Yayasan Plato didukung Unicef bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Surabaya melakukan pelatihan pencegahan, penanganan awal kekerasan dan eksploitasi seksual pada anak di ranah daring di sekolah untuk guru SMP-SMA di Kota Pahlawan, Selasa.
"Kegiatan pelatihan pencegahan dan penanganan awal kekerasan dan eksploitasi seksual pada anak di ranah daring (OCSEA) di sekolah digelar selama dua hari, Selasa dan Rabu (4-5/4). Kegiatan ini dilatarbelakangi banyak kasus eksploitasi dan kekerasan seksual yang terjadi pada di dunia maya," kata Direktur Yayasan Plato Dita Amalia.
Kegiatan tersebut menitikberatkan pencegahan kekerasan dan eksploitasi di ranah daring atau dunia maya melalui guru dan siswa.
"Guru akan dibekali dengan kapasitas sebagaimana mereka bisa memahami terkait dengan dunia digital yakni potensi risiko dan manfaatnya. Diharapkan guru bisa memahami kekerasan-kekerasan di dunia maya terutama kepada anak," katanya.
Dita menjelaskan ada sejumlah bentuk kekerasan dan eksploitasi seksual di dunia maya, seperti orang dewasa yang membujuk atau merayu anak yang arahnya ke seksual.
"Ada juga sexting, yaitu pengiriman gambar suara yang arahnya ke seksual. Kemudian ada pemerasan. Jadi ketika berpacaran, suka sama suka mengirim gambar telanjang, setelah putus gambar tersebut akan disebar," ucapnya.
Dia menyatakan, pencegahan kekerasan dan eksploitasi seksual anak di dunia maya tidak hanya kewajiban guru, namun juga orang tua dan siswa.
"Tidak hanya guru, tapi guru anak orang tua, mereka harus sama-sama. Siswa juga sebagai agen perubahan, bagaimana berkampanye secara daring dan memberikan pesan. Karena banyak konten negatif harus diserang dengan banyak konten positif," ujarnya.
Orang tua, lanjut Dita, perlu berperan aktif dalam melakukan edukasi seks sejak dini kepada anak. Selama ini orang tua cenderung menganggap pembahasan seksual ke anak adalah hal yang tabu.
"Orang tua harus mengedukasi seksual terhadap anaknya. Itu tidak tabu. Orang tua harus memberi tahu anaknya bahwa melindungi tubuh sebagai suatu yang berharga," kata dia.
Sementara itu, Kabid Sekolah Menengah Dispendik Surabaya Achmad Syahroni mengapresiasi kegiatan OCSEA yang dilakukan Yayasan Plato dan didukung oleh Unicef tersebut.
Syahroni menjelaskan ada sejumlah indikator di sekolah Surabaya yakni Aman, Rekreatif, Edukatif, dan Kegotongroyongan atau yang disingkat AREK.
"Pertama Aman. Lingkungan sekolah yang aman, ramah dan nyaman untuk anak bertumbuh dan berkembang. Kedua Rekreatif. Lingkungan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan dan membetahkan anak," ujarnya.
Ketiga adalah Edukatif. Lingkungan sekolah yang mendidik, baik aspek akademik, keterampilan maupun karakter. Terakhir adalah Kegotongroyongan yakni lingkungan sekolah yang terbangun kebersamaan, perspektif warga sekolah dalam mewujudkan sekolah yang bermutu.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023
"Kegiatan pelatihan pencegahan dan penanganan awal kekerasan dan eksploitasi seksual pada anak di ranah daring (OCSEA) di sekolah digelar selama dua hari, Selasa dan Rabu (4-5/4). Kegiatan ini dilatarbelakangi banyak kasus eksploitasi dan kekerasan seksual yang terjadi pada di dunia maya," kata Direktur Yayasan Plato Dita Amalia.
Kegiatan tersebut menitikberatkan pencegahan kekerasan dan eksploitasi di ranah daring atau dunia maya melalui guru dan siswa.
"Guru akan dibekali dengan kapasitas sebagaimana mereka bisa memahami terkait dengan dunia digital yakni potensi risiko dan manfaatnya. Diharapkan guru bisa memahami kekerasan-kekerasan di dunia maya terutama kepada anak," katanya.
Dita menjelaskan ada sejumlah bentuk kekerasan dan eksploitasi seksual di dunia maya, seperti orang dewasa yang membujuk atau merayu anak yang arahnya ke seksual.
"Ada juga sexting, yaitu pengiriman gambar suara yang arahnya ke seksual. Kemudian ada pemerasan. Jadi ketika berpacaran, suka sama suka mengirim gambar telanjang, setelah putus gambar tersebut akan disebar," ucapnya.
Dia menyatakan, pencegahan kekerasan dan eksploitasi seksual anak di dunia maya tidak hanya kewajiban guru, namun juga orang tua dan siswa.
"Tidak hanya guru, tapi guru anak orang tua, mereka harus sama-sama. Siswa juga sebagai agen perubahan, bagaimana berkampanye secara daring dan memberikan pesan. Karena banyak konten negatif harus diserang dengan banyak konten positif," ujarnya.
Orang tua, lanjut Dita, perlu berperan aktif dalam melakukan edukasi seks sejak dini kepada anak. Selama ini orang tua cenderung menganggap pembahasan seksual ke anak adalah hal yang tabu.
"Orang tua harus mengedukasi seksual terhadap anaknya. Itu tidak tabu. Orang tua harus memberi tahu anaknya bahwa melindungi tubuh sebagai suatu yang berharga," kata dia.
Sementara itu, Kabid Sekolah Menengah Dispendik Surabaya Achmad Syahroni mengapresiasi kegiatan OCSEA yang dilakukan Yayasan Plato dan didukung oleh Unicef tersebut.
Syahroni menjelaskan ada sejumlah indikator di sekolah Surabaya yakni Aman, Rekreatif, Edukatif, dan Kegotongroyongan atau yang disingkat AREK.
"Pertama Aman. Lingkungan sekolah yang aman, ramah dan nyaman untuk anak bertumbuh dan berkembang. Kedua Rekreatif. Lingkungan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan dan membetahkan anak," ujarnya.
Ketiga adalah Edukatif. Lingkungan sekolah yang mendidik, baik aspek akademik, keterampilan maupun karakter. Terakhir adalah Kegotongroyongan yakni lingkungan sekolah yang terbangun kebersamaan, perspektif warga sekolah dalam mewujudkan sekolah yang bermutu.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2023