Sejumlah petani di Jatim menyebut Program Unit Pengelolaan Pupuk Organik (UPPO) dari Kementerian Pertanian (Kementan) mampu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan karena dianggap cocok dengan kultur tanah wilayah setempat.
Mikmik, 47, salah satu petani asal Desa Lebak, Bawean, Kabupaten Gresik mengatakan sebelumnya dirinya menggunakan pupuk kimia produksi industri. Namun, tidak cocok dengan kultur tanah di wilayahnya sehingga rusak dan tidak efisien dalam bertani.
"Saya dulu pernah pakai pupuk kimia, tapi lama kelamaan tanah jadi rusak dan hasil panen juga tidak bagus. Akhirnya saya coba pakai pupuk organik, ternyata tanah bisa lebih bagus dan buah hasil panen juga bagus," kata Mikmik, Kamis.
Ia mengaku mulai beralih menggunakan pupuk organik, tidak lepas dari peran UPPO yang digulirkan pemerintah. Dimana petani digembleng melalui pelatihan untuk memproduksi pupuk organik, agar tidak ketergantungan terhadap pupul subsidi dari pemerintah.
"Menurut saya memang lebih bagus pakai pupuk organik. Sehingga petani juga tidak bergantung menunggu bantuan pupuk subsidi dari pemerintah yang seringkali sulit (didapat). Akibatnya mengganggu pertanian saat masuk musim tanam," ujarnya.
Menurut dia, membuat pupuk organik cukup mudah dengan biaya ekonomis. Bahan bakunya juga mudah didapat dan ada disekeliling para petani, seperti dari kotoran sapi.
Caranya, kotoran sapi diracik dicampur dengan arang sekam, jerami, dedaunan, air secukupnya dan lima sendok makan gula pasir dan EM4.
Ibu dua anak itu pun menyarankan bagi para petani konvensional agar beralih menggunakan pupuk organik, hal ini menjadi solusi bagi petani agar tidak ketergantungan pada pupuk kimia.
"Petani konvensional memang harus beralih ke pupuk organik, ya ini satu-satunya solusi bagi petani agar lebih mandiri dan produktif. Karena kalau pupuk kimia yang di pakai, pasti bakal merusak alam, tanah tidak gembur lagi, hasil panen juga tidak maksimal, berbeda dengan organik," katanya.
Petani lain, Solicha juga mengatakan demikian, dan dia berharap pemerintah terus gencar menyosialisasikan kepada petani untuk beralih menggunakan pupuk organik, dan program UPPO terus ditingkatkan lebih luas hingga ke daerah pelosok.
"Kalau di sini sudah banyak petani sudah terbantu karena UPPO, ya pakai organik, karena memang manfaatnya sangat dirasakan dan pastinya lebih bagus dari pupuk kimia," ujarnya.
Seperti diketahui, Kementan berupaya mengkampanyekan agar petani menggunakan pupuk organik, untuk keberlangsungan aktivitas pertanian berkelanjutan. Sehingga, terus berproduksi walau dihadapkan tantangan perubahan iklim ekstrim global dan persoalan lainnya.
"Belum lagi bahan baku pupuk seperti gugus fosfat yang sebagian besar dikirim dari Ukraina dan Rusia tersendat karena perang keduanya. Jadi yang tidak dapat pupuk subsidi segeralah menghadirkan pupuk organik. Minimal setiap kabupaten harus jadi percontohan dan tidak mengandalkan bantuan pemerintah pusat," ujar Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo beberapa waktu lalu.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
Mikmik, 47, salah satu petani asal Desa Lebak, Bawean, Kabupaten Gresik mengatakan sebelumnya dirinya menggunakan pupuk kimia produksi industri. Namun, tidak cocok dengan kultur tanah di wilayahnya sehingga rusak dan tidak efisien dalam bertani.
"Saya dulu pernah pakai pupuk kimia, tapi lama kelamaan tanah jadi rusak dan hasil panen juga tidak bagus. Akhirnya saya coba pakai pupuk organik, ternyata tanah bisa lebih bagus dan buah hasil panen juga bagus," kata Mikmik, Kamis.
Ia mengaku mulai beralih menggunakan pupuk organik, tidak lepas dari peran UPPO yang digulirkan pemerintah. Dimana petani digembleng melalui pelatihan untuk memproduksi pupuk organik, agar tidak ketergantungan terhadap pupul subsidi dari pemerintah.
"Menurut saya memang lebih bagus pakai pupuk organik. Sehingga petani juga tidak bergantung menunggu bantuan pupuk subsidi dari pemerintah yang seringkali sulit (didapat). Akibatnya mengganggu pertanian saat masuk musim tanam," ujarnya.
Menurut dia, membuat pupuk organik cukup mudah dengan biaya ekonomis. Bahan bakunya juga mudah didapat dan ada disekeliling para petani, seperti dari kotoran sapi.
Caranya, kotoran sapi diracik dicampur dengan arang sekam, jerami, dedaunan, air secukupnya dan lima sendok makan gula pasir dan EM4.
Ibu dua anak itu pun menyarankan bagi para petani konvensional agar beralih menggunakan pupuk organik, hal ini menjadi solusi bagi petani agar tidak ketergantungan pada pupuk kimia.
"Petani konvensional memang harus beralih ke pupuk organik, ya ini satu-satunya solusi bagi petani agar lebih mandiri dan produktif. Karena kalau pupuk kimia yang di pakai, pasti bakal merusak alam, tanah tidak gembur lagi, hasil panen juga tidak maksimal, berbeda dengan organik," katanya.
Petani lain, Solicha juga mengatakan demikian, dan dia berharap pemerintah terus gencar menyosialisasikan kepada petani untuk beralih menggunakan pupuk organik, dan program UPPO terus ditingkatkan lebih luas hingga ke daerah pelosok.
"Kalau di sini sudah banyak petani sudah terbantu karena UPPO, ya pakai organik, karena memang manfaatnya sangat dirasakan dan pastinya lebih bagus dari pupuk kimia," ujarnya.
Seperti diketahui, Kementan berupaya mengkampanyekan agar petani menggunakan pupuk organik, untuk keberlangsungan aktivitas pertanian berkelanjutan. Sehingga, terus berproduksi walau dihadapkan tantangan perubahan iklim ekstrim global dan persoalan lainnya.
"Belum lagi bahan baku pupuk seperti gugus fosfat yang sebagian besar dikirim dari Ukraina dan Rusia tersendat karena perang keduanya. Jadi yang tidak dapat pupuk subsidi segeralah menghadirkan pupuk organik. Minimal setiap kabupaten harus jadi percontohan dan tidak mengandalkan bantuan pemerintah pusat," ujar Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo beberapa waktu lalu.
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022