Pemerintah Kabupaten Trenggalek membentuk Komite Komunikasi Digital untuk memantau pergerakan informasi di dunia maya, terutama mengantisipasi muncul dan berkembangnya isu mengandung unsur hoaks di tengah masyarakat.
Anggota Komite Komunikasi Digital ini terdiri atas pejabat pemerintah, TNI, Polri, awak media, dan akademisi.
"Dengan dibentuknya Komite Komunikasi Digital diharapkan bisa menjadi pelapis dan penyaring dari segala informasi yang berkembang di masyarakat," kata Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin usai melantik Tim Komite Komunikasi Digital di Pendopo Kabupaten, Rabu.
Menurutnya, era keterbukaan informasi saat ini menjadi keniscayaan yang tak bisa dielakkan. Pemerintah, mulai dari tingkat pusat hingga daerah perlu melakukan akselerasi dalam mengikuti perkembangan teknologi informasi berikut dampak atau ekses negatif yang ditimbulkan, terutama di media sosial.
Apalagi di situasi menjelang kontestasi politik, baik narasi positif maupun negatif akan terus bermunculan.
Dengan jumlah pengguna internet di Indonesia yang mencapai 204,7 juta jiwa dan 191 juta di antaranya pengguna aktif media sosial (data "We are Social Hootsuite, Kanada per Februari 2022), informasi yang bertebaran di linimasa sangat dinamis.
Realitas ini, katanya, dirasakan di lingkup daerah. Tingginya tingkat akses digital masyarakat tersebut belum selaras dengan tingkat literasi digital. Hal itulah yang menyebabkan masih banyaknya narasi negatif hingga berita hoaks dengan mudahnya menjangkau masyarakat Indonesia.
"Semuanya berawal dari narasi, apalagi sekarang di media sosial akan banyak narasi yang muncul, harapan kami dengan adanya Komite Komunikasi Digital ini kita bisa jadi pelapis dan penyaring untuk informasi-informasi itu," katanya.
Arifin menegaskan bahwa keberadaan Komite Komunikasi Digital lebih diarahkan untuk menjadi penyeimbang informasi apabila muncul kabar/berita tidak benar di media sosial.
"Bukan kemudian menyaring berita untuk disesuaikan dengan kepentingan, bukan seperti itu, tetapi yang disaring yang 'black-black', yang hoaks saja, kemudian kalau ada kampanye negatif, informasi tidak benar, itu disediakan ruang untuk klarifikasi," jelasnya.
Peran Komite Komunikasi Digital bukan dimaksudkan menutupi ruang untuk kemudian memberikan kontra opini di media sosial, namun lebih bertujuan mengedukasi masyarakat agar mendapat informasi yang benar.
"Karena itulah iklim berkomunikasi di era digital yang sehat yang harus dibangun,” katanya.
Ia mengakui tidak gampang berkeliling secara digital mengedukasi masyarakat karena jumlah komite dengan jumlah netizen (warganet) pasti lebih banyak netizen sehingga untuk mengontrol semuanya pasti tidak mudah.
"Alih-alih kita mengontrol dan mengatur mereka. Lebih baik kita berbaur dengan mereka sehingga kalau kita menjadi bagian dari komunitas netizen itu, maka kita nanti bisa memberikan imbangan opini kepada komunitas tersebut," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Anggota Komite Komunikasi Digital ini terdiri atas pejabat pemerintah, TNI, Polri, awak media, dan akademisi.
"Dengan dibentuknya Komite Komunikasi Digital diharapkan bisa menjadi pelapis dan penyaring dari segala informasi yang berkembang di masyarakat," kata Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin usai melantik Tim Komite Komunikasi Digital di Pendopo Kabupaten, Rabu.
Menurutnya, era keterbukaan informasi saat ini menjadi keniscayaan yang tak bisa dielakkan. Pemerintah, mulai dari tingkat pusat hingga daerah perlu melakukan akselerasi dalam mengikuti perkembangan teknologi informasi berikut dampak atau ekses negatif yang ditimbulkan, terutama di media sosial.
Apalagi di situasi menjelang kontestasi politik, baik narasi positif maupun negatif akan terus bermunculan.
Dengan jumlah pengguna internet di Indonesia yang mencapai 204,7 juta jiwa dan 191 juta di antaranya pengguna aktif media sosial (data "We are Social Hootsuite, Kanada per Februari 2022), informasi yang bertebaran di linimasa sangat dinamis.
Realitas ini, katanya, dirasakan di lingkup daerah. Tingginya tingkat akses digital masyarakat tersebut belum selaras dengan tingkat literasi digital. Hal itulah yang menyebabkan masih banyaknya narasi negatif hingga berita hoaks dengan mudahnya menjangkau masyarakat Indonesia.
"Semuanya berawal dari narasi, apalagi sekarang di media sosial akan banyak narasi yang muncul, harapan kami dengan adanya Komite Komunikasi Digital ini kita bisa jadi pelapis dan penyaring untuk informasi-informasi itu," katanya.
Arifin menegaskan bahwa keberadaan Komite Komunikasi Digital lebih diarahkan untuk menjadi penyeimbang informasi apabila muncul kabar/berita tidak benar di media sosial.
"Bukan kemudian menyaring berita untuk disesuaikan dengan kepentingan, bukan seperti itu, tetapi yang disaring yang 'black-black', yang hoaks saja, kemudian kalau ada kampanye negatif, informasi tidak benar, itu disediakan ruang untuk klarifikasi," jelasnya.
Peran Komite Komunikasi Digital bukan dimaksudkan menutupi ruang untuk kemudian memberikan kontra opini di media sosial, namun lebih bertujuan mengedukasi masyarakat agar mendapat informasi yang benar.
"Karena itulah iklim berkomunikasi di era digital yang sehat yang harus dibangun,” katanya.
Ia mengakui tidak gampang berkeliling secara digital mengedukasi masyarakat karena jumlah komite dengan jumlah netizen (warganet) pasti lebih banyak netizen sehingga untuk mengontrol semuanya pasti tidak mudah.
"Alih-alih kita mengontrol dan mengatur mereka. Lebih baik kita berbaur dengan mereka sehingga kalau kita menjadi bagian dari komunitas netizen itu, maka kita nanti bisa memberikan imbangan opini kepada komunitas tersebut," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022