Legislator Surabaya merayakan HUT ke-77 RI bersama Muhammad Saifudin Umar alias Abu Fida, eks narapida teroris (napiter), yang dulu pernah menjadi tokoh utama dalam deklarasi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Jawa Timur.
"Kemarin (17/8), saya ke rumah Abu Fida di rumahnya Jalan Sidotopo Lor, Surabaya. Bersama Abu Fida, saya melakukan tasyakuran dengan nasi tumpeng berbendera merah putih," kata anggota DPRD Surabaya dari Partai Nasdem Imam Syafi'i, dalam keterangan tertulisnya di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, sosok Abu Fida merupakan salah satu tokoh yang memiliki potensi untuk menarik orang-orang yang berjalan ke jalan radikal untuk kembali ke jalan yang normal.
Imam mengatakan, Abu Fida pernah berjalan di ideologi radikal selama puluhan tahun. Maka, di momentum HUT Kemerdekaan Ke-77 RI ini, dia mengajak para mantan napiter juga berperan bersama-sama.
"Yang paling penting, orang-orang seperti Abu Fida ini dan mantan napiter lainnya, setelah kembali ke lingkungan masyarakat, jangan malah dikucilkan. Harusnya, kita membersamai mereka, supaya mereka mengisi kemerdekaan ini bersama-sama kita," kata Imam.
Lebih lanjut, Imam mengatakan saat ini sebagian besar para mantan napiter ini berdagang dan Pemkot Surabaya berupaya untuk memfasilitasi mereka, mulai dari mendaftarkan di aplikasi e-Peken, hingga mendorong pengurusan izin berdagangnya.
"Kalau para mantan napiter ini sudah punya akun e-Peken. Kemudian, mereka mendapat rezeki dari situ, kan nanti tidak mudah tergoda dari aliran-aliran keras itu lagi," kata dia.
Abu Fida sendiri mengaku bersyukur bisa merayakan HUT Ke-77 Kemerdekaan RI tahun ini. "Saya kembali ke pikiran-pikiran yang relatif normal, sehingga tidak keras seperti dahulu. Mudah-mudahan pertemanan ini saling menjaga untuk mewujudkan kesatuan bangsa Indonesia," kata Abu Fida.
Abu Fida yang baru tahun ini masuk Program Doktoral S3 di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) jurusan Studi Islam ini mengapresiasi upaya Pemerintah Kota Surabaya telah memfasilitasi para mantan napiter untuk mengembangkan perdagangannya melalui aplikasi Pemberdayaan dan Ketahanan Ekonomi Nang Suroboyo atau e-Peken.
"Saya menjual beberapa obat herbal dan beberapa sembako di aplikasi e-Peken," kata dia.
Abu Fida yang merupakan mantan anggota JI (Jamaah Islamiyah) dan JAT (Jamaah Anshorut Tauhid) ini merupakan satu di antara 18 eks napiter yang tinggal di Surabaya, sedangkan di seluruh Jatim ada 150-an eks napiter.
Pada Tahun 2004, Abu Fida ditangkap aparat keamanan karena dituduh pernah menyembunyikan Dr Azhari dan Noordin Mohd Top. Kedua warga Malaysia ini merupakan buronan utama teroris di Tanah Air.
Abu Fida sempat diperiksa secara intensif oleh petugas selama sebulan dari satu hotel ke hotel lainnya. Dia baru dibebaskan setelah media massa ramai memberitakannya. Kabarnya petugas tidak pernah memberikan surat penangkapan dan penahanan guru ngaji itu kepada keluarganya.
Tahun 2014, Abu Fida kembali dibekuk Densus 88 Antiteror usai ceramah dan deklarasi ISIS di salah satu masjid di Solo. Alumni Pesantren Gontor ini divonis 3 tahun (dari tuntutan 4 tahun penjara). Dua tahun dipenjara di Mako Brimob, dan 1 tahun meringkuk di Lapas Magelang. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022
"Kemarin (17/8), saya ke rumah Abu Fida di rumahnya Jalan Sidotopo Lor, Surabaya. Bersama Abu Fida, saya melakukan tasyakuran dengan nasi tumpeng berbendera merah putih," kata anggota DPRD Surabaya dari Partai Nasdem Imam Syafi'i, dalam keterangan tertulisnya di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, sosok Abu Fida merupakan salah satu tokoh yang memiliki potensi untuk menarik orang-orang yang berjalan ke jalan radikal untuk kembali ke jalan yang normal.
Imam mengatakan, Abu Fida pernah berjalan di ideologi radikal selama puluhan tahun. Maka, di momentum HUT Kemerdekaan Ke-77 RI ini, dia mengajak para mantan napiter juga berperan bersama-sama.
"Yang paling penting, orang-orang seperti Abu Fida ini dan mantan napiter lainnya, setelah kembali ke lingkungan masyarakat, jangan malah dikucilkan. Harusnya, kita membersamai mereka, supaya mereka mengisi kemerdekaan ini bersama-sama kita," kata Imam.
Lebih lanjut, Imam mengatakan saat ini sebagian besar para mantan napiter ini berdagang dan Pemkot Surabaya berupaya untuk memfasilitasi mereka, mulai dari mendaftarkan di aplikasi e-Peken, hingga mendorong pengurusan izin berdagangnya.
"Kalau para mantan napiter ini sudah punya akun e-Peken. Kemudian, mereka mendapat rezeki dari situ, kan nanti tidak mudah tergoda dari aliran-aliran keras itu lagi," kata dia.
Abu Fida sendiri mengaku bersyukur bisa merayakan HUT Ke-77 Kemerdekaan RI tahun ini. "Saya kembali ke pikiran-pikiran yang relatif normal, sehingga tidak keras seperti dahulu. Mudah-mudahan pertemanan ini saling menjaga untuk mewujudkan kesatuan bangsa Indonesia," kata Abu Fida.
Abu Fida yang baru tahun ini masuk Program Doktoral S3 di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) jurusan Studi Islam ini mengapresiasi upaya Pemerintah Kota Surabaya telah memfasilitasi para mantan napiter untuk mengembangkan perdagangannya melalui aplikasi Pemberdayaan dan Ketahanan Ekonomi Nang Suroboyo atau e-Peken.
"Saya menjual beberapa obat herbal dan beberapa sembako di aplikasi e-Peken," kata dia.
Abu Fida yang merupakan mantan anggota JI (Jamaah Islamiyah) dan JAT (Jamaah Anshorut Tauhid) ini merupakan satu di antara 18 eks napiter yang tinggal di Surabaya, sedangkan di seluruh Jatim ada 150-an eks napiter.
Pada Tahun 2004, Abu Fida ditangkap aparat keamanan karena dituduh pernah menyembunyikan Dr Azhari dan Noordin Mohd Top. Kedua warga Malaysia ini merupakan buronan utama teroris di Tanah Air.
Abu Fida sempat diperiksa secara intensif oleh petugas selama sebulan dari satu hotel ke hotel lainnya. Dia baru dibebaskan setelah media massa ramai memberitakannya. Kabarnya petugas tidak pernah memberikan surat penangkapan dan penahanan guru ngaji itu kepada keluarganya.
Tahun 2014, Abu Fida kembali dibekuk Densus 88 Antiteror usai ceramah dan deklarasi ISIS di salah satu masjid di Solo. Alumni Pesantren Gontor ini divonis 3 tahun (dari tuntutan 4 tahun penjara). Dua tahun dipenjara di Mako Brimob, dan 1 tahun meringkuk di Lapas Magelang. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2022