Young Buddhist Association dan Jaringan Gusdurian menggelorakan semangat kemanusiaan di atas segalanya menjelang Vesak Festival atau festival untuk merayakan Hari Raya Waisak.
"Sangat sulit terlahir jadi manusia. Jadi, bagaimana kita hidup sebagai manusia utuh, yang memanusiakan manusia," kata Dewan Pelindung Vesak Festival Bhante Nyanasuryanadi Mahathera dalam keterangannya di Surabaya, Senin.
Menurut dia, hal itu perlu dimulai dari diri sendiri untuk melatih diri dengan penuh kesadaran pada kehidupan sehari-hari. Hal yang sederhana ini sebenarnya bisa dilakukan tetapi banyak orang tidak pernah sadar seutuhnya hidup pada momen saat ini.
"Sadari napas keluar masuk dan ketika berjalan setapak demi setapak. Hal yang mudah dan sederhana saja di mana semua orang sebenarnya bisa melalukan, namun tidak pernah sadar dengan hadir seutuhnya pada saat ini. Kesadaran inilah yang membuat perubahan tidak selalu menjadi hal buruk berkat adanya hukum perubahan sehingga kita menjadi yang sekarang ini," ujarnya.
Dalam agama Buddha, kebersamaan antarmanusia yang sama tinggi bukan melihat status sosial maupun gender.
Sebagai umat Buddha sudah seharusnya menempatkan diri dan memiliki kepekaan terhadap ketidakadilan, mengembangkan kerangka berpikir positif, menjalin interaksi, maupun dialog yang dekat sehingga dapat memahami, bukan hanya label saja tetapi harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
"Jadi, tingkatkan kepekaan empati pada orang lain sehingga bisa memiliki cara pandang dan memiliki pola pikir dan berperilaku yang inklusif," katanya.
Sementara itu, perwakilan Gusdurian Alissa Wahid menjelaskan misi Gusdurian dalam tindakan kebaikan kepada semua termasuk bidang kemanusiaan adalah berasal dari filosofis Gus Dur, di mana manusia hidup itu perlu menekankan pada ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan. Bukan pada hal materialistis. Bahkan, tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi daripada kemanusiaan.
"Batas kemanusiaan itu bisa dilampaui oleh tiga hal, yaitu cinta, kebebasan, dan Tuhan. Namun, kadang manusia sering lupa bahwa Tuhan ini Maha Segalanya, sehingga sudah tidak perlu dibela lagi. Untuk itu, sentimen agama yang muncul perlu diperlakukan dengan hati-hati dan dihindari. Kalau ada apapun yang terjadi, bahkan yang terburuk pun terjadi tidak lagi bimbang, tetapi luwes dan tahu apa yang perlu dilakukan. Kebenaran tidak bisa ditawar," ucapnya.
Menurut dia, kaum muda adalah kaum peka hak dan berani untuk membela apa yang diyakini. Di sisi lain kaum muda memiliki kebebasan informasi dan transportasi. Hal ini menyebabkan kaum muda bisa salah arah dan menjadi egoistis dan menjadi sociocentric society.
"Padahal, kalau kita menerapkan nilai-nilai kemanusiaan kita akan sadar apa yang benar-benar penting dan memprioritaskan kepentingan bersama demi terciptanya kebahagiaan dan keharmonisan hidup," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
"Sangat sulit terlahir jadi manusia. Jadi, bagaimana kita hidup sebagai manusia utuh, yang memanusiakan manusia," kata Dewan Pelindung Vesak Festival Bhante Nyanasuryanadi Mahathera dalam keterangannya di Surabaya, Senin.
Menurut dia, hal itu perlu dimulai dari diri sendiri untuk melatih diri dengan penuh kesadaran pada kehidupan sehari-hari. Hal yang sederhana ini sebenarnya bisa dilakukan tetapi banyak orang tidak pernah sadar seutuhnya hidup pada momen saat ini.
"Sadari napas keluar masuk dan ketika berjalan setapak demi setapak. Hal yang mudah dan sederhana saja di mana semua orang sebenarnya bisa melalukan, namun tidak pernah sadar dengan hadir seutuhnya pada saat ini. Kesadaran inilah yang membuat perubahan tidak selalu menjadi hal buruk berkat adanya hukum perubahan sehingga kita menjadi yang sekarang ini," ujarnya.
Dalam agama Buddha, kebersamaan antarmanusia yang sama tinggi bukan melihat status sosial maupun gender.
Sebagai umat Buddha sudah seharusnya menempatkan diri dan memiliki kepekaan terhadap ketidakadilan, mengembangkan kerangka berpikir positif, menjalin interaksi, maupun dialog yang dekat sehingga dapat memahami, bukan hanya label saja tetapi harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
"Jadi, tingkatkan kepekaan empati pada orang lain sehingga bisa memiliki cara pandang dan memiliki pola pikir dan berperilaku yang inklusif," katanya.
Sementara itu, perwakilan Gusdurian Alissa Wahid menjelaskan misi Gusdurian dalam tindakan kebaikan kepada semua termasuk bidang kemanusiaan adalah berasal dari filosofis Gus Dur, di mana manusia hidup itu perlu menekankan pada ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan. Bukan pada hal materialistis. Bahkan, tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi daripada kemanusiaan.
"Batas kemanusiaan itu bisa dilampaui oleh tiga hal, yaitu cinta, kebebasan, dan Tuhan. Namun, kadang manusia sering lupa bahwa Tuhan ini Maha Segalanya, sehingga sudah tidak perlu dibela lagi. Untuk itu, sentimen agama yang muncul perlu diperlakukan dengan hati-hati dan dihindari. Kalau ada apapun yang terjadi, bahkan yang terburuk pun terjadi tidak lagi bimbang, tetapi luwes dan tahu apa yang perlu dilakukan. Kebenaran tidak bisa ditawar," ucapnya.
Menurut dia, kaum muda adalah kaum peka hak dan berani untuk membela apa yang diyakini. Di sisi lain kaum muda memiliki kebebasan informasi dan transportasi. Hal ini menyebabkan kaum muda bisa salah arah dan menjadi egoistis dan menjadi sociocentric society.
"Padahal, kalau kita menerapkan nilai-nilai kemanusiaan kita akan sadar apa yang benar-benar penting dan memprioritaskan kepentingan bersama demi terciptanya kebahagiaan dan keharmonisan hidup," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023