan hobinya.
"Di sisi yang lain, egrang telah mendongkrak ekonomi kreatif pedesaan yang mempunyai daya tarik nasional dan internasional. Salah satu ekspresinya yakni melalui festival egrang yang telah dilaksanakan 10 kali," katanya.
Ia menjelaskan bahwa permainan tradisi egrang yang berkembang di komunitas Tanoker Ledokombo juga telah menjadi prototipe, ikon budaya permainan tradisi egrang, tradisi itu menjadi "permainan yang bukan main-main".
Berkat permainan tradisi egrang, komunitas Tanoker Ledokombo mendapatkan apresiasi dari banyak pihak mulai tingkat lokal sampai internasional di antaranya penghargaan dari Lego Foundation, New York, 2014, yang menilai permainan tradisi egrang ini sebagai permainan kreatif dan imajinatif.
"Dengan workshop itu kami berharap agar permainan tradisional seperti egrang menjadi bagian dari kurikulum merdeka di masa depan di lembaga pendidikan formal," ujarnya.
Workshop yang diselenggarakan atas kerja sama Komunitas Tanoker Ledokombo, Dinas Pendidikan Kabupaten Jember dan Konjen Australia di Surabaya serta dukungan Dinas Pariwisata Kabupaten Jember itu menghadirkan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek Dr. Hilmar Farid sebagai keynote speaker secara daring, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Prof. Dr. Melani Budianta dan Budayawan lokal/Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember M. Ilham Zoebazary.*
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
"Usaha untuk melestarikan permainan tradisi egrang itu menjadi penting dan merupakan tanggung jawab bersama. Jangan sampai kegagalan pendahulu dalam mentransfer pengetahuan pada generasinya terulang," kata pendiri Tanoker Jember Farha Ciciek saat memberi sambutan di kegiatan tersebut.
Menurutnya, permainan egrang termasuk permainan rakyat yang kelestariannya tergantung bagaimana pengetahuan itu ditransfer secara lisan dan dicontohkan dari generasi ke generasi dan sejak akhir tahun 1970-an popularitas permainan itu semakin menurun di kalangan anak-anak Indonesia.
"Anak-anak di komunitas Tanoker Ledokombo juga memodifikasi permainan itu, menggabungkannya dengan tari dan perkusi membentuk beberapa komposisi dengan koreografi modern," tuturnya.
Bagi anak-anak Ledokombo, kata dia, permainan egrang bukan hanya untuk berjalan dan berlari tapi menjadi gerakan-gerakan artistik yang harmonis, bahkan menjadi sarana membangun persahabatan, memelihara kesehatan, menajamkan kesadaran, menyalurkan bakat seni serta mengembangkan hobinya.
"Di sisi yang lain, egrang telah mendongkrak ekonomi kreatif pedesaan yang mempunyai daya tarik nasional dan internasional. Salah satu ekspresinya yakni melalui festival egrang yang telah dilaksanakan 10 kali," katanya.
Ia menjelaskan bahwa permainan tradisi egrang yang berkembang di komunitas Tanoker Ledokombo juga telah menjadi prototipe, ikon budaya permainan tradisi egrang, tradisi itu menjadi "permainan yang bukan main-main".
Berkat permainan tradisi egrang, komunitas Tanoker Ledokombo mendapatkan apresiasi dari banyak pihak mulai tingkat lokal sampai internasional di antaranya penghargaan dari Lego Foundation, New York, 2014, yang menilai permainan tradisi egrang ini sebagai permainan kreatif dan imajinatif.
"Dengan workshop itu kami berharap agar permainan tradisional seperti egrang menjadi bagian dari kurikulum merdeka di masa depan di lembaga pendidikan formal," ujarnya.
Workshop yang diselenggarakan atas kerja sama Komunitas Tanoker Ledokombo, Dinas Pendidikan Kabupaten Jember dan Konjen Australia di Surabaya serta dukungan Dinas Pariwisata Kabupaten Jember itu menghadirkan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek Dr. Hilmar Farid sebagai keynote speaker secara daring, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Prof. Dr. Melani Budianta dan Budayawan lokal/Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember M. Ilham Zoebazary.*
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023